LGBT Dilarang Kuliah di Universitas Andalas Padang

29 April 2017 16:18 WIB
ADVERTISEMENT
Universitas Andalas (Foto: http://www.unand.ac.id)
Universitas Andalas di Kota Padang, Sumatera Barat, mensyaratkan calon mahasiswanya tak termasuk dalam kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Hal tersebut tercantum pada formulir yang dapat diunggah dalam laman resmi universitas tersebut --sebelum akhirnya dihapus.
ADVERTISEMENT
Semula, pada website Universitas Andalas, terdapat pengumuman berjudul “Hasil Seleksi dan Mekanisme Pendaftaran Ulang Calon Mahasiswa yang Lulus SNMPTN 2017” yang pada butir keempatnya bertuliskan:
Daftar ulang/verifikasi data (16 Mei 2017, harus hadir sebelum jam 09.00 WIB). Bagi yang tidak hadir/terlambat dianggap mengundurkan diri sebagai calon mahasiswa Unand melalui jalur SNMPTN 2017. Dan pada saat verifikasi data wajib menyerahkan Surat Pernyataan Bebas LGBT (Form download di sini).
Mekanisme pendaftaran sebelum-sesudah diedit. (Foto: Maria Sattwika/kumparan)
Namun saat ini, pada laman yang sama, kalimat terakhir tersebut yang berbunyi “Dan pada saat verifikasi data wajib menyerahkan Surat Pernyataan Bebas LGBT (Form download di sini)” telah dihapus.
Dalam Surat Pernyataan Bebas LGBT yang sempat diunduh oleh kumparan (kumparan.com), tercantum kalimat sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Dengan ini menyatakan bahwa saya tidak termasuk dalam kelompok/kaum Lesbian, Gay, Transgender (LGBT).
Apabila di kemudian hari ternyata surat pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi, dan dikeluarkan dari Universitas Andalas.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Surat Pernyataan Bebas LGBT. (Foto: Maria Sattwika/kumparan)
Sejumlah unsur struktural Universitas Andalas yang dihubungi kumparan tak bersedia memberikan keterangan dan melemparkan kepada rekan lain yang menurut mereka lebih berkompeten untuk menjelaskan.
“Setahu saya memang LBGT tidak boleh di Unand (Universitas Andalas), tapi pejabat universitas lain yang berwenang menjawab,” kata salah seorang pegawai Universitas Andalas yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (29/4).
“Lebih baik bertanya kepada Panitia SNMPTN,” kata Eriyanti, Kepala Sub Bagian Humas dan Protokol Universitas Andalas, sembari membagikan nomor Syafwardi yang menurutnya Humas SNMPTN.
ADVERTISEMENT
Syafwardi yang juga Kepala Biro Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Andalas, ketika dihubungi mengatakan, “Kepala Rektorat yang bisa menjelaskan, dan dia sedang di luar kota.”
kumparan masih mencoba menghubungi Rektor Universitas Andalas sampai saat ini.
Warna pelangi, lambang LGBT. (Foto: Wikimedia Commons)
Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI, Ali Ghufron Mukti, mengatakan pemerintah pusat tak pernah mengeluarkan atau memberi instruksi soal kebijakan larangan LGBT bagi para calon mahasiswa.
“Setiap orang memiliki hak atas akses pendidikan. Kalau benar ada universitas yang menerapkan kebijakan tersebut, itu di tingkat lokal. Di tingkat nasional tidak ada,” kata Ali.
Ayat (1) Pasal 28C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
ADVERTISEMENT
Sementara Surat Pernyataan Bebas LGBT dari Universitas Andalas, sejak kemarin viral di media sosial dan memancing beragam komentar netizen.
Tahun lalu, 7 Maret 2016, Pusat Studi Pembangunan dan Perubahan Sosial Budaya (SCDev) Universitas Andalas sempat menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Membentengi Generasi Muda dari Bahaya LGBT” di kampus itu.
Dalam laman resmi universitas, dijelaskan bahwa FGD soal bahaya LGBT itu dilakukan sebagai wujud dan antisipasi dan kepedulian mereka.
Direktur SCDev, Alfan Miko, saat itu mengatakan FGD tersebut juga bertujuan untuk menyamakan persepsi antara pemimpin dan masyarakat tentang bahaya gerakan LGBT, dan merumuskan strategi efektif guna mengantisipasi bahaya LGBT di lingkungan kampus.
Sementara peneliti SCDev Emeraldi Catra, seperti dilansir unand.ac.id, ketika itu mengatakan gerakan LGBT berdampak pada depopulasi atau penghancuran ras manusia. Alasannya: tidak ada pasangan sejenis yang dapat melahirkan keturunan normal. Ia juga menduga terdapat rekayasa sistematis dalam gerakan “kampanye” LGBT.
ADVERTISEMENT
Masih pada FGD itu, persoalan LGBT menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas Zainul Daulay melawan sunnatullah, bahwa Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan untuk meneruskan keturunan. Ia juga menuding kelompok LGBT bertameng isu HAM untuk memperoleh kebebasan gerak di Indonesia.
FGD Bahaya LGBT di Universitas Andalas tahun lalu dipicu ucapan M Nasir sebagai Menristekditi, bahwa LGBT tak sesuai dengan nilai dan norma bangsa Indonesia, sehingga jangan sampai kelompok itu masuk ke kampus-kampus.
Dalam laporan Human Rights Watch (HRW) berjudul “Permainan Politik Ini Menghancurkan Hidup Kami: Komunitas LGBT Indonesia di Bawah Ancaman” yang dirilis Agustus 2016, disebutkan bahwa kelompok LGBT di Indonesia mengalami tindak kekerasan, ancaman, diskriminasi, dibenci, dan dilecehkan.
Prasangka dan ancaman terhadap kelompok LGBT meningkat tahun 2016, berbarengan dengan kian banyaknya ucapan diskriminatif dari pejabat negara terhadap mereka.
ADVERTISEMENT
Laporan HRW setebal 58 halaman tersebut disusun Januari-Juni 2016 berdasarkan wawancara dengan 70 orang dari kelompok minoritas seksual, aktivis hak asasi manusia, dan perwakilan masyarakat sipil di beberapa wilayah di Indonesia.
Update:
Gerbang masuk Universitas Andalas (Foto: Wikimedia Commons)