Sudan di Ambang Genosida: Tanggung Jawab Hukum Internasional untuk Bertindak

Angga Gunawan
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas AMIKOM Yogyakarta
Konten dari Pengguna
17 Juni 2024 10:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angga Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: canva.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sudan saat ini menghadapi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk, dengan beberapa wilayah mendekati level genosida. Konflik berkepanjangan, termasuk perang saudara di Darfur, telah mengakibatkan ratusan ribu kematian dan jutaan pengungsi. Situasi ini menuntut aksi segera dari penyelenggara hukum internasional untuk mencegah lebih banyak korban dan memastikan keadilan bagi para korban.
ADVERTISEMENT
Krisis Sudan: Tinjauan Singkat
Konflik di Sudan merupakan salah satu konflik terbesar di Afrika dari segi durasi dan dampaknya. Perang saudara pertama dimulai pada tahun 1955 dan berlangsung hingga 1972, sementara perang saudara kedua berlangsung dari 1983 hingga saat ini. Konflik ini masih terus berlanjut tanpa tanda-tanda penyelesaian. Beberapa kelompok utama yang terlibat dalam konflik adalah Pemerintah Sudan, Gerakan Pembebasan Sudan (SLM), Gerakan Keadilan dan Kesetaraan (JEM), Pasukan Dukungan Cepat (RSF), Tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA), dan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Dalam Oposisi (SPLA-IO).
Dampak kemanusiaan dari konflik ini sangat serius, dengan ribuan penduduk sipil tewas, penculikan, serta jutaan orang mengalami penggusuran dan kehilangan tempat tinggal. PBB melaporkan setidaknya 50.000 orang telah terbunuh selama konflik berlangsung, sementara 1,2 juta orang berada pada risiko kelaparan. Konflik ini melibatkan pemerintah Sudan, kelompok pemberontak, dan berbagai kelompok etnis yang sering menjadi sasaran kekerasan sistematis dan brutal. Perlakuan ini mencapai tingkat kekerasan yang dapat diklasifikasikan sebagai genosida, dengan kelompok etnis tertentu diidentifikasi sebagai target utama.
ADVERTISEMENT
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Kamis (13/6/2024) mengeluarkan resolusi yang menyerukan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter Sudan untuk menghentikan pengepungan kota el-Fasher dan segera mengakhiri kekerasan di sana. Resolusi yang dirancang oleh Inggris ini disetujui dengan hasil pemungutan suara 14-0, dengan Rusia abstain. Dilansir DW, anggota DK PBB menyatakan keprihatinan mendalam atas meluasnya kekerasan dan laporan-laporan tentang kekerasan bermotif etnis yang dilakukan oleh pasukan RSF di el-Fasher. Kota ini merupakan kota besar terakhir di wilayah Darfur barat yang belum dikuasai oleh RSF.
Peran Hukum Internasional: Tantangan dan Perlunya Aksi
Hukum internasional mencakup berbagai aspek, termasuk hukum perang (hukum humaniter internasional), hukum pengungsi, hukum laut, hukum lingkungan, hukum perdagangan internasional, hukum investasi internasional, hukum hak asasi manusia, hukum diplomatik, dan lain-lain. Selain itu, terdapat juga prinsip-prinsip umum seperti kedaulatan negara, tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri, dan larangan penggunaan kekuatan yang melanggar kedaulatan negara lain.
ADVERTISEMENT
Hukum internasional memiliki peran yang krusial dalam mencegah dan menindak kejahatan perang. Konflik bersenjata non-internasional seperti yang terjadi di Sudan dapat dianalisis pada Konvensi Jenewa IV 1949 beserta Protokol Tambahan II dan Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan. Pada Konvensi Jenewa IV 1949, terdapat pengaturan umum tentang perlindungan penduduk sipil yaitu dalam Pasal 27-39, dan 47, 48, 50, 55, dan 58. Substansi ini turut diatur dalam Pasal 7, 13, 14, dan 17 Protokol Tambahan II 1977. Sedangkan di dalam Hukum Kebiasaan Internasional Humaniter juga ditegaskan mengenai perlindungan warga sipil yaitu dalam aturan 1, 2, 5-7, 9, 10, 12, 13, 20-24, 33-35, 42, 53-55, 70-84, 86-105, dan 131.
Tantangan Implementasi
Meskipun instrumen hukum internasional ada, implementasinya sering kali menghadapi tantangan. Negara-negara sering menggunakan kedaulatan nasional sebagai alasan untuk menolak campur tangan eksternal, sementara politik global dan keterbatasan sumber daya sering mempengaruhi kemampuan organisasi internasional seperti PBB dan ICC untuk bertindak.
ADVERTISEMENT
Aksi yang Diperlukan
• Peran PBB: Komunitas internasional, dengan aksi koordinasi yang kuat, harus meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Sudan untuk menegakkan hukum dan menghentikan kekerasan terhadap kelompok-kelompok etnis. Dewan Keamanan PBB dapat memainkan peran penting dengan mengadopsi resolusi yang menuntut penghentian kekerasan dan memberikan dukungan terhadap penugasan pasukan perdamaian.
• Peran ICC: Mahkamah Pidana Internasional (ICC) memiliki yurisdiksi untuk mengadili individu yang diduga melakukan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang di Sudan. ICC harus terus bekerja secara independen dan tidak memihak untuk memastikan pertanggungjawaban yang adil bagi para pelaku kejahatan.
Selain tindakan hukum, upaya diplomatik dan mediasi perlu diperkuat untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan di Sudan. Dialog politik yang inklusif antara semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah Sudan, kelompok pemberontak, dan komunitas internasional, harus didorong untuk mencapai solusi komprehensif yang mengakhiri konflik.
ADVERTISEMENT
Krisis Sudan bukan hanya masalah internal, tetapi juga permasalahan global yang memerlukan respons segera dan tegas dari komunitas internasional. Mendesak penyelenggara hukum internasional untuk bertindak menghadapi ancaman genosida adalah langkah penting untuk menghentikan kekerasan, melindungi korban, dan memastikan bahwa keadilan dan perdamaian dapat ditegakkan di Sudan. Hanya dengan aksi bersama dan komitmen yang kuat, kita dapat memastikan bahwa tragedi kemanusiaan semacam ini tidak terulang di masa depan.