Konten dari Pengguna

Hak Tolak Wartawan, Bukti Nyata Perlindungan Hukum?

Angel Vibra Karamoy
Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Andalas
9 Oktober 2022 17:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angel Vibra Karamoy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hak Tolak Wartawan, Bukti Nyata Perlindungan Hukum? Foto: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Hak Tolak Wartawan, Bukti Nyata Perlindungan Hukum? Foto: pexels.com
ADVERTISEMENT

Hak tolak wartawan merupakan hak untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.

Pada November 2018 lalu, ada satu kasus yang cukup menarik perhatian publik. Adalah kasus Citra Maudy, anggota Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung Universitas Gadjah Mada yang menerbitkan artikel 'Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan'. Tulisan ini memaparkan informasi berupa dugaan pemerkosaan seorang mahasiswi UGM saat KKN di Pulau Seram, Maluku, pada tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Siapa sangka, artikel yang ditulis Citra berhasil memantik atensi banyak pihak. Dirinya kemudian mendapat panggilan dari pihak kepolisian untuk dimintai keterangan dan diperiksa sebagai saksi. Pada saat inilah, Citra menggunakan hak tolak wartawan untuk tidak mengungkapkan dan memilih untuk melindungi identitas korban.
Serupa tapi tak sama, ada kasus dugaan pengaturan skor sepak bola oleh Mata Najwa. Kasus yang sempat menghebohkan karena tindakan Mata Najwa untuk menggunakan hak tolak demi melindungi identitas Mr.Y yang kemudian memancing respon luar biasa dari PSSI.
Diketahui Mata Najwa mempunyai data orang yang diduga merusak dan mengaku sebagai pengatur pertandingan. PSSI lalu menuding Mata Najwa melindungi mafia bola karena tidak memberikan nama wasit yang membongkar praktik dugaan manipulasi skor tersebut. Padahal faktanya, Mata Najwa menggunakan hak tolak untuk menyembunyikan identitas narasumber karena adanya Kode Etik Jurnalistik.
ADVERTISEMENT
Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 10 UU Pers dan diperkuat dengan Pasal 4 ayat 4 UU Pers mengenai hak tolak. Hak tolak diberikan kepada wartawan untuk kebebasan tidak memberikan informasi terkait sumber berita. Tujuan utama hak tolak yaitu membantu wartawan melindungi sumber informasi dengan menolak dan tidak menyebutkan identitas dari sumber informasi tersebut.
Hak tolak dapat digunakan dalam penyidikan dan atau di pengadilan. Dengan kata lain, wartawan dapat menggunakan hak tolak ketika dimintai keterangan oleh tim penyidik dan atau dimintai sebagai saksi di pengadilan. Meskipun demikian, penggunaan hak tolak juga memiliki beberapa persyaratan dimana penggunaannya dibatasi oleh kepentingan filosofis, jiwa, dan isi kode etik jurnalistik serta Undang-Undang Pers. Tidak hanya bersyarat, hak tolak juga dapat gugur atau dibatalkan dengan alasan tertentu. Berdasarkan Pasal 4 UU No. 40 Tahun 1999, hak tolak dari segi hukum atau yuridis dinyatakan bersifat absolut. Hak tolak dapat dibatalkan dengan beberapa alasan, demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum atas pernyataan pengadilan.
ADVERTISEMENT
Mengatasi persoalan pembatalan hak tolak, terdapat majelis hakim yang dibentuk khusus dan terpisah dari yang mengadili perkara utama. Majelis hakim ini yang memeriksa apakah hak tolak akan dibatalkan atau tidak. Ketika hak tolak dibatalkan, terdapat dua pilihan bagi wartawan yang bersangkutan.
Pertama, meminta adanya sidang yang tertutup untuk umum. Majelis hakim dapat mengetahui narasumber sesuai dengan proses hukum yang berlaku, tetapi masyarakat umum tidak dapat mengetahuinya.
Kedua, dapat menolak mengungkapkan identitas narasumber, tetapi wartawan atau pers bersangkutan yang akan menerima sanksi hukum.
Mayoritas pers lebih dominan pada pilihan kedua dengan alasan moral, lebih baik merugikan diri sendiri daripada merugikan orang lain yang telah membantu memberikan informasi kepada mereka.
Adanya pilihan kedua yang demikian membela dan membantu narasumber, seolah menjadi bukti atas penegakan hukum yang nyata. Sebuah hak yang membuka ruang bagi mereka untuk bersuara dengan data yang benar dan informasi yang valid. Tanpa rasa takut untuk diketahui identitasnya. Mencerminkan bagaimana setiap warga negara memiliki hak untuk melindungi dan dilindungi. Bukankah hal yang demikian telah menjadi bukti nyata atas perlindungan hukum di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Penulis :
Angel Vibra Karamoy, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas.