Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Membangun Ruang Ekonomi Kreatif untuk Generasi Muda di Kota Jambi
9 April 2025 17:45 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Andy Arnolly Manalu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setiap generasi hadir dengan kecenderungan yang kelak menjadi ciri khas atau penanda zaman. Perkembangan kota yang kerap diposisikan sebagai tempat persemaian gagasan terkadang tumbuh-kembangnya sangat dipengaruhi bagaimana para pemilik gagasan tersebut dapat mengaktualisasikan diri. Tentu, identitas kota tidak mudah berganti seiring pergantian generasi. Ada banyak faktor yang memicu bagaimana sebuah kota bisa tumbuh dan berubah. Salah satunya, eksistensi anak muda dan gaya hidupnya. Perkembangan teknologi di era mondial kemudian menyebarkan penanda yang semula berskala lokal menjadi internasional. Dunia lalu mengenal Distrik Harajuku di Tokyo dan Distrik Gangnam di Korea Selatan yang menginspirasi banyak generasi muda dalam aspek mode maupun gaya hidup. Indonesia punya beberapa kota dengan trade mark yang kuat tapi berbeda dengan contoh yang disebutkan di atas, rata-rata bermodal akar historis yang kuat. Jogyakarta menjadi kota pelajar karena banyak perguruan tinggi. Bandung dijuluki Paris van Java karena kombinasi keindahan landskap alam dan arsitektur peninggalan kolonial. Contoh terdekat, Bukittinggi dikenal karena aspek historis pernah menjadi Ibukota RI saat masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, 1948-1949 dan memiliki situs-situs sejarah perjuangan kemerdekaan yang dipadukan dengan bentang alam yang elok.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan Kota Jambi? Selama ini Kota Jambi hanya dikenal sebagai Ibu kota Provinsi Jambi. Daerah yang relatif sepi dari pemberitaan nasional. Satu sisi, ini mungkin baik. Tak diberitakan bisa jadi karena semuanya berjalan baik-baik saja. Tak ada masalah pelik yang melanda warganya. Pertanyaannya kemudian, “Tak adakah hal-hal menarik dari Kota Jambi?”. Pertanyaan ini semakin relevan karena Walikota dan Wakil Walikota Jambi, periode 2025-2030 dalam visi-misi dan program prioritas pembangunan secara eksplisit menyatakan akan melakukan pembangunan yang bertujuan mengembalikan pusat-pusat aktivititas ekonomi strategis yang dulu pernah berjaya.
Kawasan yang pernah menjadi magnet bagi banyak orang untuk berusaha, berbelanja atau sekedar menghabiskan waktu menjelajahi sudut-sudut pasar dengan aneka ragam produk dagangan. Warga Jambi yang bermukim, setidaknya sejak awal tahun 2000-an pasti familiar dengan deretan toko busana di sepanjang Simpang Bata dan Simpang Mangga. Pasar Los, pedagang kaki lima di sekitaran Gang Siku, Toko Keramik di belakang Bioskop Mega sampai deretan pedagang kuliner yang menawarkan aneka ragam makanan yang sesungguhnya menggambarkan identitas Kota Jambi sebagai sebuah melting pot. Tempat bertemunya banyak orang dari berbagai tempat dan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Terminal Rawasari menjadi simpul yang menghubungkan orang yang datang dari berbagai wilayah di Kota Jambi dengan menumpang Oplet. Sebutan lokal untuk angkutan perkotaan berbentuk minibus yang diwarnai sesuai dengan trayek.
ADVERTISEMENT
Semua kemudian seperti lintasan kenangan. Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat secara perlahan telah menggeser praktik-praktik lama di berbagai bidang. Pasar yang secara harfiah merupakan tempat bertemu antara penjual dan pembeli secara langsung untuk melakukan transaksi turut beradaptasi. Kini, ada istilah marketplace atau lokapasar yang merupakan pasar dengan memanfaatkan aplikasi sebagai tempat penjual dan pembeli berinteraksi cukup dengan gawai masing-masing. Oplet digantikan moda transportasi berbasis online. Perlahan, pasar konvensional pun terimbas. Cerita tentang kawasan Pasar Jambi tak beda dengan banyak pasar-pasar konvensional di daerah lain yang mengalami senjakala. Peristiwa yang disebut oleh Rhenald Kasali sebagai disrupsi.
