Konten dari Pengguna

Film Animasi Indonesia: Mulai 2 Dimensi hingga 3 Dimensi

Angel Caroline Simarmata
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
22 Oktober 2024 14:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angel Caroline Simarmata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Si Huma, Battle of Surabaya, Adit Sopo Jarwo the movie. Sumber gambar: Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Si Huma, Battle of Surabaya, Adit Sopo Jarwo the movie. Sumber gambar: Pribadi.
Industri film menjadi salah satu industri kreatif yang memiliki pengaruh besar bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Industri perfilman bukan hanya film bergenre horror, drama, dan lainnya, melainkan industri animasi juga mulai menghasilkan karya film yang mampu bersaing dengan pasar global. Dilihat dari hasil riset Asosiasi Industri Animasi Indonesia (AINAKI), selama lima tahun (2015-2019), industri animasi mengalami peningkatan sebesar 153% dengan rata-rata 26% per tahunnya. Oleh karena itu, kemenparekraf mengungkapkan bahwa industri animasi memiliki potensi yang besar menjadi salah satu subsektor ekonomi kreatif yang akan berkembang pesat pada tahun 2023-2024.
ADVERTISEMENT
Sebelum adanya teknologi yang semakin canggih seperti AI, industri animasi Indonesia masih memproduksi film animasi berbentuk serial yang ditayangkan di televisi. Salah satu contohnya adalah “Si Huma” yang ditayangkan di TVRI. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, industri animasi mampu memproduksi film superhero berjudul “Hebring” (2007) yang pada saat itu mendapatkan penghargaan ASEAN Character Award pada tahun 2014.
Industri animasi Indonesia terus berkembang dengan menciptakan inovasi baru seperti karya dua dimensi. Film “Battle of Surabaya” menjadi film animasi 2 dimensi yang berhasil menjadi Best Animation di Hollywood International Motion Pictures Film Festival 2018. Film ini menjadi tanda keberhasilan karya anak bangsa yang mampu bersaing secara global. Proses produksi film 2 dimensi ini membutuhkan waktu yang cukup panjang. Kepala Humas MSV Pictures, Agung Wijanarko menjelaskan bahwa proses produksi film “Battle of Surabaya” menggunakan sistem drawing manual dengan bantuan alat digital untuk menunjukkan setiap detail agar terlihat lebih menarik.
ADVERTISEMENT
Proses pembuatan film ini melibatkan 180 animator Indonesia, mereka adalah para mahasiswa, dosen, alumnus AMIKOM Yogyakarta, dan juga beberapa animator profesional. Indonesia memiliki banyak animator yang berpotensi tinggi, namun mereka kurang mendapatkan atensi yang baik dari pemerintah maupun perusahaan. Oleh karena itu, banyak animator Indonesia yang lebih tertarik untuk berkarya diluar negeri. Pemberdayaan SDM yang kurang baik ini menjadi salah satu tantangan dalam perkembangan industri animasi di Indonesia.
Namun, tim produksi film “Battle of Surabaya” melihat situasi ini bukan sebagai tantangan melainkan sebagai potensi untuk meningkatkan nilai dari film tersebut. Eksekutif produser Battle of Surabaya, M Suyanto mengungkapkan bahwa pihaknya melibatkan 30 animator Indonesia dari luar negeri yang mempuyai pengalaman serta skill yang dapat dituangkan dalam film ini.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi saat ini merubah karakter animasi menjadi tiga dimensi. Industri animasi Indonesia didominasi oleh tiga dimensi dengan menggunakan komputer. Banyak sekali karya animasi 3 dimensi yang memiliki kualitas yang baik seperti “Adit & Sopo Jarwo”, “Nussa & Rara”, “Riko The Series” dan lainnya. Indonesia sanggup menampilkan sebuah animasi yang sama dengan pixar.
Banyak peluang serta potensi yang dimiliki para animator dalam negeri yang mampu menghasilkan film dengan kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya dorongan pemerintah dalam mendukung industri animasi lokal.
Ditulis oleh: Angel Caroline Simarmata (Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta)