Konten dari Pengguna

ESG Award 2025: Beda Antara Aksi Nyata dan Greenwashing (ESG Seri 7)

Andryanto EN
ESG Practitioner - IR & PR Specialist - Content Development and Research Analyst - Driving Strategic Communication at Indonesia Company
28 April 2025 13:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andryanto EN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Credit : Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
(Credit : Freepik)
ADVERTISEMENT
Tahun 2025 jadi momen penting buat dunia bisnis Indonesia. Kesadaran soal tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) makin kuat terasa. Berbagai penghargaan seperti Indonesia CSR Award (ICA), Indonesia SDGs Award (ISDA), dan TOP CSR Awards bermunculan, jadi dorongan nyata buat perusahaan untuk lebih serius menerapkan praktik keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Tapi, di balik semua kemajuan itu, ada tantangan yang nggak bisa diabaikan: greenwashing.
Award CSR dan ESG: Dari Apresiasi Jadi Standar Baru
Dalam beberapa tahun terakhir, penghargaan CSR dan ESG di Indonesia memang mengalami pergeseran besar. Nggak lagi cuma soal pengakuan, tapi sudah berubah jadi alat ukur seberapa serius perusahaan menjalankan prinsip keberlanjutan.
Corporate Forum for CSR Development (CFCD), misalnya, menegaskan pentingnya integrasi prinsip SDGs dan standar ISO 26000:2013 dalam bisnis. Thendri Supriatno, Ketua Umum CFCD, menyebut penghargaan CSR dan SDGs bukan sekadar seremoni, tapi bagian penting dari strategi keberlanjutan.
Sementara itu, TOP CSR Awards 2024 yang digagas Madani Grup juga mengambil tema besar: "CSR & ESG Innovation Programs for Sustainable Business Growth" — menandai perubahan arah, dari filantropi ke strategi bisnis berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
ESG dan Transparansi Emisi Jadi Fokus Baru
Tren terbaru makin mengarah ke ESG yang lebih konkret. Penghargaan seperti Indonesia Green & Sustainability Companies Award (IGSCA) mulai memasukkan indikator penting seperti circular economy dan transparansi emisi karbon dalam penilaian.
Transparansi emisi juga jadi hal krusial. Di tengah dorongan pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, perusahaan yang mau tampil di depan harus siap membuka data jejak karbon mereka.
Greenwashing: Musuh Dalam Selimut
Meski banyak penghargaan bermunculan, risiko greenwashing tetap menghantui. Banyak perusahaan yang sekadar membungkus citra ramah lingkungan tanpa bukti nyata. Ini bukan cuma menyesatkan konsumen dan investor, tapi juga bisa merusak reputasi gerakan ESG itu sendiri.
Makanya, penting banget ada sistem penghargaan dengan kriteria ketat. Seperti IGSCA, yang mensyaratkan minimal peringkat PROPER Biru untuk perusahaan yang wajib lapor pengelolaan lingkungan. Standar kayak gini bisa bantu memilah mana yang benar-benar jalan, mana yang cuma pencitraan.
ADVERTISEMENT
Bangun Ekosistem yang Lebih Kuat
Kalau mau praktik keberlanjutan makin kuat, penghargaan CSR dan ESG juga perlu terus diperkuat. Mulai dari standarisasi kriteria, kolaborasi lintas sektor, sampai program edukasi buat perusahaan — terutama UMKM — supaya lebih paham dan siap mengimplementasikan ESG secara utuh.
Kolaborasi seperti di TOP CSR Awards 2024, yang menggandeng banyak lembaga profesional, jadi contoh nyata bahwa kerja sama lintas sektor itu penting.
Penghargaan Bukan Tujuan Akhir
Penghargaan CSR dan ESG memang penting, tapi bukan garis finis. Mereka adalah langkah awal buat mendorong perusahaan menerapkan praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab.
Kalau penghargaan dikawal dengan standar ketat dan fokus pada dampak nyata, Indonesia berpeluang besar jadi salah satu pionir ESG substantif di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Di era di mana publik makin kritis, transparansi dan kejujuran jadi kunci. Karena hari ini, bukan cuma produk atau layanan yang dinilai. Tapi juga nilai-nilai yang dibawa perusahaan di balik itu semua.