Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sri Mulyani: Perusahaan Asuransi Masih Perlu Investor Asing
22 Februari 2017 14:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Persoalan kepemilikan saham oleh asing dalam perusahaan asuransi kerap dikhawatirkan memperburuk kondisi ekonomi Indonesia jika terjadi krisis. Beberapa kali diusulkan agar kepemilikan saham oleh asing di perusahaan asuransi dibatasi.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat evaluasi mengenai Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) antara Komisi XI DPR bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Rabu (22/2), masalah tersebut kembali dibahas.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Misbakhun, mengatakan kekhawatiran tersebut disebabkan karena saat ini dalam UU PPKSK belum diatur secara detail menganenai asuransi.
“Selama ini bank terus, asuransinya bagaimana?” kata Misbakhun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi hal tersebut. Menurut dia, kepemilikan saham asing tidak perlu ditakutkan karena bukanlah faktor utama untuk mengukur kinerja industri asuransi dalam negeri. Dia menilai, investasi asing terutama di sektor asuransi, hingga saat ini masih diperlukan.
ADVERTISEMENT
"Investasi asing tetap diperlukan sebagai katalis perumbuhan ekonomi. Kalau domestik sendiri, tidak akan mengejar permintaan asuransi di dalam negeri," ujar Sri Mulyani.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 menetapkan batas kepemilikan asing dalam perusahaan asuransi dalam negeri adalah 80 persen. Namun kepemilikan bisa lebih dari 80 persen dalam situasi tertentu.
Menurut Sri Mulyani, dalam Pasal 10A (tambahan) beleid tersebut, perusahaan asing dan reasuransi dimungkinkan untuk perubahan kepemilikan malampaui batas dengan ketentuan jumlah modal yang disetor ke pihak Indonesia tetap dipertahankan.
"Apabila ada kenaikan modal, mereka (asing) juga bisa terdevaluasi 20 persen apabila Indonesia tidak mau top up modal. Kalau saat krisis itu butuh modal banyak, namun pemilik Indonesia tidak mampu, maka diinjeksi modal oleh partner asing,'' jelasnya.
ADVERTISEMENT
Secara umum, lanjut Sri Mulyani, asuransi dalam negeri saat ini dalam kondisi baik. Terbukti dari aset asuransi di Indonesia tumbuh lebih dari delapan kali lipatnya selama lima tahun terakhir yakni mencapai Rp 105,2 triliun pada 2010 dan menjadi Rp 853,4 triliun pada 2015.
"Rata-rata penduduk Indonesia membayar Rp 1,03 juta per tahun untuk premi asuransi, sedangkan pendapatan per kapita Indonesia mencapai Rp 44,81 juta per tahun, maka ini potensi yang masih sangat besar. Tren kenaikan ini diharapkan terus berlanjut,' katanya.