Sri Mulyani Kaji Revisi Daftar Negatif Investasi untuk Dorong PMA

15 Juni 2017 15:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bank Dunia melaporkan arus modal yang masuk melalui Penanaman Modal Asing (PMA) ke Indonesia terus mengalami pertumbuhan dalam 15 tahun terakhir. Namun porsi PMA terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan negara-negara di kawasan Asia.
ADVERTISEMENT
Menurut Bank Dunia, Daftar Negatif Investasi (DNI) Indonesia memegang peranan penting dalam menentukan PMA. Sejumlah pembatasan DNI, termasuk batasan penyertaan modal asing, pengkhususan sektor tertentu bagi UKM, dan persyaratan kandungan dalam negeri dinilai jadi penghalang arus investasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku akan mengkaji masukan dari Bank Dunia soal DNI tersebut. Menurut dia, untuk memaksimalkan sumber pertumbuhan ekonomi, pemerintah memang tak hanya bisa mengandalkan konsumsi masyarakat, tapi juga harus menggenjot investasi
"Investasi itu tidak hanya berasal dari pemerintah, namun juga dari swasta domestik dan swasta asing," kata Sri Mulyani di Soehanna Hall The Energy Building SCBD, Jakarta, Kamis (15/6).
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah akan mengevaluasi beberapa DNI yang dinilai menghambat investasi. Dengan demikian, arus modal asing yang masuk melalui investasi bisa digenjot secara maksimal.
"Kalau memang area itu potensial bagi ekonomi Indonesia dan kita membutuhkan capital dari luar untuk meningkatkan capacity dari sektor tersebut. Saya rasa ini adalah sesuatu yang perlu dipertimbangkan secara serius," tuturnya.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman M, PMA ke Indonesia memang meningkat, dari 2 persen terhadap PDB tahun 2000 menjadi 3,4 persen terhadap PDB pada 2015.
Namun, berdasarkan data dari United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) periode 2013-2014, rata-rata PMA terhadap GDP negara-negara Asean lebih tinggi dari Indonesia. Misalnya Malaysia yang dengan PMA mencapai 3,5 persen dari PDB dan Vietnam yang mencapai 5,1 persen.
ADVERTISEMENT