Konten dari Pengguna

Poligami (Harusnya) Bisa Menyejahterakan Kaum Perempuan

Andri Saleh
ASN, Humas, Penulis, Kolumnis, Komikus
30 Maret 2021 15:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andri Saleh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Esther Huynh Bich from Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Esther Huynh Bich from Pexels
ADVERTISEMENT
Saya nulis artikel ini sambil deg-degan. Takut ketahuan istri. Nanti disangka saya mau poligami, padahal kan nggak. Saya cuma mau cerita tentang poligami berdasarkan fakta dan data yang ada. Boleh dibilang mendekati ilmiah lah. Poligami – kalo dilakukan dengan konsep yang benar – bisa meningkatkan kesejahteraan, mengurangi tingkat kemiskinan, dan permasalahan sosial lainnya dalam suatu bangsa. Menurut pemikiran saya sih begitu.
ADVERTISEMENT
Dulu, saya nggak habis pikir kenapa poligami diperbolehkan. Meski saya laki-laki, tapi saya memahami apa yang dirasakan oleh kaum perempuan. Diduakan itu nggak enak, apalagi dimadu. Iya kan? Dengan semangat membara dan tekad sekuat baja untuk mendukung perasaan kaum perempuan, saya tanya sana-sini dan cari informasi tentang alasan poligami dari berbagai sumber. Akhirnya setelah sekian purnama, saya nemu satu alasan yang logis dan masuk akal. Katanya, jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki. Makanya laki-laki boleh poligami, biar perempuannya – maaf – nggak mubazir. Iya juga sih.
Karena penasaran, saya coba cari data jumlah laki-laki dan perempuan. Memang bener ya perempuan lebih banyak dari laki-laki? Nggak harus level penduduk dunia deh, minimal penduduk Indonesia aja dulu. Setelah ngorek-ngorek situs webnya Badan Pusat Statistik (BPS), akhirnya saya dapet data jumlah penduduk Indonesia berdasarkan jenis kelamin. Mau tau hasilnya? Dari tahun ke tahun, ternyata hasilnya selalu konsisten: laki-laki justru lebih banyak dari perempuan! Seriusan. Kalo nggak percaya, kamu boleh cek langsung ke website mereka di sini.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia (dalam Ribuan Jiwa)
Jadi, alasan logis kenapa poligami diperbolehkan jadi nggak make sense. Kalo kondisi begini, idealnya sih yang diperbolehkan itu harusnya poliandri, bukan poligami.
ADVERTISEMENT
Setelah sekian purnama (lagi), akhirnya hidayah itu datang. Nggak sengaja ada teman yang bilang kalo perempuan itu lebih panjang umur dari laki-laki. Katanya, laki-laki itu rentan sakit karena pekerja berat atau kebiasaan merokok. Belum lagi peperangan–baik itu perang batin maupun perang beneran–yang korbannya kebanyakan laki-laki. Saya coba cari lagi datanya. Bener nggak sih perempuan lebih panjang umur? Dari data penduduk Indonesia tadi, saya coba breakdown sampai kelompok umur. Dan, hasilnya seperti ini, saudara-saudara sekalian.
Gambar 1. Penduduk Indonesia Usia 0 – 59 Tahun (dalam Ribuan Jiwa)
Gambar 2. Penduduk Indonesia Usia 60 Tahun ke Atas (dalam Ribuan Jiwa)
Untuk usia 0 sampai 59 tahun, jumlah laki-laki lebih banyak dari perempuan. Tapi, di usia 60 tahun ke atas, kondisi berbalik. Jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Weleh, ternyata teman saya bener, perempuan lebih panjang umur dari laki-laki. Dari data ini terkuak suatu fenomena yang menarik sekaligus membuka tabir misteri yang menyelimuti pikiran saya. Premis pertama, poligami diperbolehkan karena perempuan lebih banyak dari laki-laki. Premis kedua, jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki ada di usia 60 tahun ke atas. Dari sini, lahirlah suatu silogisme yang berkesimpulan bahwa laki-laki sebaiknya berpoligami dengan perempuan lanjut usia. Kesimpulan yang absurd sih, tapi ya data dan fakta berbicara begitu.
ADVERTISEMENT
Coba bayangkan, saat ini nggak sedikit laki-laki usia produktif ngotot pengin poligami dengan perempuan yang lebih muda padahal jumlah perempuannya terbatas. Sedangkan, perempuan lanjut usia yang jumlahnya membeludak dibiarkan begitu saja. Kamu tega, wahai poligamers?
Malah, kalo yang saya baca dari buku “Statistik Penduduk Lanjut Usia Tahun 2020”, kondisi penduduk lanjut usia di Indonesia masih cukup mengkhawatirkan dari segi ekonomi. Tercatat sebanyak 4 dari 10 penduduk lanjut usia tinggal di rumah yang tidak layak huni. Dari sisi pengeluaran, penduduk lanjut usia juga paling rentan hidup dalam kemiskinan. Kasihan, kan?
Meski pemerintah–melalui Kementerian Sosial–sudah menggulirkan Program Pro Lansia semacam Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) dan Sentral Layanan Sosial (SERASI), tetap saja butuh peran masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial seperti ini. Malah kalo bisa, pemerintah meluncurkan Program Wajib Poligami bagi profesi tertentu, misal Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan syarat perempuan yang dipoligami usianya di atas 60 tahun. Dengan cara begini, tingkat kesejahteraan perempuan lanjut usia akan meningkat, tingkat kebahagiaan naik, sekaligus mengurangi angka kemiskinan. Luar biasa, bukan?
ADVERTISEMENT
Ayok, sudah saatnya kita berpoligami sekaligus membantu pemerintah meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan (lanjut usia) dan masalah sosial lainnya! Siapa yang mau duluan? Kalo saya belakangan aja lah, masih takut sama istri.