Konten dari Pengguna

Kopi dan Gaya Hidup Masyarakat Urban

Andriani Mutia Diah Pratiwi
Saya adalah Ahli Gizi yang berkerja sebagai ASN di Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi DKI Jakarta. Saat ini sedang melanjutkan S2 di Kajian Ketahanan Nasional, SKSG, Universitas Indonesia
10 Juni 2022 20:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andriani Mutia Diah Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kopi dan Lifestyle Kekinian Masyarakat Urban, foto : freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kopi dan Lifestyle Kekinian Masyarakat Urban, foto : freepik.com
ADVERTISEMENT
Sembari menunggu busway di pinggir jalan saat berangkat kerja, saya melihat di sekitaran banyak bertebaran kedai kopi kekinian, mulai dari Starbucks, Kopi Kenangan, Janji Jiwa, maupun kopi di minimarket seperti Point Coffee atau Alfa X. Pagi itu terlihat para pegawai kedai kopi sedang bersiap untuk membuka gerainya. Di luar, ada beberapa pelanggan setia menunggu untuk membeli kopi favoritnya untuk memulai hari.
ADVERTISEMENT
Lain halnya pemandangan menjelang matahari tenggelam setelah jam kerja. Kedai-kedai kopi tersebut ramai oleh pelanggan. Banyak yang nongkrong dengan teman-teman sambil memainkan gadgetnya atau duduk sendiri sambil asyik dengan laptopnya sambil menyeruput segelas es kopi.
Kopi telah menjadi gaya hidup bagi masyarakat urban khususnya generasi millenial dan Z. Para pebisnis kedai kopi juga berlomba-lomba menawarkan produknya agar konsumen betah berlama-lama antara lain dengan menyediakan minuman non-kopi; snack pendamping kopi (donat, sandwich, fast food); ruangan yang sejuk, nyaman dan futuristik; stop kontak; toilet; dan tempat beribadah.
Indonesia sendiri terkenal sebagai penghasil kopi yang masuk dalam lima besar dunia. Kopi yang terkenal antara lain kopi Toraja, kopi Lampung, kopi Bali Kintamani, dan kopi Wamena Papua. Jenis kopi sendiri terdiri dari kopi arabika yang rasanya cenderung asam, dan kopi robusta yang cenderung pahit.
ADVERTISEMENT
Kopi merupakan minuman yang mengandung zat adiktif yang masuk dalam golongan stimulan, yaitu kafein. Zat adiktif merupakan zat aktif yang bila dikonsumsi dapat menyebabkan adiksi atau ketergantungan. Adiksi ditandai dengan adanya toleransi sehingga memiliki keinginan kuat untuk terus mengkonsumsi zat tersebut agar menghasilkan efek yang sama pada tubuh.
Akan tetapi bila konsumsi zat dihentikan, akan mengalami gejala putus zat. Gejalanya meliputi sakit kepala, lemas dan kurang bersemangat kalau sehari saja tidak minum kopi. Saya jadi teringat bau harum setiap pagi dari meja rekan kerja yang selalu menyeduh kopi. Dia pernah bercerita kalo sehari saja tidak minum kopi, kepalanya terasa nyeri dan dan terasa tidak bersemangat. Jadi selalu ada stok kopi hitam sachet di laci mejanya. Membayangkan apa yang dialaminya tentunya cukup merepotkan.
ADVERTISEMENT
Selain dalam kopi, kafein juga terdapat dalam teh dan cokelat walaupun tidak setinggi kopi dalam jumlah yang sama. Efek kafein dapat meningkatkan kewaspadaan, membantu konsentrasi, meningkatkan energi, mood (suasana hati), dan fungsi otak. Apabila terlalu banyak dikonsumsi, kafein menyebabkan kecemasan yang berlebihan, nyeri perut, jantung berdebar-debar, dan gangguan tidur. Selain kafein, ada beberapa senyawa antioksidan yang terdapat dalam kopi yang bermanfaat bagi kesehatan antara lain polifenol dan alkaloid.
Kopi memiliki sejumlah manfaat, antara lain dalam menjaga kesehatan jantung, mengurangi risiko diabetes mellitus tipe 2, menjaga kesehatan otak dari penyakit Alzheimer dan Parkinson, mengurangi risiko kanker, dan dapat membantu menurunkan berat badan. Hal ini berlaku bila mengkonsumsi kopi dengan tidak menambahkan gula, susu, atau bahan makanan tinggi kalori lainnya.
ADVERTISEMENT
Menurut para ahli kesehatan, jumlah kafein yang disarankan dalam sehari tidak lebih dari 400 miligram (mg). Sebagai contoh dalam 1 sloki espresso terkandung 75 mg kafein (5 kalori); americano 225 mg kafein (15 kalori); cappuccino 150 mg kafein (120 kalori); caffe latte 150 mg kafein (200 kalori); caramel macchiato 225 mg kafein (250 kalori); dan caramel frappuccino 225 mg kafein (370 kalori). Jadi, harus bijak dalam memilih jenis kopi kekinian supaya kita dapat mengambil manfaatnya.
Menurut penelitian yang dilakukan Dan Liu dari Southern Medical University, Guangzhou, China yang dipublikasikan Annals of Internal Medicine (2022), di antara lebih dari 170.000 orang di Inggris yang minum sekitar 2-4 cangkir kopi sehari, dengan atau tanpa gula, memiliki tingkat kematian yang lebih rendah daripada mereka yang tidak minum kopi, lapor peneliti utama Dan Liu, MD, dari departemen epidemiologi di Southern Medical University.
ADVERTISEMENT
Penelitian dilakukan selama 7 tahun dengan memperhitungkan faktor-faktor lain seperti gaya hidup dan penyakit penyerta. Penelitian menemukan bahwa peminum kopi secara signifikan lebih kecil kemungkinannya meninggal karena sebab penyakit kardiovaskular, atau kanker, dibandingkan mereka yang tidak minum kopi sama sekali.
Manfaat ini diamati di seluruh jenis kopi, termasuk kopi bubuk, instan, dan tanpa kafein. Efek perlindungan kopi paling jelas terlihat pada orang yang minum sekitar 2-4 cangkir sehari, di antaranya risiko kematian lebih rendah 30%, terlepas dari apakah mereka menambahkan gula ke kopi mereka atau tidak.
Peneliti mencatat bahwa temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menghubungkan konsumsi kopi dengan kelangsungan hidup. Data menunjukkan kurva manfaat "U shaped", di mana konsumsi kopi dalam jumlah sedang (2-4 cangkir/ hari) dikaitkan dengan umur yang lebih panjang, sedangkan pada konsumsi kopi yang rendah (< 2 cangkir/ hari) atau tanpa konsumsi dan konsumsi tinggi (>4 cangkir/hari) tidak ada pengaruhnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, harga kopi kekinian yang berkisar antara 18.000-55.000 per porsinya cukup menguras kantong. Misalnya saja dalam 1 minggu 3x kopi dan snack @100.000, berarti pengeluaran kopi selama sebulan dapat mencapai 1.200.000.
Hal ini tentunya pengeluaran lifestyle yang cukup besar terutama bagi masyarakat urban golongan menengah yang didominasi anak muda sehingga lama-kelamaan akan menimbulkan gaya hidup yang konsumtif. Oleh karena itu, tetap harus bijak dalam mengelola mindset yang disesuaikan dengan kebutuhan, bukan hanya sekedar mengikuti tren semata.