Konten dari Pengguna

Kenapa Bitcoin Dilarang Menjadi Alat Pembayaran di RI?

Angga Sukmawijaya
Managing Editor kumparanBisnis
20 Oktober 2017 17:26 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angga Sukmawijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bitcoin (Foto: Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Bitcoin (Foto: Flickr)
ADVERTISEMENT
Uang virtual yang tengah populer di beberapa negara, Bitcoin, dinilai memiliki risiko yang tinggi. Bank Indonesia (BI) juga telah melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tak dijelaskan secara rinci kenapa Bitcoin dilarang menjadi alat pembayaran di Indonesia. Namun, bank sentral mewanti-wanti karena penggunaan uang virtual seperti Bitcoin sangat berisiko dan BI tidak bertanggung jawab.
"Yang jelas kami melarang (bitcoin) sebagai alat pembayaran. Di luar itu, diserahkan risikonya ke masing-masing," ujar Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni Panggabean kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (20/10).
Seperti diketahui, dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PTP) dijelaskan bahwa seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) dilarang menggunakan mata uang virtual sejenis Bitcoin.
Di Beberapa negara seperti Amerika Serikat, penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran untuk membeli barang atau jasa dibolehkan atau legal. Namun belakangan beberapa negara lainnya seperti China, melarang penggunaan Bitcoin.
ADVERTISEMENT
Persoalan Bitcoin juga disinggung Direktur Dana Moneter Internasional (IMF), Christine Lagarde dalam pertemuan IMF-World Bank di Washington DC, pekan lalu. IMF cukup konsern karena sifat Bitcoin yang dinilai sangat riskan, fluktuatif, dan karena teknologi dasarnya belum terukur.
Harga Bitcoin di pasar global memang sangat fluktuatif. Sering terjun bebas, namun kembali naik tajam. Hari ini, nilainya meroket jadi 5.699 dolar AS atau Rp 77 juta per 1 Bitcoin (data Coindesk.com). Pada 14 September 2017, harga Bitcoin sempat anjlok tajam menjadi 3.226 dolar AS atau sekitar Rp 43,6 juta.
Berdasarkan kajian IMF mengenai uang virtual, ada beberapa alasan mengapa lembaga tersebut sangat mengkhawatirkan Bitcoin.
Pertama, uang virtual susah dikontrol. Artinya, nilai tukar Bitcoin saat ini belum tentu sama dengan beberapa tahun mendatang. Pemerintah dan bank sentral pun tidak bisa mengontrol hal tersebut.
Ilustrasi Bitcoin. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bitcoin. (Foto: Pixabay)
Kedua, Bitcoin dinilai mudah dipakai untuk penipuan. Untuk beberapa orang yang mengerti, investasi Bitcoin bisa sangat menguntungkan. Namun untuk sebagian orang yang belum mengerti, sangat riskan ditipu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Bitcoin berpotensi bubble dan pecah. Sebab, harga Bitcoin yang cepat melambung sangat memungkinkan untuk jatuh secara cepat. Bitcoin sangat mungkin digunakan untuk transaksi ilegal. Sebab, sesorang yang memiliki bitcoin bisa memakai nama samaran yang tidak diketahui orang lain.
Bitcoin juga rawan digunakan untuk menghindari pajak. Hal ini karena transaki Bitcoin tidak memerlukan identitas asli dan dapat dilakukan lintas batas. Sehingga sangat memungkinkan sesorang bisa menginvestasikan dananya pada bitcoin untuk menghindari pajak.
Sedangkan selama ini, belum ada badan atau regulator di negara manapun yang ditunjuk secara resmi untuk mengatur Bitcoin.