Perkembangan Teori Pembentukan Bumi

Angga Jati Widiatama
Earthstoryteller, Dosen Teknik Geologi Institut Teknologi Sumatera
Konten dari Pengguna
3 April 2020 9:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angga Jati Widiatama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bumi. Foto: NASA
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bumi. Foto: NASA
ADVERTISEMENT
Teori pembentukan bumi telah melewati jalan yang panjang dan waktu yang lama sehingga mencapai titik di mana sekarang dikenal dengan teori Tektonik Lempeng. Jika kita melihat jauh ke belakang maka akan terlihat jejak perkembangan teori yang cukup menarik. Pada masa Yunani Kuno, manusia percaya bahwa bumi merupakan pusat alam semesta berbentuk piring yang ujungnya berupa air terjun, beralaskan neraka dan dinaungi oleh surga. Bahkan ada juga yang mitologi bahwa dunia berada diatas cangkang kura-kura. Kesuksesan Ferdinand Magellan mengelilingi bumi dari Spanyol ke Amerika Selatan-Pasifik kembali ke Spanyol melalui Tanjung Harapan Afrika Selatan pada 1519-1521 membuktikan bahwa bumi memang bulat, mematahkan berbagai teori bumi yang telah berkembang saat itu
Gambar 1. Konsep bumi pada awal awal masa manusia (sumber: N.F. Gier-Three Story Universe)
Perkembangan ilmu pengetahuan mengarah menuju pembaharuan konsep pembentukan bumi yang kemudian berkembang ‘Teori Geosinklin’ atau disebut ‘fixist’ (1800-an) Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan bumi bersifat tetap (fix) dan pembentukan muka bumi/topografi lebih dipengaruhi gaya vertikal yang berasal dari dalam bumi sehingga setiap pembentukan gunung akan selalu diikuti oleh pembentukan lautan sebagai hubungan sebab-akibat
ADVERTISEMENT
Teori Apungan Benua (Continental drift) diperkenalkan ahli peneliti geofisika dan meteorologi Jerman, Alfred Wegener yang publikasikan pertama pada 1912 yang merujuk pada penelitian yang mengindikasikan kesamaan garis pantai barat Afrika dengan garis pantai timur Amerika Selatan, kesamaan endapan batuan dan paleontologi/fauna purba. Teori Apungan Benua (Lempeng Tektonik) awalnya ditentang oleh sebagian besar komunitas ilmu pengetahuan karena belum bisa menjelaskan mekanisme bagaimana lempeng terbentuk, bergerak, dan berinteraksi
Gambar: Ilustrasi teori geosinklin vs apungan benua (sumber @Blazesykd)
Pada tahun 1920-an perkembangan ilmu geofisika khususnya seismologi mencatat terdapat pola gempa yang intensif dan spesifik berada pada palung laut dan pematang tengah laut mampu memberikan pola zonasi gempa yang menerus, hal ini selanjutnya disebut sebagai Zona Wadati-Benioff. Pemetaan dasar laut yang dilakukan pada ekspedisi Atlantis pada 1947 menunjukkan bahwa dasar laut memiliki morfologi yang beragam dari palung, dataran, hingga pematang (ridge)
Gambar permukaan dasar samudra (Sumber: Ensiklopedia Britannica)
Pada tahun 1960 Harry Hess dan Robert Dietz mempublikasikan tentang pemekaran lantai samudra (sea floor spreading) yang menunjukkan kelahiran lempeng baru yang berlangsung terus menerus dan terjadi sepanjang pematang (ridge). Mekanisme penggerak lempeng tektonik sendiri salah satunya disebabkan oleh arus konveksi yang terjadi pada lapisan mantle bumi yang tersusun atas batuan pijar yang bergerak akibat pemanasan inti bumi yang salah satu produknya adalah pembentukan pematang (ridge). Ide ini sebenarnya telah dicetuskan pada tahun 1930-an oleh Arthur Holmes yang mendukung teori Alfred Wagener namun saat itu bukti pendukung teori ini belum bisa di tunjukkan akibat keterbatasan teknologi yang ada.
ADVERTISEMENT
Dengan Adanya Seismik Tomografi, ilmuwan dapat mengamati pola pergerakan mantle bumi dapat terlihat dari model perbedaan densitas batuan. Saat ini, teori ini merupakan yang paling mendekati dan mampu menjelaskan berbagai fenomena kebumian yang terjadi.