Konten dari Pengguna

Krisis Gelar Profesor di Indonesia: Tantangan Bagi Perguruan Tinggi

Anggi Hawarnia
Mahasiswa Program Magister Administrasi Publik, Universitas Riau
12 November 2024 13:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Hawarnia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gambar dari Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gambar dari Pexels.com
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa dekade terakhir, gelar profesor sebagai jenjang tertinggi dalam karier akademik mengalami tantangan serius di Indonesia. Walaupun angka lulusan sarjana dan pascasarjana terus meningkat, jumlah profesor aktif di berbagai perguruan tinggi tidak menunjukkan pertumbuhan yang sebanding.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini memunculkan pertanyaan kritis "mengapa capaian tertinggi dalam dunia akademik ini semakin sulit diraih?"
Krisis ini tidak hanya mengancam keberlanjutan kualitas pendidikan tinggi, tetapi juga berpotensi melemahkan riset dan inovasi nasional yang sangat dibutuhkan di era globalisasi. Apa yang menyebabkan hambatan ini, dan bagaimana dampaknya terhadap kualitas pendidikan serta kompetensi generasi mendatang di Indonesia?

1. Pemalsuan Gelar

Menurut data dari Kemendikbudristek sejak tahun 2020 hingga 2023 telah terungkap ada lebih 50 kasus pemalsuan gelar akademik termasuk gelar profesor. Kasus seperti ini tidak hanya merugikan individu yang berusaha keras untuk mencapai gelar tersebut, namun juga akan berdampak pada reputasi global pendidikan tinggi Indonesia, menurunkan kepercayaan terhadap publik dan menghambat pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.
ADVERTISEMENT

2. Politisasi Gelar

Gelar profesor sering kali diberikan kepada tokoh politik atau figur publik lainnya tanpa memenuhi syarat akademik yang ketat. Hal ini menjadikan jabatan profesor sebagai alat untuk kepentingan politik dan finansial, bukan sebagai simbol keunggulan akademik. Politisasi gelar ini akan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan tinggi, karena jabatan guru besar tidak lagi menjadi simbol keunggulan akademik yang sesungguhnya.

3. Jumlah Guru Besar yang Minim

Saat ini hanya ada sekitar 2.61 % dari total 300 ribu dosen aktif di Indonesia yang meyandang gelar guru besar. Angka ini tentu jauh di bawah standar internasional. Minimnya jumlah guru besar di Indonesia ini juga dikarenakan terhambat oleh rumitnya proses administrasi.
Secara keseluruhan, krisis gelar profesor di Indonesia mencerminkan berbagai tantangan yang menghambat perkembangan pendidikan tinggi, mulai dari pemalsuan gelar, politisasi, hingga minimnya jumlah guru besar akibat proses administrasi yang rumit. Jika dibiarkan, masalah-masalah ini akan terus menurunkan kualitas akademik dan daya saing riset Indonesia di kancah global.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, diperlukan reformasi mendasar dalam tata kelola pemberian gelar akademik, termasuk pengawasan yang ketat, penyederhanaan prosedur administrasi, dan peningkatan transparansi untuk menjaga integritas akademik. Dengan demikian, diharapkan gelar profesor dapat kembali menjadi simbol keunggulan intelektual dan kontribusi nyata bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat.