Konten dari Pengguna

Stunting dan Hidden Hunger di Antara Bonus Demografi

Andy Arnolly Manalu
ASN, di Kota Jambi. A Floydian and KLanis.
25 Oktober 2022 15:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andy Arnolly Manalu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Andy Arnolly Manalu ASN Perencana pada Bappeda Kab. Bungo
ADVERTISEMENT
Tahun 2030, diperkirakan menjadi momentum bonus demografi untuk Indonesia. Secara singkat, bonus demografi adalah kondisi ketika jumlah penduduk produktif melebihi usia penduduk non produktif. Bonus demografi menjadi salah satu titik dorong suatu negara untuk meningkatkan performa ekonomi meskipun tetap ada prasyarat lain yang harus dipenuhi untuk memastikan bonus demografi mendatangkan manfaat yang diharapkan. Misalnya rasio ketersediaan lapangan pekerjaan yang seimbang dengan jumlah tenaga kerja usia produktif.
Pemerintah Indonesia melalui Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy telah mempersiapkan lima strategi untuk memanfaatkan bonus demografi. Pertama, peningkatan kualitas penduduk melalui intervensi kesehatan dan pendidikan. kedua, pemerataan akses pendidikan dengan standar minimal wajib belajar 12 tahun. Ketiga, peningkatan akses lulusan sekolah menengah ke atas dan sekolah yang sederajat untuk menempuh pendidikan tinggi dan revitalisasi perguruan tinggi berbasis vokasi untuk membentuk tenaga kerja yang siap pakai. Keempat, Membantu lulusan perguruan tinggi mendapatkan pekerjaan melalui program Kartu Prakerja dan terakhir, menjalankan program pendidikan pranikah.
ADVERTISEMENT
Kondisi indonesia dari kacamata makro ekonomi saat ini mengacu kepada rilis Kementerian Koordinator untuk Q2 Agustus 2022, Perekonomian Indonesia tumbuh impresif sebesar 5,44% (YoY) pada Triwulan 2 tahun 2022 dan secara triwulanan, ekonomi nasional tumbuh 3,73% (QoQ). Bahkan Produk domestik Bruto harga konstan jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi yakni sebesar Rp 2.924 triliun. Capaian ini menandakan tren pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut dan semakin menguat di tengah pandemi yang makin melandai. Masih menurut rilis yang sama, tingkat komsumsi rumah tangga juga pertumbuhannya memncapai angka 5,51%. Sepintas angka-angka tersebut menunjukkan bahwa perjalanan menuju bonus demografi baik-baik saja dan dipenuhi optimisme. Setidaknya hantaman pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir serta ketidakpastian kondisi ekonomi global yang diramalkan akan terasa sekali padai tahun 2023 tidak membuat struktur ekonomi Indonesia goyah. Kebijakan kenaikan harga BBM meski masih menyisakan banyak pertanyaan toh masih diikuti dengan beragam kompensasi yang sedikit banyak tetap membantu masyarakat terdampak bisa melakukan penyesuaian.
ADVERTISEMENT
Paradoks yang kemudian ditemui dari kondisi menuju bonus demografi ini adalah fenomena Stunting dan hidden hunger atau kelaparan tersembunyi. Kedua fenomena tersebut pada tahap awal kemudian akan menimbulkan pertanyaan seperti apa kondisi kualitas angkatan kerja produktif pada tahun 2045. Merujuk kepada komposisi penduduk dari segi usia, 53,81% penduduk Indonesia terdiri dari generasi milenial (lahir antara tahun 1980 sampai 2000) dan generasi Z (lahir antara tahun 1998 sampai 2010). Kedua generasi ini yang pada tahun 2045 menjadi penggerak utama bonus demografi. Stunting dikenal sebagai kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Stunting terjadi ketika seribu hari pertama atau periode emas dari anak balita tidak mendapatkan asupan nutrisi yang memadai untuk mendukung tumbuh kembangnya. Sementara kelaparan tersembunyi adalah defisiensi mikronutrisi, yaitusalah satu bentuk kekurangan gizi atau malnutrisi yang biasa dikenal dengan istilah Kekurangan Gizi Mikro (KGM). Ini terjadi ketika tubuh tidak mendapat asupan vitamin dan mineral esensial yang sesuai dengan kebutuhannya. Vitamin dan mineral untuk anak yang dimaksud, yaitu zinc (seng), Zat Besi, Yodium, Kalsium, atau Vitamin A, B, C, atau D. Kelaparan tersembunyi tidak hanya menyerang anak tetapi juga orang dewasa.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Stunting dan Hidden Hunger Terhadap Bonus Demografi
Stunting dan Hidden Hunger adalah dua peristiwa yang saling berhubungan. Jika merujuk kepada hasil penelitian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor, Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB University Drajat Murtianto mengungkapkan bahwa 50% penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi. Hal itu disebabkan kekurangan zat gizi mikro berupa zat besi, yodium, asam folat, seng, vitamin A dan zat gizi mikro lainnya. Sementara dalam penelitian terdahulu yang juga dilakukan oleh IPB diketahui bahwa dengan menggunakan ukuran tinggi badan ibu yang dikelompokkan menjadi ibu pendek ( tinggi badan kurang dari 150 cm) dan ibu normal (tinggi badan melebihi 150 cm). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu (67,8%) tergolong pendek, terdapat anak stunting (74.5%) dibandingkan anak normal (60,5%) pada ibu normal dengan tinggi badan lebih dari 150 cm.
ADVERTISEMENT
Kedua temuan riset ini menunjukan adanya kemungkinan kausalitas berulang. Secara sederhana jika, kelaparan tersembunyi tidak ditangani dengan serius dan melanda ibu hamil yang mengalami malnutrisi makan potensial melahirkan anak dengan peluang stunting lebih besar. Masih menurut Prof. Drajat Murtianto, kualitas konsumsi pangan kita belum baik. Penelitian menunjukkan 1 dari 2 penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan hewani, buah dan sayuran yang mengandung zat gizi mikro. Mereka mengalami kelaparan tersembunyi. Disebut kelaparan tersembunyi karena seringkali tanda-tandanya tidak nampak, namun sesungguhnya dampaknya sangat
Ilustrasi ibu sedang memberi makan anak balita sumber: https://www.unicef.org/rosa/reports/child-stunting-hidden-hunger-and-human-capital-south-asia
besar. Zat gizi mikro telah terbukti sebagai unsur gizi penting untuk peningkatan produktivitas kerja, kecerdasan dan imunitas. Penjelasan ini menunjukan bahwa Stunting dan kelaparan tersembunyi beriringan mengancam bonus demografi yang diharapkan akan menjadi landasan bagi Indonesia untuk beranjak dari negara yang terlepas dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap).
ADVERTISEMENT
Bonus demografi kemudian akan menjadi deretan statistik yang kaku dan tak bisa maksimal dalam mengungkit pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf kesejahteraan secara umum karena ternyata di dalamnya terdapat lubang-lubang masalah yang belum tersolusi dengan baik. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin (5/4/2022) menyatakan kekhawatirannya tentang bonus demografi, “...yang mengkhawatirkan kami adalah, kalau anak-anaknya memang sehat, pintar, kuat. Kalau anaknya tidak sehat, tidak pintar, tidak kuat maka bonus demografi 2030 bisa jadi bukan bonus”. Stunting, masih menurut Menkes berpotensi menurunkan IQ sebesar 20%. "Dengan tingkat prevalensi yang masih 24% atau 1 dari 4 anak berpotensi stunting maka sebenarnya bonus demografi kita sudah didiskon 24-25%", pungkasnya.
Beberapa Tawaran Solusi
Gambaran data makro termasuk riset dan hasil Riskesdas 2020 mengenai Stunting menunjukkan bahwa problem mendasar untuk menyambut bonus demografi bukannya tidak disadari pemerintah. Pilihan strategi pertama melalui intervensi kesehatan dan pendidikan sudah tepat. Pada keduanya terdapat titik tekan untuk memproduksi sumber daya manusia yang siap secara teknis dan tangguh dalam etos kerja dan kesiapan fisik. Pertama, komitmen, konsistensi dan kolaborasi untuk menjadikan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) 2018-2024 sebagai pedoman utama dalam penyusunan strategi, kebijakan dan program di tingkat satuan pemerintahan lainnya. Tantangan komitmen dan konsistensi ini menjadi penting karena satuan pemerintahan setingkat provinsi/kota/kabupaten juga dihadapkan pada keterbatasan anggaran yang sebagian sudah tergerus untuk memenuhi mandatory spending. Untuk itu, konsep kolaborasi bisa dikongkritkan dengan menjadikan parameter target prevalensi sebesar 14% pada tahun 2024 dengan panduan berbagi peran yang jelas antara pemerintah dan pemerintah daerah. Artinya Stranas Stunting 2018-2024, perlu untuk didetailkan dalam produk turunan dengan mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya dalam konstruksi berbagi kewenangan, program dan anggaran sehingga meminimalisir adanya pihak-pihak yang tak berkontribusi maksimal terutama di daerah.
ADVERTISEMENT
Kedua, Pemerintah mendorong program fortifikasi pangan dengan memberikan insentif kepada pelaku industri makanan olahan sehingga meminimalir peredaran makanan yang memiliki kandungan gizi rendah atau justru potensial menimbulkan obesitas yang juga merupakan salah satu ancaman kesehatan paling besar saat ini. Ini juga menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk melakukan kajian lanjutan pengenaan pajak terhadap minuman manis. Pada tingkat lokal, pemerintah daerah dapat mendorong fortifikasi pangan skala kecil dengan kembali merevitalisasi program pangan berbasis keluarga dengan memanfaatkan pekarangan atau lahan tidur.
Ketiga, Pemerintah melakukan kerjasama lintas sektoral dengan skema terbuka untuk melibatkan pihak perguruan tinggi, pelaku usaha terutama skala besar serta kelompok kepentingan lainnya untuk berbagi peran seperti memberikan bantuan, program, insentif atau hasil riset secara periodik untuk mengejar target prevalensi 14% pada tahun 2024. Pada posisi ini, pemerintah dapat memainkan peran sebagai stimulator sekaligus dan fasilitator bagi pihak non pemerintah untuk dapat memanfaatkan akses-akses terkait dengan upaya penanganan stunting dan hidden hunger.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi adalah kata kunci.