Konten dari Pengguna

Wisata Bahari dari Perspektif Oseanografi

Anggi Aulia
Mahasiswa S1 Teknik Kelautan FTK ITS Surabaya
14 Desember 2020 10:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suatu kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km2, yang merupakan terpanjang kedua setelah Canada, dengan wilayah territorial seluas 5,1 juta km2 (setara dengan 63% dari total wilayah territorial Indonesia) ditambah dengan ZEE seluas 2,7 juta km2 (Dahuri et al. 1995; Dahuri 1998). Memiliki jumlah pulau sebanyak 18.110 dengan garis pantai 108.920 km dan memiliki sumber daya alam hayati yang melimpah (Suharsono, 2010). Lebih dari 10.000 pulau yang merupakan pulau berukuran kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Walaupun hanya sebagian kecil saja yang berpenduduk, akan tetapi bukan berarti pulau kecil tidak berpenduduk bebas dari eksploitasi yang merupakan dampak dari aktivitas manusia (Dutton, 1998).
Kepulauan Indonesia, kepulauan-yang-indah-1.jpg (625×344) (wordpress.com)
zoom-in-whitePerbesar
Kepulauan Indonesia, kepulauan-yang-indah-1.jpg (625×344) (wordpress.com)
Pulau-pulau kecil sangat penting baik dari perspektif ekosistem maupun ekonomi bagi Indonesia yang notabennya berbentuk kepulauan. Sebagai ekosistem, pulau-pulau kecil merupakan suatu himpunan terintegrasi dari komponen hayati dan non-hayati yang mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai peningkatan mutu kehidupan. Secara fungsional komponen-komponen ini berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu system. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari kedua komponen tersebut, maka akan dapat mempengaruhi keseluruhan system yang ada baik terganggu secara fungsional maupun keseimbangannya. Kelangsungan fungsi pulau-pulau kecil sangat menentukan kelestarian sumber daya hayati sebagai komponen utama dalam system pulau-pulau kecil (Bengen, 2002).
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui Indonesia memiliki sumber daya alam hayati dan non-hayati yang melimpah. Salah satu sumber daya alam tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Di dalam ekosistem terumbu karang dapat hidup lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis ikan, dan puluhan jenis moluska, krustasea, spon, algae, dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Komunitas karang adalah kumpulan karang yang membentuk terumbu dan pertumbuhannya diawali dengan pertambahan structural sebelum terjadi seleksi alam secara terus-menerus (NOAA, 2001). Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun, pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin, 1993). Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Proses terbentuknya terumbu karang dimulai dengan penempelan berbagai biota penghasil kapur. Pembentuk utama terumbu karang adalah Scleractinia (karang batu) yang sebagian besar dari karang batu tersebut mempunyai sejumlah alga yang bersel tunggal yang terletak di dalam jaringan endodermnya. Alga bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis berwarna coklat disebut zooxanthellae memerlukan cahaya metahari untuk berfotosintesis. Dari proses pembentukan terumbu karang dikenal dua kelompok karang, meliputi karang hermatipik (karang yang membentuk terumbu) yaitu dari karang batu (Scleractinia), karang ahermatipik (karang yang tidak dapat membentuk terumbu) yaitu dari karang lunak (soft coral). Kelompok karang batu (Scleractinia) mempunyai kemampuan untuk membentuk terumbu karang yang dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untk membentuk bengunan dari kapur yang kemudian dikenal dengan reef building corals, sedangkan kelompok karang lunak tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non-reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986).
ADVERTISEMENT
Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang keanekaragaman hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan, daerah asuhan, dan tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi, dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan sumber obat-obatan. Kemudian terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan konstruksi. Terumbu karang juga berfungsi sebagai daerah rekreasi baik rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya (Suharsosno, 2008).
Manfaat terumbu karang sangat besar dan beragam. Dapat diidentifikasi menjadi dua, yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung yaitu pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian, dan pemanfaatan biota perairan lainnya. Manfaat tidak langsung adalah terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati, tempat berlangsungnya siklus biologi, kimia, dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi, penyedia lahan tempat budi daya berbagai hasil laut, serta sebagai tempat perlindungan biota-biota langka (Sawyer, 1993; Cesar, 2000). Tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang memungkinkan ekosistem ini dijadikan tempat pemijahan, pengasuhan, dan pencarian makan bagi banyak biota laut (Supriharyono, 2000).
ADVERTISEMENT
Ekosistem terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang unik dan spesifik karena pada umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitive terhadap perubahan lingkungan perairan, terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi, dan memerlukan kualitas perairan alami. Serta cahaya sangat diperlukan oleh zooxanthella untuk fotosistesis (Verin, 1995).
Kondisi terumbu karang di Indonesia telah banyak mengalami kerusakan, dengan presentase penutupan karang hidup dalam kondisi rusak sebesar 39,5%, kondisi sedang 33,5%, kondisi memuaskan sebesar 5,3%, dan kondisi baik 21,7% (Suharsono, 1998). Pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang dipengaruhi oleh factor-factor pembatas. Antara lain kecerahan, cahaya, suhu, salinitas, pergerakan air, dan substrat. Factor lingkungan ynag berpengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan karang adalah cahaya, suhu, sedimentasi, dan aktivitas biologi (Housh, 1977; Levinton, 1982; Nybakken, 1992). Suhu adalah factor lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan organisme laut termasuk karang. Beberapa pengaruhnya dapat dilihat pada kecepatan metabolism, pertumbuhan dan reproduksi, dan perombakan bentuk luar dari karang sehingga akan berpengaruh pada laju pertumbuhan karang yang akhirnya terakumulasi terlihat pada presentase tutupan karang yang menggambarkan tentang kondisi terumbu karang (Levinton, 1982).
ADVERTISEMENT
Pariwisata merupakan seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan kesehariannya untuk jangka waktu tidak lebih dari satu tahun untuk bersantai (leisure), bisnis, dan berbagai maksud lain (Aryanto, 2003). Konsep dan definisi wisata bahari terbagi menjadi dua yaitu wisata pesisir dan wisata bahari. Wisata pesisir berhubungan dengan kegiatan leisure dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairan lepas pantai meliputi menonton ikan paus dari tepi pantai, berperahu, memancing, snorkeling, dan diving. Sedangkan wisata bahari berhubungan dengan wisata pantai yang lebih mengarah pada perairan laut dalam, mislanya memancing di laut dan berlayar dengan kapal (Hall, 2001). Potensi kelautan belum banyak diketahui, yang diketahui pun belum banyak dimanfaatkan, di sisi lain kerusakan terumbu karang terus meningkat seiring berjalannya waktu sehingga membutuhkan manajemen yang tepat untuk mengelola ekosistem terumbu karang. Dalam proses pengelolaan ekosistem terumbu karang harus didapatkan informasi mengenai kondisi terumbu karang dan kondisi oseanografi sehingga dapat dilakukan penelitian tentang ekosistem terumbu karang dan kondisi oseanografi kawasan tertuju. Kondisi perairan yang jernih sangat mempengaruhi pertumbuhan karang karena berpengaruh pada kemampuan zooxanthellae melakukan fotosintesis (Best et al, 1989).
ADVERTISEMENT
Kelas kesesuaian wisata dibagi menjadi empat, diantaranya :
1. Highly Suitable, daerah tidak mempunyai batas serius untk menerapkan perlakuan yang diberikan. Hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaanya dan tidak akan menaikkan tingkatan perlakuan yang diberikan
2. Moderately
Suitable, daerah mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini gunanya untuk meningkatkan perlakuan yang diberikan
3. Marginally Suitable, daerah memiliki pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan perlakuan yang diberlikan
4. Not Suitable, daerah mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tertentu
(Bakosurtanal, 1996).
