Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
16 Ramadhan 1446 HMinggu, 16 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Sri Mulyani: Dibandingkan Jepang, Rasio Utang Indonesia Lebih Sehat
27 Juli 2017 18:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB

ADVERTISEMENT
Persoalan utang pemerintah terus menjadi perdebatan hangat akhir-akhir ini. Banyak kalangan menilai utang pemerintah Rp 3.706,52 triliun pada akhir Juni 2017, atau meningkat Rp 34,9 triliun dari bulan sebelumnya sudah berbahaya.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan penjelasan mengenai kondisi utang tersebut. Dia mengklaim utang pemerintah saat ini masih aman, tidak dalam kondisi bahaya seperti yang dikhawatirkan banyak pihak.
Menurut Sri Mulyani, jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam APBN Perubahan 2017 sebesar 13.717 triliun, rasio utang pemerintah hingga Juni sebesar 27,02 persen dari PDB.
Hingga akhir tahun ini pemerintah menargetkan rasio utang pemerintah pusat sebesar 28,1 persen terhadap PDB. Adapun batas aman utang pemerintah yang diperbolehkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sebesar 60 persen dari PDB.
"Jepang itu utangnya 200 persen dari GDP (Gross Domestic Product)," kata Sri Mulyani di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta, Kamis (27/7).
ADVERTISEMENT
Menurut Sri Mulyani, setiap orang di Jepang menanggung utang per kapita sebesar 93 ribu dolar AS. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jepang sekitar 1,2-1,3 persen, rasio utang Jepang bisa tiga kali lipat dari pertumbuhan ekonominya.
"Dan Jepang sudah tua masih punya utang. Kalau dibandingkan GDP per kapitanya itu tiga kali lipat, itu yang paling ekstrem, negara yang relatif sama dengan kita, dia memiliki rasio utang yang lebih tinggi dari kita," jelasnya.
Begitupun negara lain yang tambahan utangnya mencapai 6 persen dari GDP tapi pertumbuhan ekonominya hanya 1 persen. Sri Mulyani mencontohkan Brasil yang defisit anggarannya di atas 4 persen, tapi ekonominya hanya tumbuh 2 persen. Begitupun Meksiko defisitnya 3,3 persen, pertumbuhan ekonomi hanya 2 persen.
ADVERTISEMENT
Sementara Indonesia, sepanjang semester pertama 2017 defisit anggaran tercatat 1,29 persen terhadap PDB, namun perekonomian bisa tumbuh 5,02 persen. Hal itu, kata Sri Mulyani, menandakan kebijakan fiskal Indonesia masih sangat sehat.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengatakan pemerintah bukan melakukan utang karena senang, melainkan untuk kebutuhan negara. Utang digunakan untuk membangun sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, dan memperdalam sektor keuangan.
"Bukan kami melakukan utang karena senang, tapi tactical investment untuk apa yang dibutuhkan Republik, invest manusia, invest infrastruktur untuk mobilitas masyarakat, efisiensi dan menghilangkan biaya ekonomi besar dan memperdalam sektor keuangan," jelas dia.