Konten dari Pengguna

Tantangan Mewujudkan Nasionalisme dan HAM di Indonesia pada Era Globalisasi

Tiara Angelica Dayanara
Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Bandung
27 November 2021 16:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiara Angelica Dayanara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo Credit: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Photo Credit: Pixabay
ADVERTISEMENT
Di era globalisasi saat ini, sering kita lihat bahwa perwujudan nasionalisme dan Hak Asasi Manusia (HAM) masih belum dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tak jarang pula ditemui sejumlah kasus yang bertolak belakang dengan perwujudan nasionalisme dan HAM di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Padahal perwujudan nasionalisme dan HAM merupakan salah satu cerminan dari persatuan dan kesatuan suatu negara.
“Bung Karno menyebut nasionalisme Indonesia dengan sebutan socio-nationalism, yaitu nasionalisme yang menghendaki penghargaan, penghormatan, toleransi kepada bangsa atau suku-bangsa lain” (Miftahhudin,2018:6). Sehingga nasionalisme identik dengan sikap toleransi, saling menghargai, dan saling menghormati, sehingga memiliki keterkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga harus dihormati dan dihargai.
Contoh kasus yang dapat kita ambil ialah aksi intoleransi pada kasus penolakan pembangunan gereja di Tanjung Balai Karimun oleh warga sekitar padahal gereja tersebut sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dari kasus tersebut dapat kita lihat bahwa Hak Asasi Manusia belum dapat terwujudkan dengan baik, padahal hak memeluk agama dan hak beribadah menurut agama masing-masing sudah dijamin di dalam HAM.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kasus penolakan pembangunan rumah ibadah juga menunjukkan bahwa nasionalisme di Indonesia belum dapat diwujudkan dengan baik karena masyarakat yang cinta tanah air atau memiliki semangat nasionalisme akan saling menghargai dan menghormati antarmasyarakat tanpa membeda-bedakan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Tetapi dalam kasus ini, dapat dilihat bahwa tidak semua masyarakat Indonesia mengerti apa arti nasionalisme yang sesungguhnya.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, budaya, bahasa, dan juga agama, sehingga diperlukan tingkat toleransi yang tinggi untuk mewujudkan nasionalisme atau cinta tanah air itu sendiri.
Dalam kasus di atas, kita sebagai sesama pemeluk agama seharusnya saling menghargai dan menghormati agama atau kepercayaan orang lain, serta tidak mengusik hak-hak orang lain seperti hak untuk beribadah karena hak tersebut termasuk Hak Asasi Manusia (HAM).
ADVERTISEMENT
Kasus tersebut menjadi contoh nyata bahwa nasionalisme Indonesia dan HAM belum dapat terwujud dengan baik pada era globalisasi saat ini.
Selain itu, penyebaran berita dan informasi yang relatif cepat di era globalisasi saat ini dapat membuat kita dan masyarakat lainnya termakan berita palsu (hoaks) seperti isu rasisme yang nantinya dapat memecah belah bangsa Indonesia dan bertentangan dengan nasionalisme maupun HAM.
Terdapat berbagai macam tantangan-tantangan bagi kita sebagai masyarakat Indonesia untuk mewujudkan nasionalisme dan HAM, di antaranya menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya nasionalisme dan HAM, menciptakan masyarakat yang memiliki tingkat toleransi tinggi, menanamkan perasaan bahwa semua masyarakat itu “sama dan sederajat”, serta menciptakan masyarakat yang saling peduli, saling menghormati, dan saling menghargai.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka:
Miftahuddin, M. (2015). NASIONALISME INDONESIA: NASIONALISME PANCASILA. MOZAIK: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora, 4(1). https://doi.org/10.21831/moz.v4i1.4386
BBC News Indonesia. (2020c, February 11). Pembangunan gereja di Tanjung Balai Karimun ditolak warga meski sudah kantongi IMB, mengapa aksi intoleransi terus terjadi? Diakses 22 November, 2021. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51444700