Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ada Prabowo dan Tommy Soeharto dalam Laporan 'Paradise Papers'
6 November 2017 9:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Angga Sukmawijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dokumen keuangan para pesohor dunia yang diungkap International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) dalam laporan yang dinamakan 'Paradise Papers' menyebut berbagai tokoh politik dan kalangan elite. Indonesia, merupakan salah satu negara yang disebut dalam laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari ICIJ.org, adalah Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto dan Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek yang merupakan anak dari penguasa Orde Baru, Soeharto, tertulis dalam laporan itu. Dalam laporan tersebut, mereka disebut berinvestasi di surga pajak atau tax haven.
Tak hanya itu, bekas menantu Soeharto yang juga merupakan calon Presiden RI pada Pemilu 2014 lalu, Prabowo Subianto, juga disebut memiliki perusahaan di kawasan surga pajak.
Tommy Suharto, yang saat ini memimpin Grup Humpuss, dilaporan merupakan direktur dan ketua dewan Asia Market Investments Ltd., sebuah perusahaan yang terdaftar di Bermuda pada tahun 1997 dan ditutup pada tahun 2000.
Database klien Appleby mencantumkan alamat yang sama untuk Asia Market Investments dan V'Power Corp., sebuah perusahaan yang terdaftar di Bahama dan dimiliki oleh Tommy Suharto yang memegang saham di perusahaan mobil sport mewah Italia Lamborghini, menurut sebuah arsip Securities and Exchange Commission .
ADVERTISEMENT
Data Appleby juga mencakup informasi tentang perusahaan patungan Bermuda dari anak perusahaan Humpuss dan NLD, sebuah perusahaan periklanan billboard Australia.
Menurut laporan lokal pada 1997, perusahaan patungan tersebut memberi Tommy Soeharto dan mitra Australianya konsesi bisnis periklanan di negara bagian Victoria, Filipina, Malaysia, Myanmar dan China. Perusahaan ini ditutup di Bermuda pada tahun 2003 dan dicatat oleh Appleby sebagai "debitur buruk".
Sementara Mamiek adalah wakil presiden Golden Spike Pasiriaman Ltd dan pemilik saham serta Golden Spike South Sumatra Ltd bersama Maher Algadri, seorang eksekutif bisnis di Kodel Group, salah satu konglomerat terbesar di Indonesia di era Soeharto. Kedua perusahaan tersebut terdaftar di Bermuda pada 1990-an dan sekarang ditutup.
Baik Tommy dan Mamiek Soeharto belum menanggapi permintaan komentar dari ICIJ dan mitra media Indonesia TEMPO, terkait laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sementara Prabowo, disebut sebagai direktur dan wakil ketua Nusantara Energy Resources yang terdaftar di Bermuda. Menurut catatan Appleby, perusahaan yang terdaftar pada tahun 2001 masuk kategori "debitur yang buruk," dan ditutup pada tahun 2004.
Perusahaan Singapura yang juga bernama Nusantara Energy Resources sekarang menjadi bagian dari Grup Nusantara, sebuah perusahaan sumber daya yang sebagian dikendalikan Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon membantah jika Prabowo memiliki koneksi dengan Nusantara Energy Resources (Bermuda). Fadli menyangkal bahwa perusahaan tersebut didirikan untuk menghindari pajak dan mengatakan bahwa pihaknya belum aktif sejak didirikan.
"Ini adalah perusahaan satu dolar," kata Fadli kepada mitra media Indonesia ICIJ, TEMPO. Dia juga mengatakan bahwa perusahaan tersebut didirikan untuk eksplorasi minyak dan gas dunia dan beberapa politisi terlibat, namun dia tidak tahu tentang peran mereka di perusahaan tersebut.
ADVERTISEMENT
ICIJ menelusuri laporan Paradise Papers tersebut berdasarkan dokumen 13,4 juta file dari perusahaan firma hukum offshore Appleby dari Kepulauan Cayman, Virgin Island, Inggris, dan dari perusahaan dari 19 tempat bebas pajak.
Laporan tersebut diperoleh surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung dan dibagi oleh Konsorsium Investigasi Internasional dengan mitra termasuk Guardian, BBC, New York Times dan di Indonesia dengan TEMPO.
Penyelidikan dilakukan oleh lebih dari 380 wartawan dengan menghabiskan waktu hingga satu tahun. Adapun data yang diperoleh mulai dari 70 tahun lalu. Temuan ini muncul pada saat meningkatnya ketimpangan pendapatan global.