Terumbu Karang, maxresdefault.jpg (1280×720) (ytimg.com)
Terumbu karang merupakan merupakan potensi utama dalam pengembangan wisata bahari. Nilai estetika keindahan laut banyak ditentukan oleh keberadaan dan keindahan terumbu karang termasuk keragaman jenis, tutupan karang, dan keanekaragaman biota laut yang hidup di dalamnya (Apriliani, 2009). Terumbu karang dapat menjadi sumber devisa yang diperoleh dari kegiatan wisata bahari. Bahkan dewasa ini berbagai jenis biota yang hidup di ekosistem terumbu karang banyak mengandung senyawa-senyawa bioaktif sebagai bahan obat-obatan, makanan, dan bahan kosmetik. Selain itu, terumbu karang juga menjadi daya tarik tersendiri sebagai objek penelitian (Dahuri, 2003). Keindahan terumbu karang tidak perlu diragukan sebagai daya tarik wisata bahari. Bentuk koloni karang yang bervariasi dan indah mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Nilai ekonomis terumbu karang tergantung dari lokasinya, secara umum terumbu karang di Indonesia berkisar antara US $ 1.542 – 6.076 per tahun (UNEP, 2007 in Suharsono, 2009).
ADVERTISEMENT
Wisata bahari merupakan aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan jauh dari suatu tempat menuju lingkungan laut. Lingkungan laut adalah perairan yang beragam dan dipengaruhi oleh pasang surut (Orams, 1999). Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata bahari laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Konsep pengembangannya sejalan dengan misi pengelolaan konservasi yang tetap menjaga berlangsungnya proses ekologis dan tetap mendukung system kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati, menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistem, dan memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat (Ndruru, 2009). Sedangkan menurut Yoeti (1987), ekowisata adalah aktivitas yang berkaitan dengan alam, melihat alam dari dekat, dan menikmati keaslian alam dan lingkungannya sehingga membuat tergugah untuk mencintai alam.
Banyak factor yang mempengaruhi kondisi perairan, misalnya factor pola arus yang bepengaruh terhadap kekeruhan karena arus membawa material sedimen bergerak. Keberadaan terumbu karang pada kedalaman dangkal memiliki kondisi yang lebih bagus jika dibandingkan dengan yang berada di perairan dalam. Hal ini disebabkan karena factor pertumbuhan karang yang beberapa diantaranya adalah cahaya matahari dan kedalaman seperti yang sudah terurai di atas (Nybakken, 1992). Pada kedalaman dangkal intensitas cahaya matahari dapat tembus dengan intensitas lebih banyak ke dalam kolom air dibandingkan dengan perairan dalam.
ADVERTISEMENT
Permintaan wisata bahari di Indonesia terbilang cukup tinggi sehingga penawaran yang diberikan haruslah dapat mengimbangi permintaan yang diinginkan. Untuk menulai kesesuaian kegiatan wisata bahari dapat dilakukan dengan pendekatan supply and demand (Gold, 1980). Pola permintaan akan berubah seiring berjalannya waktu, jika kita tidak memahami betul potensi bahari yang dimiliki Indonesia, maka Indonesia tidak akan pernah berada pada titik optimum pemanfaatan kekayaan biota laut yang tersedia. Dimana potensi ini dapat memberikan manfaat dan hasil yang luar biasa kepada Indonesia, seperti meningkatkan devisa negara melalui wisata bahari. Dengan kondisi yang seperti sekarang, perlu dilakukan kajian untuk mengevaluasi sumber daya terumbu karang ataupun biota lainnya yang dimiliki oleh perairan-perairan di Indonesia, peningkatan kualitas SDM juga sangat diperlukan untuk pengembangan potensi biota laut Indonesia, serta keterlibatan stakeholder sebagai upaya meminimalisir timbulnya konflik vertical maupun horizontal.
ADVERTISEMENT
Referensi :
Johan, 2011, Pengembangan Wisata Bahari dalam Pengelolaan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil Berbasis Ekologi : Studi Kasus Pulau Sebesi Provinsi Lampung, https://www.researchgate.net/publication/303843397 (30 November 2020)
Muhlis, EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN KONDISI OSEANOGRAFI PERAIRAN KAWASAN WISATA BAHARI LOMBOK, 2011, Berk. Penel. Hayati, Nomor 16, Halaman 111 – 118, [email protected]
Panra, Anugroho, dan Ismanto, 2016, EVALUASI KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK PEMAFAATAN WISATA SNORKELING DAN SELAM DI PULAU PASUMPAHAN SUMATERA BARAT, JURNAL OSEANOGRAFI, Nomor 1, Volume 5, Halaman 45 – 59, http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose