news-card-video
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

PLN Boros Rp 216 Triliun Jika Masih Gunakan Energi Batu Bara

11 Agustus 2017 12:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pembangunan PLTU. (Foto: Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembangunan PLTU. (Foto: Getty Images)
ADVERTISEMENT
PT PLN (Persero) kini tengah menggenjot pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi listrik, sehingga bisa mengurangi penggunaan BBM sesuai target bauran energi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026.
ADVERTISEMENT
Namun, ekspansi PLTU batubara yang dilakukan oleh produsen listrik swasta dinilai dapat berpotensi membebani anggaran PLN sebanyak 16,2 miliar dolar AS (Rp 216,71 triliun), akibat kewajiban melakukan pembayaran kapasitas yang tercantum dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJLB).
“Ekspansi tenaga listrik dari batu bara dapat mengikat Indonesia pada kewajiban pembayaran atas listrik yang tidak termanfaatkan selama jangka waktu yang sangat panjang. Artinya akan ada banyak sekali uang yang terbuang sia-sia," kata pakar dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Yulanda Chung, di Penang Bistro, Jakarta, Jumat (11/8).
Lembaga internasional ini mengklaim menemukan adanya potensi bagaimana kewajiban pembayaran kapasitas untuk semua PJLB tersebut akan berujung pada pemborosan bagi PLN.
ADVERTISEMENT
Sebab, PLN akan terikat kewajiban membayar kapasitas listrik yang tidak akan lagi termanfaatkan. Padahal di sisi lain apabila berfokus pada pengunaan energi terbarukan hasilnya dapat menghemat miliaran dollar AS.
PLN dalam RUPTL 2017-2026 menyatakan sebanyak 24GW tenaga listrik direncanakan akan bersumber dari pembangkit berbasis batu bara serta mulut tambang dibuka untuk produsen perusahaan listrik swasta.
Untuk menarik investasi dari perusahaan produsen listrik swasta, PLN menawarkan PJLB selama 25 tahun yang menjamin pembayaran atas semua listrik yang dihasilkan, walaupun listrik tersebut tidak terserap atau termanfaatkan. Berdasarkan perencanaan ini, PLN harus menyediakan 76 miliar dolar AS selama umur PJLB untuk membeli listrik dari produsen swasta.
Chung mengatakan, dampak paling parah akan terjadi pada sistem ketenagalistrikan Jawa-Bali. Berdasarkan hitungan IEEFA, kapasitas yang terdapat di sistem tersebut, ditambah dengan penambahan kapasitas dari energi baru dan terbarukan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam sistem sampai dengan 2026.
ADVERTISEMENT
"Sistem ketenagalistrikan Jawa-Bali tidak perlu menambah pembangkit dari batu bara karena yang terdapat hari ini dalam sistem hanya memproduksi setengah dari kapasitas seharusnya, " ujarnya.
Menurut Chung, proyek-proyek baru ini akan mengikat Indonesia selama 25 tahun dan mengharuskan Indonesia untuk membayar untuk 5 GW tenaga listrik yang tidak akan terserap atau termanfaatkan.
Selain itu, memilih batu bara sebagai sumber tenaga listrik membawa dampak panjang. Pilihan ini akan menyulitkan pengembangan sumber energi terbarukan.
Memang saat ini harga listrik dari baru bara masih cukup murah dibanding EBT. Menteri ESDM Ignasius Jonan pernah menyebutkan, biaya listrik untuk pembangkit batu bara hanya 5 sen per kWh.
Kendati demikian, minat PLN untuk mengembangkan energi terbarukan akan turun karena energi terbarukan dalam skala besar dapat mengurangi porsi tenaga listrik dari batu bara.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, harga listrik teratas atau levelized cost of electricity (LCOE) di Indonesia untuk PLTS (tenaga surya) diperkirakan berada pada 17 sen AS per kWh pada tahun 2016.
IEEFA secara konservatif memperkirakan bahwa harga teknologi tenaga surya fotovoltaik akan mencapai paritas grid atau mencapai tingkat yang sesuai dengan daya beli grid pada harga 8 sen AS/kWh pada tahun 2021, sesuai dengan proyeksi penurunan harga teknologi tenaga surya fotovoltaik di seluruh dunia.
“Di beberapa negara lain energi terbarukan sudah menjadi lebih murah dibandingkan batubara. Jika melihat jangka panjang, batu bara akan habis, namun energi terbarukan tidak," kata Chung.