news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Memangnya Main Gim Untuk Apa?

Andree Brierly
Sesdilu 72. Diplomat (masih) Muda. Anak Minahasa.
Konten dari Pengguna
21 Mei 2022 20:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andree Brierly tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) Ke-XX di Papua tahun 2021 memberikan kenangan tersendiri. Selain pertama kalinya PON diselenggarakan di Papua, PON ke-XX juga menjadi debut bagi olahraga elektronik/esport dalam cabang olahraga eksebisi. Hanya empat cabang pertandingan esport yang dipertandingkan tapi sudah menjadi langkah pertama Indonesia memasuki era olahraga digital.

Pembukaan PON ke-XX di Papua. (Sumber: Setkab RI)
zoom-in-whitePerbesar
Pembukaan PON ke-XX di Papua. (Sumber: Setkab RI)
Ajang eksibisi esport PON XX yang digelar pada 22-26 September 2021 tersebut secara keseluruhan mampu menarik perhatian hampir 7,7 juta penonton di Youtube sesuai keterangan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Esport Indonesia (PB ESI). Indonesia memang merupakan pasar potensial bagi industri permainan elektronik dan hal terkait seperti, game streaming, dan esport.
ADVERTISEMENT
Sesuai riset Newzoo dan Gamescom, di tahun 2018 industri permainan elektronik Indonesia sudah mempunyai nilai sebesar 1,1 milyar USD. Menurut agensi komunikasi ASEAN, Vero, pemain esport Indonesia di tahun 2021 sudah mencapai 52 juta orang.
Lebih lanjut, dari 70% penikmat gim video bermain gim di smartphone dan menikmati konten gim video di platform daring seperti Youtube dan Twitch. Konten yang tersedia dapat berupa petunjuk bermain, sampai siaran langsung pertandingan skala internasional, lengkap dengan grup favorit, pemain bintang, dan fans club layaknya pertandingan sepak bola.
Ilustrasi pertandingan gim daring. (Sumber: Pexels.com/Yan Krukov)
Pemain gim video profesional sendiri bukan hal yang baru mengingat banyaknya kompetisi di tingkat internasional yang sudah sering diadakan dengan skala yang tidak kalah dengan olahraga lain. Sebagai contoh, The International Dota Championship yang diadakan di Romania di tahun 2021 menjadi pertandingan dengan prize pool terbesar esport sepanjang sejarah dengan total lebih dari 40 juta USD. Sesuai data esportearnings, pemain asal Indonesia Kenny “Xepher” Deo dan Matthew “Whitemon” Filemon” berhasil meraup hadiah lebih dari 300 ribu USD dari sejumlah turnamen Dota 2 selama 5 tahun masa karirnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, PB ESI merupakan satu-satunya lembaga yang menaungi esport di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Asosiasi Olahraga Elektronik Indonesia/Indonesian Esports Association (IESPA) yang sebelumnya berdiri sendiri juga telah resmi bergabung dengan PB ESI di tahun 2022. Sinergi kedua organisasi ini dan Kementerian terkait dapat mendukung pengembangan potensi esport Indonesia.
Ilustrasi gawai dan perlengkapan pemain. (Sumber: Pexels.com/Lucie Liz)
Industri permainan elektronik juga merupakan suatu ekosistem yang lebih luas dari sekedar pemerintah dan pemain. Turut terkait didalamnya pengembang gim, perusahaan piranti lunak dan keras, pengembang gawai, penyedia jasa internet, termasuk pemilik usaha kecil dan menengah.
Indonesia perlu belajar banyak dari negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Cina jika ingin mengoptimalkan potensinya. Pemerataan akses internet dan peningkatan kualitas internet dan kemudahan akses terhadap gawai dan pirant keras/lunak di Indonesia juga membutuhkan dukungan pemerintah. Industri ini dapat menjadi salah satu bentuk soft diplomacy jika dapat berkembang dengan baik.
ADVERTISEMENT
Saatnya Indonesia membuka mata dan mengejar ketertinggalan di bidang industri permainan elektronik, dan semoga di era serba digitalisasi, esport, kerja jarak jauh dan metaverse ini tidak ada lagi yang bertanya “memangnya kalau internetnya cepat mau dipakai buat apa?”