Konten dari Pengguna

Hoax: Mengurai Benang Kusut Melalui Teknologi, Psikologi, dan Literasi Media

Angelina Bona
Mahasiswa di Universitas Kristen Indonesia
8 Desember 2024 0:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angelina Bona tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hoax dalam Era Digital (Sumber: Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Hoax dalam Era Digital (Sumber: Freepik)
ADVERTISEMENT
Mengapa berita hoax sangat cepat menyebar? Bagaimana bisa sebuah kebohongan menyebar dalam sekejab melalui ruang digital?
ADVERTISEMENT
Banyaknya kabar tidak benar atau hoax yang beredar di media massa telah memakan banyak sekali korban, penyebaran ini bukan lagi sekadar masalah kecil di era digital seperti saat ini, tetapi sudah menjadi tantangan besar dan wabah yang meresap di setiap sudut masyarakat. Masyarakat yang multikultural kini semakin rawan terjebak hoax, yang sering digunakan untuk memecah belah keharmonisan sosial. Banyak sekali faktor yang memengaruhinya, contohnya adalah media sosial. Dengan media sosial, berita sangat mudah disebarluaskan. Selain itu, masih banyak faktor yang turut serta mempengaruhi penyebaran hoax ini, salah satunya faktor psikologi seperti efek framing, di mana orang lebih mudah menerima berita yang disampaikan dengan sensasional dan dramatis. Oleh karena itu, literasi media sosial menjadi kunci agar masalah ini tidak berkembang lebih jauh.
ADVERTISEMENT
Media Sosial, Wadah Bagi Penyebaran Hoax
Media sosial, dengan segala kemudahannya mampu menyebarkan berita hoax dengan kecepatan luar biasa dan memengaruhi cara kita memandang dunia. Indonesia sendiri menjadi negara dengan pengguna media sosial yang banyak, seperti yang dikemukakan oleh Data Reportal, Indonesia memiliki 139,0 juta pengguna media sosial pada Januari 2024, setara dengan 49,9 persen dari total populasi. Dengan pengguna sebanyak ini, hoax menyebar dengan sangat cepat di Indonesia sebab media sosial dapat menjadi wadah bagi penyebaran informasi yang belum dapat dipastikan kebenarannya termasuk informasi yang berpotensi menjadi berita palsu. Algoritma berperan dalam hal ini, banyaknya konten yang menjadi viral dipengaruhi oleh algoritma dan dapat mencapai ribuan bahkan jutaan penonton dalam waktu kilat, ada pula pengaruh clickbait pada judul yang membuat berita tersebut mendapat lebih banyak perhatian sementara berita yang benar justru terabaikan. Media sosial memainkan peran besar dalam penyebaran hoax dan kini menjadi saluran utama bagi penyebaran berita tidak akurat.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa peran psikologi dalam hal ini?
Psikologi tentunya berperan cukup besar dalam penyebaran berita hoax, contohnya efek framing yang tadi sudah kita sebutkan. Selain efek framing, ada beberapa faktor psikologis lain yang turut mendorong penyebaran hoax, seperti efek Bandwagon yang terjadi ketika seseorang mengikuti apa yang dilakukan orang banyak, tanpa melihat berita tersebut palsu atau asli. Illusory Truth Effect, di mana semakin sering seseorang melihat informasi tertentu, semakin besar kemungkinan orang tersebut untuk mempercayainya, meskipun informasinya masih abu-abu. Selain itu, fenomena social proof atau bukti sosial, di mana orang lebih sering mempercayai informasi karena banyak yang membagikannya, juga turut memperkeruh masalah ini. Dalam artikel yang ditulis oleh Pennycook, G.,
ADVERTISEMENT
dan Rand, D. G. (2018) mengatakan bahwa hoax lebih menarik perhatian karena sering ditampilkan dengan cara yang lebih sensasional dan dramatis, membuat banyak orang tertarik membagikan beritanya.
Literasi Media sebagai Benteng Pertahanan dalam Memerangi Penyebaran Hoax
Salah satu alasan mengapa hoax bisa dengan mudahnya menyebar adalah karena kurangnya minat literasi pada masyarakat. Menurut data dari UNESCO, Masyarakat Indonesia sendiri yang gemar membaca hanya sepersepuluh dari total jumlah penduduknya. Sementara itu, merujuk pada data yang dirilis oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO), selama periode Agustus 2018 hingga Desember 2023, tercatat setidaknya ada 12.547 kabar palsu yang beredar, menyusup ke setiap lapisan informasi. Maka dari itu, sangat penting untuk literasi media semakin ditingkatkan agar masyarakat memiliki kesadaran terhadap masalah yang sudah sangat serius ini, memiliki pemikiran yang lebih kritis dalam memilah informasi, dan memiliki pemahaman terhadap peran teknologi dalam mendeteksi serta mencegah penyebaran hoax. Literasi media tidak hanya membantu kita menghindari hoax, tetapi juga membangun kesadaran akan dampaknya, sehingga kita dapat meminimalisir penyebaran berita palsu yang berpotensi merusak keharmonisan sosial.
ADVERTISEMENT