Konten dari Pengguna

Mencermati Pengeluaran R&D Indonesia lewat Cuitan Ahmad Zaki

23 Februari 2019 19:54 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggarini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sumber: accenture.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: accenture.com
Cuitan CEO Bukalapak, Ahmad Zaki, tentang rendahnya budget R&D Indonesia dan industri 4.0. sempat viral beberapa waktu lalu. Dalam akun twitternya, Ahmad menunjukkan data pengeluaran R&D berbagai negara dan mengkritik Pemerintah. Hal ini menuai kontroversi dari berbagai pihak yang kemudian memaksa Ahmad untuk meminta maaf kepada publik. Terlepas dari berbagai kontroversi yang timbul, setidaknya ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari pengalaman tersebut.
ADVERTISEMENT
1. Perlunya data akurat untuk memahami permasalahan R&D di Indonesia
sumber: kolase biro pers setpres dan twitter
Ahmad menulis tentang budget atau anggaran sedangkan data yang lazim dipakai untuk mengukur R&D adalah expenditure atau pengeluaran. Anggaran dan pengeluaran adalah 2 hal yang berbeda, anggaran menggambarkan perencanaan sedangkan pengeluaran menggambarkan realisasi atas perencanaan.
Data yang dipakai Ahmad nampaknya bersumber dari Wikipedia yang bukan merupakan sumber asli data dan seringkali kurang akurat. Hal ini juga disoroti oleh publik, karena disebutkan bahwa data berasal dari tahun 2016 yang tidak sepenuhnya benar. Sebagai contoh, pengeluaran R&D Korea sebesar 91 milyar USD adalah data tahun 2014, Taiwan sebesar 33 milyar USD adalah data tahun 2015 dan terakhir Indonesia sebesar 2 milyar USD adalah data tahun 2013. Walaupun tampak sepele, namun perbedaan periode data mempunyai dampak besar terhadap keakuratan informasi dan pemahaman isu.
ADVERTISEMENT
Pengembangan R&D mempunyai peran strategis terhadap inovasi, daya saing, pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan dan keamanan nasional. Pada tahun 2018, Indonesia menduduki peringkat 85 dalam laporan Global Innovation Index (GII), naik 2 peringkat dari tahun sebelumnya. Meskipun demikian, Indonesia masih tertinggal dalam komponen terkait SDM & riset (peringkat 94) serta pengetahuan dan output teknologi (peringkat 86). Bandingkan dengan Singapura yang berada di peringkat ke 5 GII, peringkat 1 untuk SDM & riset dan peringkat 11 untuk pengetahuan dan output teknologi.
sumber: global innnovation index 2018
sumber: global innovation index 2018
Menurut indeks daya saing versi World Economic Forum (Global Competitiveness Index/GCI), peringkat Indonesia lebih baik yaitu 36, namun untuk kesiapan teknologi dan pendidikan dasar Indonesia hanya menduduki peringkat 94 dan 80. Kedua indeks diatas menunjukkan ketertinggalan Indonesia dalam R&D dan SDM.
ADVERTISEMENT
3. Sektor swasta di Indonesia belum mempunyai kontribusi signifikan atas R&D
Belajar dari pengalaman negara maju, Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah untuk mendanai R&D karena dana APBN yang terbatas. Menurut data UNESCO, 15 negara dengan pengeluaran R&D terbesar mempunyai kesamaan dimana sektor swasta merupakan kontributor utama. Lebih jauh, data R&D magazine 2018 menunjukkan perusahaan swasta Amerika berkontribusi sebesar 67% dari total pengeluaran R&D, sedangkan porsi pemerintah hanya sebesar 25%, diikuti oleh akademisi sebesar 4% dan sisanya dari organisasi lainnya.
Bahkan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir mengungkapkan bahwa sumber dana terbesar R&D Singapura dan Malaysia berasal dari sektor swasta sebesar 70-80%. Di Indonesia, ternyata pihak swasta belum mempunyai kontribusi signifikasn, saat ini swasta masih menyumbang 10% dari total anggaran riset sebesar 25,8 trilliun rupiah, sedangkan Pemerintah menyumbang sekitar 81%.
ADVERTISEMENT
4. Sektor Informasi, Komunikasi dan Teknologi/ICT sebagai salah satu penyumbang dana R&D global terbesar
sumber: reuters/brian synder
Pengeluaran R&D Amazon, Alphabet/Google, Intel, Microsoft dan Apple pada tahun 2018 mencapai lebih dari 82 milyar USD, lebih besar dari total pengeluaran R&D seluruh negara di dunia (dengan pengecualian 5 negara R&D terbesar yaitu China, Amerika, Jepang, Jerman dan Korea Selatan). Angka tersebut terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir hingga 25%. Signifikansi peran sektor ICT juga terlihat dari perannya sebagai kontributor GDP terbesar kedua di Amerika setelah sektor kesehatan, diikuti sektor konstruksi, retail dan manufaktur.
Langkah Selanjutnya
Untuk meningkatkan inovasi dan pertumbuhan ekonomi, Indonesia perlu mengejar ketertinggalannya melalui peningkatan pengeluaran R&D. Kontribusi swasta dalam pendanaan R&D, khususnya dalam riset terapan industri dan pengembangan produk untuk komersialiasasi R&D perlu terus ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
Sebagai sektor industri potensial, perlu diberikan perhatian khusus terhadap ICT untuk mendukung implementasi industri 4.0. Namun demikian, fokus teknologi juga penting untuk diselaraskan dengan prioritas pembangunan nasional, antara lain, pembangunan manusia; pengurangan kesenjangan; dan peningkatan nilai tambah ekonomi melalui pertanian, industri dan jasa produktif
Di sisi lain, Pemerintah juga mempunyai andil besar untuk membiayai R&D, utamanya untuk sektor strategis yang penting bagi keamanan ekonomi nasional maupun untuk industri yang kurang menguntungkan secara komersial. Pemerintah Indonesia perlu mengidentifikasi sektor prioritas yang mempengaruhi hajat hidup banyak orang dan memerlukan intervensi pemerintah, misalnya terkait kesiapan dan respon terhadap bencana; riset dan pendidikan dasar; serta ketahanan pangan, energi dan air.
Melalui komitmen dan kerja sama seluruh pihak, peningkatan R&D untuk akselerasi inovasi dan pertumbuhan ekonomi bukan hal yang mustahil. Pemerintah, swasta dan akademisi perlu terus berkolaborasi untuk mendukung berkembangnya iklim riset yang mendukung inovasi dan pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT