Konten dari Pengguna

Menakar Dampak Fiskal Kebijakan Insentif Pajak dalam Program Penanganan COVID-19

Anggi Anugerah Daulay
Mahasiswa Tugas Belajar Kementerian Keuangan di Sarjana Terapan PKN STAN.
30 Juli 2024 11:44 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Anugerah Daulay tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Credit: Openwho.org
zoom-in-whitePerbesar
Credit: Openwho.org
ADVERTISEMENT
Virus SARS-CoV-2 telah membawa penyakit bernama COVID-19 di seluruh dunia. Penyebaran Virus Corona ditetapkan oleh World Health Organization sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020. Wabah ini telah menimbulkan dampak yang masif bagi kehidupan umat manusia. Dampak COVID-19 dapat terlihat dari aspek kesehatan, ekonomi, dan sosial. Dari sisi kesehatan, wabah Virus Corona memicu penyakit saluran pernapasan. World Health Organization (2022) menyebutkan bahwa jumlah kematian yang berhubungan dengan COVID-19 adalah sebanyak 14,9 juta kasus. Sementara itu, dari sisi ekonomi pandemi Corona mengakibatkan penurunan produk domestik bruto (PDB). Badan Pusat Statistik (2022) menyatakan PDB Indonesia pada tahun 2020 turun sebesar 2,07 persen, padahal di tahun sebelumnya masih tumbuh sebesar 5,02 persen. Tidak hanya itu, pandemi COVID-19 juga memberi pukulan pada sektor ketenagakerjaan. Jumlah penduduk usia kerja yang terdampak wabah Corona sebanyak 29,12 juta orang (Kementerian Ketenagakerjaan, 2020).
ADVERTISEMENT
Menyikapi dampak yang ditimbulkan oleh pagebluk Corona, pemerintah tidak tinggal diam. Sebagaimana teori keuangan publik, pemerintah turut berperan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Gruber, 2016). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut dan menurunkan beban masyarakat, pemerintah melakukan langkah yang cepat dan luar biasa guna mengatasi dampak kesehatan, ekonomi, dan sosial yang ditimbulkan oleh wabah COVID-19. Respon pemerintah dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020. Dalam Perpu tersebut, pemerintah mengatur kebijakan keuangan negara untuk menangani pandemi Corona. Dalam konteks kebijakan keuangan negara, salah satu program pemerintah adalah pemberian insentif dan fasilitas perpajakan. Pemberian insentif pajak kepada dunia usaha terdiri atas berbagai skema: 1) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP); 2) pembebasan PPh Pasal 22 impor; 3) pengurangan angsuran PPh Pasal 25; 4) kemudahan pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN); 5) PPN DTP atas barang dan jasa dalam rangka penanggulangan COVID-19; dan 6) pembebasan PPh kepada orang pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap yang menerima imbalan atas jasa terkait penanganan pandemi Corona. Tidak hanya itu, wajib pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga dibebaskan dari pembayaran PPh final 0,5 persen dengan mekanisme DTP. Insentif pajak tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020. Berdasarkan kedua regulasi tersebut, lantas apa dampak fiskal program insentif pajak bagi dunia usaha?
ADVERTISEMENT
Pemberian insentif kepada dunia usaha menjadi kebijakan penanganan pandemi dengan anggaran Rp120,61 triliun (Kementerian Keuangan, 2021). Anggaran insentif dan fasilitas pajak tersebut sekitar 17 persen dari total biaya penanganan COVID-19 sebesar Rp695,2 triliun. Stimulus yang diberikan pemerintah tersebut mengakibatkan turunnya penerimaan pajak. Pada tahun 2020 penerimaan pajak mencapai Rp1.072,11 triliun atau turun 19 persen dibandingkan realisasi penerimaan pada tahun sebelumnya. Realisasi penerimaan pajak tahun 2020 juga hanya mencapai 89,43 persen dari target (Direktorat Jenderal Pajak, 2021). Insentif dan fasilitas pajak untuk penanggulangan COVID-19 juga memukul “dompet” negara di sisi belanja negara. Kementerian Keuangan (2023) mencatat postur APBN tahun 2019 hingga 2022 adalah sebagai berikut.
Sumber: Kementerian Keuangan, 2023
Kebijakan insentif pajak merupakan pendapatan negara yang tidak diperoleh pemerintah. Hal ini menyebabkan turunnya pendapatan negara pada tahun 2020. Di sisi lain, belanja negara justru mengalami kenaikan. Peningkatan belanja negara dimaksudkan sebagai langkah pemerintah untuk menanggulangi dampak COVID-19 seperti pengadaan vaksin, alat pengaman diri untuk tenaga kesehatan, dan barang lainnya. Selain itu, insentif pajak dengan mekanisme DTP juga diperhitungkan dalam belanja negara. Kondisi luar biasa ini menimbulkan defisit APBN sebesar 6,34 persen dari PDB, padahal dalam kondisi normal berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 defisit anggaran dibatasi paling tinggi sebesar 3 persen. Defisit yang melebihi batasan tersebut diakomodasi dalam ketentuan Perpu 1/2020. Dalam beleid tersebut pemerintah menetapkan defisit anggaran melebihi 3 persen dari PDB selama tiga tahun sejak 2020 hingga 2022.
ADVERTISEMENT
Insentif pajak dalam penanganan COVID-19 diperhitungkan dalam nilai belanja perpajakan. Hal ini disebabkan kebijakan tersebut mengakibatkan revenue forgone. Catatan Badan Kebijakan Fiskal (2023) mengenai estimasi belanja perpajakan adalah sebagai berikut.
Sumber: Badan Kebijakan Fiskal, 2023
Dalam kurun waktu 2019 sampai dengan 2022, perkiraan belanja perpajakan mengalami pertumbuhan sebesar 6,7 persen. Peningkatan tax expenditure yang paling tinggi terjadi pada jenis pajak PPN dan PPnBM dengan nilai Rp192,8 triliun pada 2022. Sementara itu nilai insentif pajak paling rendah yaitu pada jenis pajak bea meterai dengan besaran Rp400 miliar. Meskipun bermaksud untuk meringankan beban masyarakat, kenaikan realisasi belanja perpajakan ternyata menyisakan sejumlah catatan untuk perbaikan tata kelola keuangan negara.
Peningkatan belanja perpajakan sebagai respons pandemi Corona disoroti oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022, BPK (2022) menemukan pengelolaan insentif dan fasilitas pajak senilai Rp15,31 triliun di tahun 2021 belum sepenuhnya memadai. Hal ini menyebabkan: 1) nilai realisasi pemanfaatan fasilitas PPN DTP sebesar Rp3,55 triliun tidak andal; 2) potensi pemberian fasilitas PPN DTP kepada pihak yang tidak berhak sebesar Rp154,82 miliar; 3) belanja subsidi pajak DTP dan penerimaan pajak DTP belum dapat dicatat sebesar Rp4,66 triliun; 4) nilai realisasi insentif dan fasilitas pajak penanganan COVID-19 sebesar Rp2,57 triliun terindikasi tidak valid. Tata kelola insentif pajak menurut BPK masih mengandung kelemahan dari aspek pengendalian intern. Dalam keterangannya BPK telah memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan guna perbaikan sistem pengelolaan insentif pajak agar lebih baik di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Sebelum menutup tulisan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa dampak fiskal kebijakan insentif pajak dalam penanggulangan pandemi cukup signifikan bagi keuangan negara. Untuk itu, pemerintah harus memastikan pemanfaatan insentif tepat sasaran. Langkah yang dapat diambil pemerintah di antaranya: 1) meneliti kelayakan wajib pajak dalam menerima insentif; 2) mengawasi kepatuhan laporan realisasi insentif; dan 3) melakukan penegakan hukum atas wajib pajak yang terindikasi tidak berhak memanfaatkan insentif, misalnya dengan cara pemeriksaan dan penerbitan surat ketetapan pajak. Memang dengan adanya kebijakan insentif pajak penerimaan negara akan berkurang. Namun, di sisi lain pemerintah dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memperluas basis pemajakan sehingga dalam jangka panjang penerimaan negara yang hilang dapat terpulihkan dari tax base baru yang diperoleh.
ADVERTISEMENT

Referensi

Badan Kebijakan Fiskal. (2023). Laporan Belanja Perpajakan 2022. Badan Kebijakan Fiskal
Badan Pemeriksaan Keuangan. (2022). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2022. Badan Pemeriksaan Keuangan
Badan Pusat Statistik. (2022). [Seri 2010] 4. Laju Pertumbuhan PDB menurut Pengeluaran (Persen), 2024. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTA4IzI=/-seri-2010--4--laju-pertumbuhan-pdb-menurut-pengeluaran.html
Barenbang. (2020, November 24). Menaker Ida: 29,12 Juta Orang Penduduk Usia Kerja Terdampak Pandemi Covid-19. Kementerian Ketenagakerjaan. https://kemnaker.go.id/news/detail/menaker-ida-2912-juta-orang-penduduk-usia-kerja-terdampak-pandemi-covid-19
Direktorat Jenderal Pajak. (2021). Konsisten Mengoptimalkan Peluang di Masa Menantang: Laporan Tahunan 2020. Direktorat Jenderal Pajak
Gruber, Jonathan. (2016). Public Finance and Public Policy (5th ed.). Worth Publishers
Kementerian Keuangan. (2021). Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Kementerian Keuangan. https://pen.kemenkeu.go.id/in/post/mengapa-program-pen
Kementerian Keuangan. (2023). Informasi APBN 2023. Kementerian Keuangan
ADVERTISEMENT
Rosengren, Helen. (2022, May 5). 14.9 million excess deaths associated with the COVID-19 pandemic in 2020 and 2021. World Health Organization. https://www.who.int/news/item/05-05-2022-14.9-million-excess-deaths-were-associated-with-the-covid-19-pandemic-in-2020-and-2021