news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Belajar dari Hans Zimmer

Anggi Kusumadewi
Kepala Liputan Khusus kumparan. Enam belas tahun berkecimpung di dunia jurnalistik.
Konten dari Pengguna
27 Agustus 2017 14:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Kusumadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya sedang merampungkan satu tulisan sembari mendengar musik di YouTube siang ini, ketika mendadak terpampang iklan “Hans Zimmer Teaches Film Scoring | Official Trailer” di layar laptop.
ADVERTISEMENT
Saya sontak menaruh perhatian, dan tak melewati iklan YouTube itu seperti biasanya. Alasan utama tentu saja: saya menggandrungi musik Hans Zimmer.
Komposer asal Jerman itu telah menggubah lagu untuk 150 film lebih, termasuk di antaranya The Dark Knight, Inception, The Thin Red Line, Gladiator, The Last Samurai, The Da Vinci Code, Pirates of The Caribbean, Sherlock Holmes, The Lion King, Interstellar, Dunkirk.
Terlepas dari iklan MasterClass-nya—yang mengharuskan mereka yang berminat membayar 90 dolar AS atau setara Rp 1,2 juta untuk mengikuti kelas online-nya, musik Hans Zimmer termasuk yang paling saya suka dan kerap saya pilih untuk menemani menulis (tepatnya mengetik) selama ini.
Kenapa? Karena saya jauh lebih suka musik instrumental—yang kerap merupakan soundtrack film—sebagai pengiring menulis. Entah kenapa, musik instrumental lebih bisa meletupkan imaji dalam labirin serebrum saya.
ADVERTISEMENT
Lagu, dengan suara manusia di dalamnya, malah kerap merusak konsentrasi saya. Bising. Tapi tentu tiap orang berbeda-beda. Kebetulan saja saya penganut senyap—meski suara saya sendiri kadang menggelegar, betapa ironis.
Bila telah menemukan musik yang pas sebagai teman menulis, mendadak kata-kata bak berloncatan semarak di kepala, menanti saya raup dan rangkai menjadi satu cerita hidup.
Seperti hampir semua artikel jurnalistik yang saya hasilkan selama bertahun-tahun ini, belasan puisi amatir saya pun masing-masing punya musik pengiring.
Jika kata dan irama telah klop, terajut oleh mungkin semacam chemistry serupa, semua jadi mengalir begitu lancar.
Baik, cukup tentang lanturan saya. Mari kembali ke video Hans Zimmer.
Dari video Hans Zimmer pada bagian teratas tulisan ini, berikut kata-kata penting yang saya highlight—dan menurut saya ini tak hanya berlaku bagi musisi, melainkan semua profesi yang memerlukan daya kreativitas tinggi.
ADVERTISEMENT
We try to create worlds.
Ideas are not limited by budget.
The creative process takes place in your head.
Because if you have a story, you can do whatever you want to do.
If somebody tells you that there's a rule, break it. That's the only thing that move things forward.
Oke, jangan salah paham dengan kalimat terakhir. Ia bukan berarti menyuruh kita, semisal, melanggar peraturan lalu lintas, tapi meminta kita untuk tak tersekat dalam melakukan proses kreatif.
Ini pun biasanya saya lakukan ketika menulis. Terkait profesi saya sebagai jurnalis dan editor, saya banyak melakukan eksperimen dengan gaya penulisan dan tak mau terpaku kaku pada satu metode.
Yang terpenting adalah, seperti ucapan Hans Zimmer: story.
ADVERTISEMENT
Selama ada kisah kuat (bagus) untuk diceritakan, penceritaan model apapun hasilnya bisa bagus. Tinggal dikemas apik dan dihidupkan, karena kita menciptakan sebuah dunia pada cerita itu.
Pada akhirnya, semua orang bisa memilih caranya masing-masing, dan saya pun melakukannya dengan cara saya yang relatif “bebas”.