Menteri Jonan Beberkan Kesulitan Pemanfaatan Energi Terbarukan

2 Maret 2017 14:35 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Menteri Jonan dalam dalam diskusi energi. (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Jonan dalam dalam diskusi energi. (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
Rendahnya pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia menyebabkan ketergantungan terhadap energi fosil belum bisa ditekan. Dalam realisasi bauran energi nasional (energy mix) tahun 2015, porsi minyak bumi masih 40 persen, batu bara 31 persen, gas bumi 24 persen, dan EBT hanya 5 persen.
ADVERTISEMENT
Padahal, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar yang berasal dari energi panas bumi, air, mini, dan mikro hidro, bioenergi, tenaga surya, angin, dan laut. Namun, investasi untuk sektor energi tersebut hingga saat ini masih sangat rendah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan, kurangnya minat investor untuk membangun energi terbarukan di Indonesia karena masih mahalnya nilai investasi. Selain itu, para investor juga menilai insentif yang sudah diberikan pemerintah masih kurang.
Masalah tersebut kemudian berdampak pada tingkat pemanfaatkan energi terbarukan oleh masyarakat. Untuk listrik misalnya, saat pemanfaatan energi terbarukan masih rendah karena mahalnya tarif. Hal itu membuat sebagian besar masyarakat tidak mampu menggunakan energi terbarukan.
Affordability (keterjangakauan) itu penting. Meskipun mahal investasinya, harus bisa menawarkan harga yang kompetitif bagi masyarakat,” kata Jonan dalam acara Dialog Energi yang diadakan Dewan Energi Nasional (DEN) di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (2/3).
ADVERTISEMENT
Jonan mengatakan, pemerintah sudah membuka peluang seluas-luasnya untuk menjual listrik dari energi terbarukan dengan harga yang terjangkau. Dia meminta agar para investor tidak hanya menunggu insentif dari pemerintah.
“Yang perlu itu bagaimana menjual dengan harga yang kompetitif. Kalau misalnya mengharapkan insentif, wong bikin hotel juga kan enggak tau pelanggannya siapa. Jadi risiko bisnis apapun pasti ada,” tegasnya.
Adapun beberapa upaya pemerintah mempercepat pemanfaatan EBT antara lain penerapan harga listrik melalui mekanisme feed-in-tariff dengan model ceiling price untuk EBT, menghapus subsidi BBM, pemberian insentif fiskal dan non fiskal (tax allowance dan pembebasan bea masuk).
Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan kewajiban pemanfaatan BBN (bahan bakar nabati) untuk sektor transportasi bagi badan usaha niaga melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 25 tahun 2013.
ADVERTISEMENT