Konten dari Pengguna

Mengenal Gaya Kepemimpinan Bos di Kantor

Andri Saleh
Humas, Penulis, Sutradara, Desainer Grafis
19 April 2021 11:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andri Saleh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Miguel Á. Padriñán dari Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Miguel Á. Padriñán dari Pexels
ADVERTISEMENT
Buat kamu yang sering kesal, berselisih, atau bahkan ribut sama Bos di kantor, mungkin ada yang perlu dipelajari mengenai berbagai gaya kepemimpinan. Tiap orang kan punya karakter berbeda, termasuk gaya memimpin organisasi. Ini perlu dipelajari biar kamu punya trik bagaimana mengatasi Bos di kantor. Biar di kantor nggak ribut mulu. Kita ngantor itu buat cari duit, bukan cari ribut.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa referensi yang saya baca, umumnya ada tiga gaya kepemimpinan dalam sebuah organisasi. Pertama, gaya kepemimpinan otoriter. Kedua, gaya kepemimpinan egaliter. Dan, yang terakhir adalah gaya kepemimpinan demokratis. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, bergantung pada karakter pemimpin dan kondisi organisasi. Kayak gimana sih ketiga gaya kepemimpinan tadi?
Pertama, gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang paling jadul. Biasanya dipake oleh raja-raja pada zaman kerajaan dulu. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal dan segala perintah dan keputusan mutlak ada di tangannya. Sedangkan orang-orang yang ada di bawah kepemimpinannya kudu patuh, nurut, dan melaksanakan perintah yang diberikan. Gaya kepemimpinan macam ini cocoknya diterapkan pada kondisi yang insidentil, kritis, dan dalam tekanan. Tapi, kalau Bos otoriter setiap hari sih bikin malas juga kan?
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi Bos dengan gaya kepemimpinan otoriter, kamu bisa tunjukkan dengan komitmen dan prestasi yang oke. Dengan begitu, Bos akan menganggap kamu sebagai bawahan yang bisa diandalkan dan bisa dijadikan referensi untuk keputusan-keputusan yang mau diambil. Selain itu, kamu juga jangan baperan, karena biasanya Bos dengan gaya kepemimpinan otoriter ini biasanya suka nyuruh-nyuruh seenak jidat.
Kedua, gaya kepemimpinan egaliter adalah gaya kepemimpinan yang membumi. Pemimpin biasanya menganggap dirinya sebagai bagian dari organisasi dan posisinya sederajat dengan bawahannya. Semuanya kerja bareng dan berkontribusi dalam segala hal tanpa ada sekat yang membedakan antara pemimpin dan bawahan. Kalau Bos kamu macam begini, saya ucapkan selamat. Kamu bisa berbaur, bercanda, memberikan masukan, bahkan kritik. Tapi, kadang gaya kepemimpinan seperti ini bisa menurunkan wibawa Bos. Makanya, meski Bos menganggap kamu sebagai teman dan rekan kerja, tetap jaga wibawanya ya!
ADVERTISEMENT
Ketiga, gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya kepemimpinan yang mengandalkan pengaruh. Pemimpin menempatkan diri sebagai koordinator dan mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan organisasi. Segala bentuk keputusan merupakan hasil kesepakatan bersama yang harus dijalankan. Kalau kebetulan Bos kamu gayanya begini, kamu cukup beruntung. Kamu bisa menyampaikan aspirasi terkait keputusan-keputusan di kantor kamu. Tapi, kekurangan gaya kepemimpinan seperti ini adalah terlalu banyak pertimbangan ketika membuat keputusan. Makanya, kamu perlu sedikit agresif dalam menyampaikan aspirasi.
Idealnya sih, seorang pemimpin sejati harus menguasai ketiga gaya kepemimpinan tersebut. Ketika dalam keadaan genting, insidentil, atau dalam tekanan, di mana organisasi harus cepat mengambil keputusan, maka gaya kepemimpinan otoriter harus dipakai. Sedangkan dalam kondisi normal tanpa tekanan, maka gaya kepemimpinan demokratis perlu digunakan untuk menghasilkan keputusan organisasi. Dan, gaya kepemimpinan egaliter dapat diterapkan oleh seorang pemimpin ketika ingin mengembangkan kompetensi sekaligus memberikan kepercayaan orang-orang yang dipimpin untuk menjalankan tugas sesuai dengan keputusan yang sudah diambil.
ADVERTISEMENT
Mudah-mudahan saja Bos kamu di kantor seperti itu ya. Aamiin.