Strategi Agar Konversi BBM ke Gas Bukan Hanya Mimpi

20 Maret 2017 11:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Supir Bajaj mengantri mengisi BBG di SPBG Cilitan (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
Persoalan konversi BBM ke gas belum berjalan secara maksimal meskipun sudah 11 tahun dicanangkan pemerintah. Selain infrastruktur yang belum memadai, pangkal masalah lainnya adalah soal keseriusan mengalihkan penggunaan bensin ke gas.
ADVERTISEMENT
Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, meminta pemerintah menggarap program konversi BBM ke gas dengan serius. Mantan anggota tim Anti Mafia Migas, tersebut menilai selama ini konversi terkesan hanya wacana.
“Kalau perlu ada peraturan yang menyatakan kalau SPBU tidak menyediakan SPBG, ditutup saja. Biar mereka semua menyediakan BBG. Kalau perlu ada sanksi yang tegas," kata Fahmy kepada kumparan (kumparan.com), Senin (20/3).
Fahmy mengatakan pemerintah harus lebih berani dalam mengambil kebijakan soal konversi tersebut. Selain untuk menekan impor minyak yang bisa menggerus neraca perdagangan, produksi gas di Indonesia juga melimpah. “Harganya juga relatif lebih murah dan efisien,” ujarnya.
SPBG PGN (Foto: Facebook/PT. Perusahaan Gas Negara)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral saat ini sedang menyusun aturan baru mengenai konversi BBM ke gas yang sudah diusung sejak pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono. Beleid tersebut akan mengatur soal mewajibkan setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) memiliki 1 unit mesin pengisian (dispenser) BBG.
ADVERTISEMENT
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Sujatmiko, mengklaim hingga tahun lalu pemerintah sudah membangun 46 unit SPBG melalui dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Untuk tahun ini, pemerintah akan menyelesaikan dua SPBG yang dibangun di Karawang dan Purwakarta. Selain itu, ada 22 SPBG lainnya yang dibangun Badan Usaha Milik Negara.
Sementara untuk kebijakan 1 dispenser BBG di SPBU, Sujatmiko mengatakan pemerintah tengah menggodok regulasi dan aturan teknisnya. Ditaregtkan program itu akan terealisasi dalam dua tahun ke depan.
Menurut Sujatmiko, penyediaan gas untuk SPBG dapat dilakukan dengan pipa maupun dengan sistem SPBG mother dan daughter. “Diperlukan komitmen bersama dengan Pertamina, PGN dan Badan Usaha lainnya, serta harus disiapkan juga anggaran yang cukup baik APBN maupun non APBN,” katanya.
ADVERTISEMENT
SPBG Lebak Bulus yang tidak beroperasi (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
Kementerian ESDM juga akan menyediakan 5.000 konverter kit untuk kendaraan dinas dan angkutan umum di berbagai lokasi seperti di Jakarta, Palembang, Prabumulih, Balikpapan, Indramayu, Cirebon, Bogor, Gresik, Sidoarjo, Subang, Surabaya, Batam, Lampung, Depok, Bandung, Sukabumi, Purwakarta, dan Cilegon.
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro, mengaku menyambut baik program satu dispenser pengisian gas di setiap SPBU di seluruh Indonesia. Menurut dia, kebijakan tersebut akan meningkatkan jumlah minat BBG.
"Kita melihat demand akan terus meningkat karena sebagai bus Transjakarta telah menggunakan BBG, termasuk MRU untuk kendaraan kecil penumpang," katanya.