Faktor-Faktor Kunci Revitalisasi
Salah satu gagasan segar dari Walikota dan Wakil Walikota Jambi merevitalisasi pusat perekonomian yang dulu pernah berjaya. Tercatat ada beberapa lokasi yang direncanakan namun berdasarkan telaah dokumen, kawasan Pasar Jambi yang membentang sepanjang Jl. W.R. Supratman, Ir. Sutami dan Mesjid Raya menjadi sumbu revitalisasi. Pembangunan kawasan tematik perkotaan yang mengedepankan akar historis yang dominan pada kawasan masing-masing. Kampung Melayu di Jambi Kota Seberang, Kampung Cina (Chinese Town) di Jalan Dr. Wahidin, Little India di Jalan Halim Perdana Kusuma, dan Kampung Arab di Pasar Jambi. Pengembangan kawasan tematik dari aspek sejarah memang merupakan salah pendekatan yang umum dipilih karena memberikan ruang untuk bertemunya memori kolektif dari orang-orang yang berasal dan pernah berada di satu tempat yang sama. Selanjutnya, rencana ubah fungsi Terminal Rawasari menjadi coworking space sebagai tawaran ruang kreatif bagi generasi millennial dan Gen Z.
Tulisan ini tidak membahas bagaimana konsep arsitektural yang historis tematik dan teknis pembangunan. Fokusnya adalah bagaimana mengimplementasikan pembangunan kawasan tersebut menjadi sesuatu yang blended dengan kebijakan lintas sektoral. Paling penting mengakomodasi peran serta masyarakat, terutama anak muda untuk mengakses ruang dan ekonomi kreatif menjadi pertimbangan yang utama. Penulis, membagi tiga faktor kunci yang membuat revitalisasi dan pengembangan kawasan tematik termasuk coworking space di Terminal Rawasari dapat lebih optimal.
ADVERTISEMENT
Pertama, faktor aksesbilitas. Secara umum tak ada masalah. Kawasan Pasar Jambi sejak dulu merupakan area komersial dan pusat keramaian. Terminal Rawasari yang menjadi tujuan akhir setiap trayek angkot memudahkan pergerakan warga. Seiring semakin mudahnya kepemilikan kendaraan bermotor dan hadirnya moda transportasi daring, fungsi Terminal Rawasari tidak lagi optimal. Menurut rencana, Pemerintah Kota Jambi akan meluncurkan operasional Bus Rapid Transit (BRT) berbasis Listrik dengan rute Terminal Rawasari-Alam Barajo dengan melewati Simpang Pulai, Simpang Kawat, Jambi Town Square (Jamtos), dan berakhir di Simpang Rimbo. Artinya, meskipun Terminal Rawasari akan beralih fungsi menjadi coworking space harus tetap mengalokasikan jalur dan halte naik-turun penumpang. Sedapat mungkin penggunaan transportasi publik harus menjadi budaya baru bagi warga Kota Jambi dan momentum ini cukup tepat secara timing dan trayek karena termasuk jalur padat, terutama pada jam-jam tertentu.
Pemanfaatan eks bangunan istana anak-anak menjadi gedung parkir diharapkan membuat penggunaan bahu jalan menjadi lebih tertata dan dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan jalur pedestrian bagi pejalan kaki. Tantangannya karena jarak antara Terminal Rawasari dengan rencana kawasan tematik cukup jauh maka perlu memikirkan untuk menyediakan shuttle bus. Selain itu, perlu menyediakan fasilitas yang mendukung aksesbilitas bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda. Tersedianya trotoar yang lebar dan aman akan membuat pengunjung nyaman berjalan kaki dan menggunakan sepeda sebagai alternatif transportasi yang sehat dan ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, aksesbilitas informasi. Pemerintah Kota Jambi perlu mempersiapkan media informasi dengan konten spesifik mengenai pengembangan kawasan tematik dan coworking space. Pengunaan berbagai platform media sosial merupakan pilihan paling umum. Media sosial yang dikelola dengan aktif, memuat informasi terkait event, program sampai berbagai jenis layanan yang tersedia. Pemanfaatan media sosial sebagai media interaksi merupakan aspek penting yang memberikan umpan balik bagi Pemerintah Kota Jambi untuk melakukan penambahan atau perbaikan fasilitas yang tersedia secara bertahap.
Kedua, Infrastruktur dan Fasilitas. Aspek penting yang membuat pelaku ekonomi adalah ketersediaan infrastruktur dan fasilitas. Konsep revitalisasi kawasan tematik dan coworking space yang direncanakan Pemerintah Kota Jambi, tidak benar-benar membangun dari awal, mengingat gedung-gedung eksisting masih bisa dipergunakan. Tantangannya adalah menyediakan kebutuhan fisik dan non fisik untuk memperlancar aktivitas ekonomi dan ruang kreatif. Mencermati beberapa dokumen rencana, hal tersebut telah dipikirkan dan menjadi prioritas.
ADVERTISEMENT
Penulis melihat bahwa perlu membuat segmentasi yang jelas terkait pemenuhan infrastruktur dan fasilitas pendukung. Untuk kawasan ekonomi di Pasar Jambi membutuhkan jalur pedestrian, kanopi, toilet umum, area parkir terpusat dan pojok kuliner serta infrastruktur pendukung lainnya. Untuk coworking space di Terminal Rawasari segmentasi terbagi menjadi dua bagian yaitu area ekonomi kreatif dan area penyelenggaraan event. Area ekonomi kreatif menjadi etalase untuk berbagai tenan seperti kuliner, busana produk lokal, musik, kriya dan lain sebagainya. Area penyelenggaraan event memiliki satu panggung terbuka yang menjadi pusat pertunjukkan dan beberapa area lain seperti yang telah penulis cermati dari dokumen program prioritas Walikota dan Wakil Walikota Jambi.
Penulis juga mengusulkan untuk memanfaatkan beberapa bangunan terbengkalai yang dulunya menjadi loket dan warung dalam terminal Rawasari untuk mempertahankan aspek historis. Seni mural, outdoor coffee shop dan pemanfaatan lain yang memungkinkan dapat diaplikasikan pada area ini. Pemerintah Kota Jambi juga perlu mempertimbangkan inklusivitas untuk mengakomodasi kelompok disabilitas seperti penyediaan ramp dan toilet khusus dalam pengembangan kawasan dimaksud.
Ketiga, Tata Kelola dan Jejaring. Revitalisasi kawasan ekonomi dan pengembangan coworking space merupakan inisiatif untuk menyediakan ruang kreatif dari berbagai latar belakang. Industri kreatif berkembang dengan cara yang unik. Kreativitas pelakunya membutuhkan ruang yang cair untuk mengakomodasi komposisi penduduk Gen Z yang jumlahnya mencapai 152.609 jiwa atau 24% dari total jumlah penduduk Kota Jambi (BPS Kota Jambi, 2024). Jadi, pengelolaan kawasan tematik dan coworking space tidak bisa disamakan. Jika kawasan tematik berangkat dari aspek historis sebagai area yang dulu merupakan pusat aktivitas perekonomian maka coworking space hadir sebagai jawaban terhadap gaya hidup dan perkembangan aktivitas yang dilatarbelakangi penggunaan internet, terutama oleh Gen Z. Revitalisasi kawasan Pasar Jambi bertujuan menghidupkan kembali aktivitas perekonomian yang pernah eksis. Selain penataan juga menghadirkan daya tarik tersendiri sehingga konsepnya menyerupai belanja wisata. Pengunjung bisa memilih untuk berbelanja atau sekedar menikmati suasana pasar yang nyaman dengan berbagai pilihan kuliner dengan berjalan kaki. Pemerintah Kota Jambi perlu memikirkan untuk melakukan kajian apakah perlu membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang lingkup tugasnya spesifik mengelola kawasan Pasar Jambi.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan pengelolaan coworking space, perlu mempertimbangkan personil yang mampu memahami cara berpikir dan kecenderungan Gen Z sehingga kerja-kerja kolaborasi dapat berkesinambungan. Selanjutnya, membangun jejaring merupakan hal yang penting mengingat, eksistensi coworking space sangat tergantung dari keberlanjutan aktivitas yang ada. Untuk itu, perlu memalukan inisiasi dan inisiatif untuk mengajak pihak-pihak lain berkontribusi aktif. Imbal balik dalam pemberian space promosi, penamaan event atau hak pakai berjangka dapat menjadi alternatif tawaran kerjasama. Kemampuan berjejaring dalam jangka panjang bertujuan untuk membuat coworking space mampu mandiri dan menawarkan kesempatan bagi generasi muda berkarya di sana.
Akhirnya, penulis merasa perlu untuk mengingatkan kembali bahwa kerja-kerja di ruang publik membutuhkan kesabaran, kemampuan mencerna dan melakukan artikulasi ulang dalam bentuk kebijakan dan program yang proper. Pelibatan generasi muda untuk mendukung pelaksanaan program prioritas yang dicanangkan oleh Walikota dan Wakil Walikota Jambi, H. Dr. dr. Maulana, MKM dan Diza Hazra Aljosha, SE., MA merupakan inisiatif yang harus didukung dan diimplementasikan dengan mendengarkan suara dan pemikiran mereka. Sudah bukan zamannya, cara berpikir biner atau dikotomis yang cenderung menjadikan generasi muda hanya sebagai obyek dan jargon dalam dokumen-dokumen perencanaan. Ekosistem ruang kreatif dan ekonomi kreatif pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang terbentuk melalui proses yang membutuhkan nafas panjang. Sudah saatnya, Kota Jambi naik kelas melalui kolaborasi nyata oleh berbagai generasi untuk mewujudkan Kota Jambi Bahagia Tahun 2030.
ADVERTISEMENT
Semoga.