Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Agroekosistem, Sistem Tenurial, dan Pola Adaptasi Ekologis Desa Neglasari
30 Mei 2022 11:48 WIB
Tulisan dari Angele Putri Octavia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Agroekosistem di Indonesia sangat beragam dan setiap agroekosistem tentu saja memiliki sistem kepemilikan dan tata kelola yang berbeda. Salah satu contoh dari agroekosistem adalah lahan pertanian seperti sawah dan kebun, di mana sawah ataupun kebun ditanami oleh beragam komoditas yang tentunya tanaman tersebut ditanami agar dapat dirasakan kebermanfaatannya oleh penggarap ataupun pemilik, baik untuk dijual atau dikonsumsi sendiri. Proses bercocok tanam dengan beragam komoditas tersebut tentu dipengaruhi oleh adanya sistem adaptasi ekologis.
ADVERTISEMENT
Menurut penelitian yang dilakukan (Sumaryanto 2006; Rana dan Rana 2011; Mandal dan Bezbaruah 2013) yang dimuat dalam (Yofa et al. 2020), kondisi ragam agroekosistem akan menentukan besaran pendapatan petani. Petani akan memaksimalkan pendapatannya melalui jumlah produksi. Dalam hal ini kondisi agroekosistem dipengaruhi jenis lahan serta kepemilikan petani terhadap lahan pertanian sehingga semakin sempit luas lahan yang dapat diusahakan petani, maka akan semakin sedikit peluang yang akan diperoleh petani dari hasil produksi. Hal ini kemudian akan turut berpengaruh pada jumlah pendapatan yang diterima petani.
Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2020, Pulau Jawa dihuni oleh 151,59 juta penduduk. Angka tersebut kurang lebih sama dengan 56,10% dari total jumlah penduduk Indonesia (BPS 2020). Desa Neglasari yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu wilayah yang tergolong padat penduduk. Desa Neglasari juga termasuk salah satu desa lingkar kampus sekitar IPB. Meskipun lingkungan ini padat penduduk, tetapi masyarakat tetap memiliki sedikit lahan pekarangan di sekitar rumah mereka dan mayoritas lahan di sana dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan.
ADVERTISEMENT
Secara harfiah istilah tenurial berasal dari kata tenure, dalam bahasa Latin tenere berarti memelihara, memegang, dan memiliki. Maka dari itu, Land tenure dapat diartikan sebagai sesuatu yang dipegang atau sebuah lahan yang dimiliki dan dipelihara dengan tujuan tertentu serta memiliki hak dan kewajiban atas suatu lahan. Dalam land tenure seseorang tidak selalu dapat memiliki hak untuk menggarap suatu lahan namun seseorang bisa memiliki hak atas kepemilikan lahan. FAO (Food and Agriculture Organization) pada tahun 2010 membagi sekumpulan hak tanah menjadi 3 bagian yaitu hak pakai, hak untuk mengontrol, dan hak mentransfer.
Sementara berdasarkan penelitian Galludra (2010) dalam Sylviani dan Hakim (2014) mendefinisikan land tenure sebagai sistem mengenai hak dan kelembagaan yang mengatur dan mengelola akses atas penggunaan lahan. Dari kedua definisi mengenai land tenure di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem tenurial merupakan sistem yang dikelola oleh suatu lembaga dan memiliki hak atas penggunaan lahan, hak atas mengontrol lahan, hak atas menjual lahan, hak atas mengelola dan mengakses suatu lahan.
ADVERTISEMENT
Pengertian dari pola adaptasi adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-istiadat kebudayaan yang ada. Adaptasi ekologi berlangsung terus-menerus dan spesifik ruang dan waktu. Dalam pola adaptasi ekologi terdapat tiga teori yang menjelaskan tentang bagaimana sesungguhnya kebudayaan terbentuk, bertahan dan berkembang.
Saat ini petani di RW 06 Desa Neglasari sebagian besar membudidayakan tanaman kopi atau yang dikenal sebagai petani kopi dan ada juga sebagian kecil petani yang menanam komoditas pangan seperti ubi. Jika ditelisik lebih lanjut, dahulu komoditas yang ditanami oleh petani di RW 06, Desa Neglasari adalah padi. Namun, sejak tahun 2007 komoditas yang ditanami mulai berubah sehingga saat ini didominasi oleh tanaman hortikultura dan palawija seperti jambu kristal, kopi, tebu, dan umbi-umbian.
ADVERTISEMENT
Kondisi lahan agroekosistem di RW 06 Desa Neglasari pada awalnya sangat mendukung untuk ditanami padi karena selain lahannya yang memang subur, saat itu masih terdapat saluran irigasi, di mana penyaluran air irigasi mengalir langsung dari bendungan yang kemudian dimanfaatkan oleh para petani untuk mengairi sawah mereka. Namun, sejak tahun 2007 kondisi agroekosistem di Desa Neglasari mengalami perubahan karena tersumbatnya bendungan yang ada di desa tersebut sehingga saluran irigasi untuk mengairi lahan pertanian pun ikut tersumbat.
Salah satu dampak dari adanya perubahan kondisi agroekosistem di desa tersebut adalah petani harus beradaptasi dengan kondisi yang baru. Para petani akhirnya mengubah lahan pertanian mereka yang semula merupakan lahan persawahan menjadi lahan perkebunan dengan hanya memanfaatkan air hujan.
ADVERTISEMENT
Sejak masa prasejarah, pola adaptasi manusia terhadap lingkungannya mewujudkan pola-pola tertentu yang sangat terkait dengan strategi subsistensi manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Pola adaptasi manusia terhadap lingkungan alamnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan teknologi yang dimiliki. Pada masa prasejarah manusia cenderung untuk memanfaatkan dan melakukan strategi subsistensinya pada tempat-tempat yang dekat dengan danau, rawa, dan aliran sungai. Meskipun lingkungan merupakan salah satu faktor yang dominan yang mempengaruhi pola adaptasi pada masa prasejarah. Namun, seiring meningkatnya pengetahuan dan teknologi yang dimiliki, tidak bisa dipungkiri bahwa disamping faktor utama dari lingkungan dan alam, faktor ekonomi dan politik juga sangat berpengaruh terhadap pola adaptasi manusia.
Jumlah penduduk Jawa yang padat dapat berkaitan dengan sistem kepemilikan lahan pertanian karena semakin tingginya jumlah penduduk di suatu wilayah mengartikan bahwa semakin tingginya persaingan terhadap kepemilikan lahan. Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan Kelompok Tani Mukti Tani diketahui bahwa lahan yang terdapat di RW 06, Desa Neglasari terbagi menjadi dua, yakni sebesar 70% lahan di sana merupakan kepemilikan pribadi dan sebesar 30% merupakan lahan sewa menyewa. Salah satu informan, yaitu Pak Amay memiliki lahan pribadi seluas 3000m2 dan juga menyewa lahan seluas 1,3 ha untuk memenuhi kebutuhan pertaniannya.
ADVERTISEMENT
Desa Neglasari sendiri tidak memiliki aturan adat tentang sistem pola tanam sehingga petani dibebaskan untuk melakukan sistem pola tanam sesuai dengan aturan kepemilikan lahan yang dimiliki. Adapun perubahan komoditas tanam yang dilakukan di RW 06, Desa Neglasari, yaitu dengan mengikuti perubahan musim. Petani di sana tidak mematok atau menentukan secara rigid jenis tanaman apa saja yang harus ditanam di musim-musim tertentu. Namun, petani di sana melakukan perubahan komoditas tanaman dengan menyesuaikan musim serta peluang mereka dalam memasarkan hasil komoditas perkebunannya. Singkatnya mereka menyesuaikan dengan harga pasar.
Selain itu, pola adaptasi teknologi yang dianut di sana masih rendah karena keterbatasan biaya yang menyebabkan mereka masih menggunakan sistem pertanian konvensional seperti menggunakan cangkul dan tenaga buruh tani. Meskipun sistem pertanian yang diterapkan di sana masih menggunakan sistem konvensional, tetapi petani di sana sudah menerapkan penjualan mereka dengan bantuan kecanggihan teknologi internet seperti mendistribusikan hasil pertanian mereka melalui e-commerce, yakni Sayur Box dan Tani Hub.
ADVERTISEMENT
Dalam hal penjualan hasil produk pertanian, Ketua Kelompok Tani Mukti Tani mengaku bahwa adanya pandemi Covid-19, menyebabkan ia mengalami penurunan pendapatan sebesar 60%. Pada awal masa pandemi, yakni tahun 2020, ia masih mendapatkan untung dari hasil produksinya. Namun, ketika tahun 2021 hingga saat ini pendapatannya semakin menurun.
