Konten dari Pengguna

ESG dan Keberlanjutan: Memahami Dampaknya bagi Dunia Usaha (ESG Seri 3)

Andryanto EN
ESG Task Force Perusahaan Emiten Terbuka. Lulusan Universitas Brawijaya Sarjana Ekonomi. Aktif Traveling, Berlari dan ESG Enthusiast.
5 Februari 2025 10:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andryanto EN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perbedaan ESG dan Sustainability (Sumber : Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Perbedaan ESG dan Sustainability (Sumber : Freepik)
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah sustainability atau keberlanjutan dan Environmental, Social, and Governance (ESG) semakin sering muncul dalam dunia bisnis, termasuk di Indonesia. Kedua konsep ini memiliki keterkaitan, tetapi cakupannya berbeda. Keberlanjutan berfokus pada praktik bisnis yang bertanggung jawab secara sosial, ekonomi, dan lingkungan, sementara ESG adalah metode pengukuran yang digunakan untuk menilai komitmen perusahaan terhadap prinsip keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Seiring meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan tanggung jawab sosial, penerapan ESG kini menjadi perhatian utama bagi perusahaan dan investor. Di Indonesia, pemerintah telah mendorong praktik bisnis berkelanjutan melalui berbagai regulasi, sementara pasar global mulai menuntut standar yang lebih tinggi terhadap tanggung jawab lingkungan dan sosial perusahaan.
Keberlanjutan dalam dunia usaha mengacu pada bagaimana perusahaan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Konsep ini mencakup tiga pilar utama:
1. Aspek Lingkungan
Keberlanjutan lingkungan mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca, efisiensi energi, pengelolaan limbah, dan konservasi sumber daya alam.
2. Aspek Sosial
Perusahaan bertanggung jawab atas kesejahteraan pekerja, hak asasi manusia dalam rantai pasokan, dan keterlibatan sosial dengan komunitas sekitar.
ADVERTISEMENT
3. Aspek Ekonomi
Keberlanjutan ekonomi menekankan profitabilitas jangka panjang yang dicapai melalui praktik bisnis yang etis dan bertanggung jawab.
Praktik bisnis yang berkelanjutan tidak hanya meningkatkan daya saing perusahaan, tetapi juga menciptakan kepercayaan di antara konsumen dan pemangku kepentingan.
Berbeda dengan keberlanjutan yang lebih bersifat konsep, ESG adalah sistem penilaian berbasis data yang memungkinkan investor dan pemangku kepentingan menilai komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan.
ESG terdiri atas tiga aspek utama:
1. Lingkungan (Environmental)
Menilai bagaimana perusahaan mengelola dampak terhadap lingkungan, termasuk emisi karbon, efisiensi energi, serta kebijakan konservasi dan daur ulang.
2. Sosial (Social)
Mengukur dampak sosial perusahaan terhadap pekerja, komunitas, dan pelanggan, termasuk kebijakan ketenagakerjaan, kesetaraan gender, dan hubungan dengan masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
3. Tata Kelola Perusahaan (Governance)
Mengevaluasi transparansi dan praktik tata kelola perusahaan, termasuk etika bisnis, kepatuhan terhadap regulasi, serta komposisi dan independensi dewan direksi.
ESG menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Investor global kini tidak hanya mempertimbangkan profitabilitas keuangan, tetapi juga menilai bagaimana perusahaan menghadapi tantangan sosial dan lingkungan.
Di Indonesia, penerapan ESG terus berkembang seiring dengan meningkatnya tuntutan pasar global dan regulasi domestik. Bursa Efek Indonesia (BEI) telah meluncurkan Indeks SRI-KEHATI, yang menilai emiten berdasarkan kinerja ESG mereka. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerapkan Peraturan OJK No. 51/POJK.03/2017 yang mewajibkan perusahaan jasa keuangan untuk menyusun laporan keberlanjutan.
Selain regulasi nasional, kebijakan internasional juga berpotensi berdampak pada bisnis di Indonesia. Mulai 2027, Uni Eropa akan menerapkan Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CSDDD), yang mewajibkan perusahaan yang beroperasi di wilayah Uni Eropa untuk melaporkan dampak sosial dan lingkungan mereka. Perusahaan Indonesia yang memiliki hubungan dagang dengan Uni Eropa perlu bersiap untuk menyesuaikan praktik bisnis mereka dengan regulasi ini.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tantangan terbesar dalam implementasi ESG di Indonesia adalah kurangnya pemahaman dan kesiapan industri, terutama di sektor usaha kecil dan menengah. Biaya investasi dalam penerapan ESG sering kali dianggap tinggi, sementara manfaatnya belum sepenuhnya dipahami oleh banyak pelaku usaha.
Namun, di tengah tantangan tersebut, ESG juga membuka peluang baru. Perusahaan yang menerapkan ESG dengan baik berpotensi lebih mudah mendapatkan akses ke pendanaan hijau, termasuk obligasi berkelanjutan (green bonds), serta meningkatkan reputasi di mata investor dan konsumen.