Bisakah Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai ?

Angelina Iskandar saputri
Angelina Iskandar Saputri mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
6 Januari 2021 20:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angelina Iskandar saputri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sengkketa internasional yang diselesaikan secara damai
indonesia dan perdamaian dunia
Angelina Iskandar Saputri (Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia)
ADVERTISEMENT
Dalam hubungan internasional, sengketa adalah suatu hal yang tidak bisa dielakkan. Sebagaimana halnya dengan manusia, negara sering kali menginginkan sesuatu, tetapi keadaannya tidak memungkinkan atau klaimnya tidak kompatibel. Akibatnya, negara-negara ini berkompromi, mengubah posisinya, dan mengerahkan sumber dayanya hingga ditemukan suatu keadaan yang memuaskan semua pihak. Sehingga, sengketa hendaknya diterima sebagai sebuah konsep yang wajar dalam hubungan internasional. permasalahannya adalah apa yang perlu dilakukan terkait sengketa tersebut?
Perjanjian internasional seringkali menciptakan berbagai sengketa, baik tentang interpretasi maupun tentang pelaksanaannya (Antony,2000). Apabila arti dari suatu ketentuan sudah jelas, maka tidak akan timbul masalah. Namun, ketika artinya tidak jelas, maka akan timbul permasalahan interpretasi. Di sinilah sengketa sering terjadi. Tidak hanya itu, begitu suatu ketentuan atau interpretasinya sudah disepakati, masih mungkin timbul sengketa tentang pelaksanaannya.
ADVERTISEMENT
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa pasal 2 ayat (3) UN Charter bahwa seluruh anggota harus menyelesaikan persengketaan internasional dengan jalan damai dan menggunakan cara- cara sedemikian rupaa agar perdamaian dan keamanan internasional, serta keadilan tidak terancam. Mekanisme yang paling sering digunkan untuk menyelesaikan masalah persengketaan dengan cara negoisasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan penyelesaian yudisial. Secara umum mekanisme penyelesaian secara umum dapat dibagi menjadi penyelesaian mengikat dan penyelesaian sukarela hal ini dibedakan dari sifat mengikat atau tidaknya hasil dari penyelesaian masalah tersebut, akan tetapi bukan berarti para pihak yang menyelesaikan sengketa secara sukarela tidak terikat dengan hasilnya dan bukan berarti pula hasil penyelesaian berdasarkan kewajiban selalu mengikat keduanya tergantung pada kesepakatan yang telah di setujui.
ADVERTISEMENT
Dalam penyelesaian sukarela dari berbagai macam mekanisme penyelesaian sengketa, negosiasi adalah mekanisme yang paling pertama disebutkan dalam Pasal 33 UN Charter. Hal ini dikarenakan oleh fakta bahwa negosiasi adalah cara prinsipil dalam menangani penyelesaian sengketa internasional. Dalam sejarah penyelesaian sengketa internasional, negosiasi lebih sering digunakan daripada seluruh mekanisme lain(J.G, 2011). Negosiasi biasanya adalah cara pertama yang ditempuh dalam menyelesaikan sengketa, karena prosedur negoisasi sangat fleksibel dan tahap tahapnya ditentukan sendiri oleh para pihak. Namun, beberapa perjanjian internasional mengatur limitasi waktu untuk bernegosiasi. Negosiasi dapat dilakukan oleh perwakilan diplomatik atau perwakilan departemen pemerintah yang berkaitan dengan sengketa, misalnya antara Menteri Perdagangan dalam sengketa tentang perjanjian komersial atau antara Menteri Pertahanan dalam sengketa tentang perjanjian pengadaan senjata. Ketika negosiasi berhasil, penting bagi para pihak untuk mencatat hal-hal yang mereka sepakati. Kesepakatan ini bisa berupa amandemen suatu perjanjian atau pernyataan publik. Jika para pihak tidak menghendaki adanya publikasi, mereka bisa mencatat kesepakatannya dalam MOU yang tidak dipublikasikan (Antony,2000).
ADVERTISEMENT
Namun jika sengketa tidak dapat diselesaikan secara negoisasi pihak ketiga bisa diundang untuk membantu. Berhasil atau tidaknya bergantung pada banyak faktor. Salah satunya adalah tingkat kerjasama antara para pihak. Tidak semua perjanjian mengatur perihal penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga sehingga para pihak perlu menegosiasikan suatu kesepakatan tentang hal ini.
Selain dengan cara penyelesaian secara sukarela (negoisasi), juga ada penyelesaian dengan cara putusan mengikat penyelesaian sengketa dengan putusan yang mengikat membutuhkan persetujuan dari para pihak, baik sebelum atau setelah dimulainya suatu sengketa. Sehingga, dua karakteristik penting dari penyelesaian sengketa dengan putusan mengikat adalah (i) kesepakatan untuk menyerahkan sengketa pada pihak ketiga dan (ii) putusan dari pihak ketiga ini mengikat para pihak. Arbitrase, sebagai salah stau cara penyelesaian sengketa, sering digunakan dalam hubungan dagang internasional. Hal ini, menurut Rajagukguk, disebabkan karena beberapa alasan. Pertama, pada umumnya pihak asing kurang mengenal sistem tata negara lain. Kedua, adanya keraguan akan sikap objektivitas Pengadilan setempat dalam memeriksa dan memutus pekara yang di dalamnya terdapat unsur asing. Ketiga, pihak asing masih ragu akan kualitas dan kemampuan pengadilan negara berkembang dalam memeriksa dan memutus perkara yang berskala perdagangan internasional dan alih teknologi. Keempat, timbulnya dugaan dan kesan, penyelesaian sengketa melalui jalur formal badan peradilan memakan waktu yang lama (Harahap, 1991).
ADVERTISEMENT
Selian dengan arbitrase juga dapat menyelesaikan sengketa dengan yudisal Penyelesaian jenis ini merupakan perkembangan dari arbitrase. Tribunal yang dimaksud dapat berupa tribunal yang memiliki yurisdiksi umum (general jurisdiction) seperti International Court of Justice (ICJ) atau yurisdiksi khusus seperti International Tribunals for the Law of the Sea (ITLOS) (J.G,2001).
Contoh sengketa internasional serta penyelesaiannya seperti dalam kasus Sengketa Indonesia dengan Malaysia mengenai kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia mencuat pada tahun 1967. Dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama memasukkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke dalam batas- batas wilayahnya.Kedua pemerintah akhirnya sepakat membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional. Pada akhirnya hakim memutuskan bahwa pulau tersebut menjadi milik Malaysia, dengan pertimbangan bahwa pemerintah Malaysia telah melaksanakan tindakan nyata terhadap pulau tersebut secara terus-menerus.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa mekanisme yang disebutkan sebelumnya, dapat dilakukan klasifikasi berdasarkan kekuatan mengikat dari hasil penyelesaian sengketa. Negosiasi, pencarian fakta, mediasi, dan jasa-jasa baik, dan konsiliasi merupakan mekanisme penyelesaian dengan hasil yang tidak mengikat para pihak. Kemudian, keputusan yang diambil dari proses konsiliasi, arbitrasi, dan penyelesaian yudisial merupakan keputusan yang mengikat para pihak. Namun klasifikasi ini tidaklah mutlak, dalam arti bahwa mengikat atau tidaknya hasil penyelesaian sengketa tergantung pada kesepakatan para pihak.