“Dulu awal-awal 2019, awal-awal covid itu masih untung. Satu saat-saat terjadi covid itu harga jambu melambung lah harganya pindah harga, bukan naik ya pindah harga. Jambu merah tuh dulu harga 5000 terus datang covid jadi harga 10000 gitu kayak jambu kristal yang awalnya 10000 menjadi 15000. Bagus banget lah harga sampe bertahan di tahun 2020 pertengahan. Tapi makin ke sini ya tidak berpengaruh ya efeknya ke konsumen lumayan sepi gitu. Bahkan pendapatan sekarang itu cuma cukup buat bayar upah buruh tani, nggak ada untung sama sekali. Kadang-kadang malah saya yang nombokin pake uang pribadi”, pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sumber pustaka:
Badan Pusat Statistik. 2020. Berita Resmi Statistik Hasil Sensus Penduduk 2020. https://papua.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/336/indeks-pembangunan-manusia-provinsi-papua-tahun-2017.html.
Ekosistem. 2015. KBBI Daring. Diakses pada 20 April 2022, Terdapat pada: https://kbbi.co.id/arti-kata/ekosistem
Euriga E. 2018. Adopsi sistem pertanian berkelanjutan (Kasus petani sayuran dan buah Desa Neglasari, Dramaga, Bogor). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian; 25 (1).
FAO. 2010. Land Tenure Definitions http://www.fao.org/DOCREP/005/Y4307E/y4307e08.htm#TopofPage. [Diakses pada tanggal 22 April 2022].
Javlec Indonesia. Agroekosistem Cepat: Sebuah Catatan Untuk Proses Produksi Di Dataran Tinggi. Terdapat pada: https://javlec.org/agroekosistem-cepat-sebuah-catatan-untuk-proses-produksi-di-datarantinggi/
Neli Parwati, Melina Rahmawati, Shiotang Adhitia Uca dkk. . 2013. BENTUK MASYARAKAT DAN POLA ADAPTASI EKOLOGI. Dari UnIversitas Jambi. https://melinarahmaw15.wordpress.com/bahan-kuliah/sosilogi-pedesaan-dan-pertanian/bentuk-masyarakat-dan-pola-adaptasi-ekologi/ [Tanggal Akses : 21 April 2022]
Pola Adaptasi Sosial. Diakses pada 21 April 2022 dari https://www.psychologymania.com/2013/05/pola-adaptasi-sosial.html#:~:text=Dari%20definisi%20tersebut%20diatas%2C%20pola,adat%2D%20istiadat%20kebudayaan%20yang%20ada.
ADVERTISEMENT
Prasanti D. 2018. Penggunaan Media Komunikasi Bagi Remaja Perempuan Dalam Pencarian Informasi Kesehatan. Jurnal Lontar; 6(1)
Suharti S, Darusman D, Nugroho B, Sundawati L. 2016. Kelembagaan dan Perubahan Hak Akses Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Sinjai Timur, Sulawesi Selatan. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan 165-175.
Sumaryanto. 2012. STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM. https://media.neliti.com/media/publications/69484-ID-strategi-peningkatan-kapasitas-adaptasi.pdf [Tanggal Akses : 21 April 2022 ]
Suyana J. 2013. Studi Keragaman Agroekosistem Untuk Pengembangan Potensi Pertanian Di Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah Dan Agroklimatologi. 5(2):83-94. Terdapat pada: https://jurnal.fp.uns.ac.id/index.php/tanah/article/view/69.
Sylviani, Hakim I. 2014. Analisis Tenurial dalam Pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH): Studi Kasus KPH Gedong Wani, Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 11(4):309-322. https://www.neliti.com/publications/29125/analisis-tenurial-dalam-pengembangan-kesatuan-pengelolaan-hutan-kph-studi-kasus#cite. [Diakses pada tanggal 22 April 2022].
ADVERTISEMENT
Yofa RD, Syaukat Y, Sumaryanto. 2020. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pilihan Petani Atas Pola Tanam di Agroekosistem Lahan Kering. Jurnal Agro Ekonomi; 38 (1). Tersedia pada: http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jae/article/view/11279. [Diakses pada tanggal 10Mei 2022].