Begini Strategi Bisnis BUMN Tambang 2017

22 Maret 2017 20:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Gedung Kementerian BUMN (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Pemerintah merencanakan akan membentuk holding BUMN Tambang pada tahun ini. Pembentukan holding bertujuan untuk menambah jumlah aset agar perusahaan bisa lebih luwes untuk ekspansi.
ADVERTISEMENT
Holding BUMN rencananya terdiri dari PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum, PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. Total aset konsolidasi dari seluruh perusahaan itu ditaksir mencapai Rp 106 triliun. Saat ini, beleid payung hukum holding tengah difinalisasi pemerintah.
Untuk langkah awal menuju holding BUMN Tambang dan meningkatkan kinerja keuangan, perusahaan-perusahaan tambang pelat merah tersebut sudah menyiapkan beberapa strategi khusus tahun ini.
PT Inalum, misalnya, akan fokus meningkatkan produksi aluminium dari 240 ribu ton per tahun menjadi 500 ribu ton pada tahun 2021. Untuk mencapai target itu, perusahaan akan meningkatkan pemanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kapasitas sehingga impor bahan baku aluminium bisa dikurangi.
Selain itu, Inalum yang nantinya akan menjadi induk BUMN Tambang, menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai 3 miliar dolar AS atau Rp 39,9 triliun (kurs 1 dolar AS = Rp 13.300) sampai tahun 2021.
ADVERTISEMENT
"Kami akan mengembangkan bisnis secara vertikal dan tentu saja menggunakan teknologi yang baik. Untuk itu, kami rencanakan investasi sebesar 3 miliar dolar AS hingga 2021," kata Direktur Keuangan Inalum, Oggy Achmad Kosasih, di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Rabu (22/3).
BUMN lainnya, PT Timah, juga bersiap meningkatkan produksi dengan menambah 6 kapal hisap tahun ini. Belanja modal yang disiapkan mencapai Rp 55 miliar per kapal atau Rp 330 miliar.
Direktur Keuangan Timah, Emil Ernindra, mengatakan dengan penambahan kapal ini perusahaan akan memiliki 26 kapal hisap untuk menambang timah di bawah laut. "Karena memang fokus timah adalah bagaimana kita masuk ke tambang dalam," ujarnya.
Lain lagi dengan PT Aneka Tambang. Setelah komoditas utamanya yaitu emas berkembang dan mencatatkan kinerja maksimal, perusahaan kini akan menggarap nikel. Namun realisasinya masih terhambat izin untuk mengekspor ore nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen dari Kementerian ESDM.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Antam, Tedy Badrujaman, mengatakan perseroan mengajukan izin ekspor nikel kadar rendah sebesar 6 juta ton per tahun. "Kami akan langsungkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada akhir April, semoga pada pertengahan April mendatang sudah bisa dapat," kata Tedy.
Bisnis nikel memang cukup menggiurkan. Tahun lalu, volume penjualan ore nikel Antam melonjak tajam menjadi 734,88 ribu wet metric ton (wmt) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46.751 wmt. Hasilnya, pendapatan penjualan nikel ore melesat dari Rp 10,91 miliar menjadi Rp 295 miliar.
Adapun perusahaan tambang batu bara, PT Bukit Asam Tbk, memilih ekspansi ke sektor nontambang seperti kelapa sawit dan power plant. Perusahaan akan mengambil langkah pengembangan usaha melalui skema Mergers and acquisitions (M&A).
ADVERTISEMENT
Direktur Keuangan PT Bukit Asam Tbk Achmad Sudarto mengatakan rencana ini menyusul harga batu bara yang cenderung fluktuatif sehingga PT Bukit Asam merasa perlu melakukan ekspansi ke sektor lain.
"Mungkin industri-industri yang tidak ada hubungannya sama batu bara, seperti kapal, CPO company, tidak harus company batu bara," katanya.