Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Januari Kelabu Saya dan Glenn: Putus
11 Januari 2017 21:17 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
Tulisan dari Anggi Kusumadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat salah satu teman saya mengajukan usul untuk menulis cerita tentang para penyanyi Januari, saya langsung tersentak. Ingatan saya terlempar ke beberapa tahun silam, entah kapan tepatnya, saya lupa. Mungkin satu dekade lalu.
ADVERTISEMENT
Waktu itu bulan Januari, dan saya sedang kuliah kerja lapangan. KKL was good, my life was also good. Everything was good-lah, seperti kata pilot mabuk itu.
Sampai tiba-tiba di suatu malam, pacar saya berkirim pesan singkat --yang saya lupa bunyinya, tapi kira-kira seperti ini: sepertinya hubungan kita enggak bisa diteruskan lagi.
Bumi langsung berhenti berputar. Waktu membeku. Hati saya mencelos.
“Apa-apaan ini?” pikir saya waktu itu, mengingat betapa kurang ajarnya kelakuan lelaki yang --setelah 8 tahun menjadi sahabat dekat saya-- memutuskan perempuannya lewat SMS.
SMS, saudara-saudara. Ckckck… (Oh ya, waktu itu belum ada WhatsApp). Sepertinya ketika itu saya mau teriak saja.
Tapi alih-alih berteriak-teriak kesal atau menangis penuh drama, saya malah menyiapkan ransel, membawa barang seperlunya, dan berangkat ke Yogya.
ADVERTISEMENT
Ya, mantan pacar saya (yang saat itu) agak kurang ajar itu kuliah di Yogya.
Jadi saya langsung pergi ke sana, naik bus malam menempuh 8 jam perjalanan, demi memberi pelajaran tentang bagaimana caranya memutuskan orang dengan “baik dan benar.”
Ngomong langsung dong, masa lewat SMS!
Setibanya di Yogya, ternyata terminal bus saat itu baru pindah ke lokasi yang lebih jauh dari kota.
Saya jadi agak buta arah. Tapi peduli amat. Jalan di mana-mana kan menyambung, jadi pasti ketemu juga.
Turun dari bus, subuh, saya kelaparan. Saya langsung nongkrong di salah satu warteg sambil mengisi perut dan menyesap teh manis hangat --untuk menetralisir rasa pahit di hati yang beku.
Tiba-tiba seorang pria berbadan kekar dan bertato menghampiri saya, duduk di sebelah saya.
ADVERTISEMENT
Dia membuka percakapan, dan ternyata asyik diajak ngobrol. Profesinya sebagai preman di terminal baru itu.
Jangan bayangkan yang tidak-tidak. Preman itu baik hati, menunjukkan angkutan menuju kota sembari membawakan tas saya.
Maka saya sampai ke kosan pacar saya, langsung mengetuk pintunya yang terbuka, dan masuk dengan santai.
Tentu saja dia kaget, tak menyangka saya sudah berdiri di depannya padahal baru kemarin di-SMS minta putus.
Kami ngobrol sekitar dua jam. Saya, tentu saja, bagaimanapun seperti perempuan biasa yang ingin tahu langsung apa alasan dia minta putus.
Seperti bisa diduga, ada perempuan lain.
Itu tidak mengejutkan, karena saya pun bersahabat dekat dengan sejumlah pria. Bedanya, saya tak minta putus.
Setelah mendengar ceritanya, baiklah, tali tak bisa disambung.
ADVERTISEMENT
Saya pun kembali ke terminal (Mas Preman tak terlihat) dan naik bus dengan hati retak.
Praktis cuma dua jam saya berada di Yogya hari itu.
Sedih sekali sepanjang (8 jam lagi) jalan pulang. Maklum, anak muda.
Beberapa teman di Yogya yang tahu saya ke sana, SMS: kenapa enggak bilang kalau ke sini? Ayo nginep di kosanku, terus kita jalan-jalan.
But of course I weren't in the mood.
Maka saya menjawab datar: lain kali saja ya, aku langsung pulang, sedang banyak tugas.
Sesampainya di lokasi KKL, entah bagaimana semesta mengaturnya, lah kok ternyata teman sekamar saya baru membeli album Glenn Fredly.
Saat saya masuk, lagu Januari mengalun, memenuhi udara, menebarkan zat kimia tak kentara yang meremukkan hati.
ADVERTISEMENT
“Dengarkan lagu, lagu ini. Melodi rintihan hati ini. Kisah kita berakhir di Januari.”
Betul-betul setan, bukan?
Tapi, alih-alih mencekik leher teman saya dan mematikan kaset (pada masa itu, kaset masih laku keras), saya malah duduk tenang dan mendengar nyanyian Glenn sampai tuntas, sampai nada terakhir.
Glenn putus macam apa sih sampai bisa bikin lagu segitu dalam?
"Bujangan, ngontrak, diputusin pacar. Hidup gue galau berat," begitu Glenn pernah berujar di satu kesempatan.
Sejak saat itu, saya kerasukan setan Januari. Setiap hari saya putar album Glenn --dan akhirnya saya beli kasetnya sendiri supaya bisa diputar sepuas hati.
Entah berapa lama saya begitu, mungkin sampai sebulan.
Tapi rasanya, mendengar lantunan Januari menjadi terapi yang baik buat saya.
ADVERTISEMENT
Saya memang sedih, but like everyone said, life must goes on.
Saya menyelesaikan KKL, menulis skripsi, menjadi penyiar radio paruh waktu, dan sebulan kemudian: menggandeng pacar baru --yang sekarang jadi bapaknya putri cantik cerewet saya.
Ya pastinya tak semulus yang saya tulis. Pasang surut selalu ada. Namanya juga kehidupan.
Yang jelas, saya mesti berterima kasih buat Glenn dan Januari-nya.
You did great with your broken heart Glenn, so did I.