Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masa Depan Nirsentuh
13 Juni 2020 19:46 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Anggi Kusumadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada beberapa hal yang berubah di kantor saya ketika virus corona pertama kali terdeteksi masuk Indonesia—kala itu awal Maret dan kami belum bekerja dari rumah—yakni: meniadakan akses masuk via mesin pemindai sidik jari.
ADVERTISEMENT
Pintu yang biasanya baru terbuka setelah sidik jari teridentifikasi, saat itu dibuka lebar-lebar. Selain untuk menghindari sentuhan jari pada permukaan fingerprint scanner, juga agar sirkulasi udara lebih lancar guna menghindari virus bersemayam dalam ruangan.
Perubahan kecil di awal pandemi itu hanya satu dari yang banyak. Dan untuk yang satu itu, saya senang karena saya punya sidik jari yang jarang bisa terbaca mesin fingerprint—saya empat kali berganti kantor, dan empat kali itu pula bermasalah dengan scanner fingerprint sehingga saya harus selalu mengetuk-ngetuk pintu kaca atau menelepon kawan di dalam atau menunggu rekan melintas ketika hendak masuk ruangan; paspor pertama saya di awal tahun 2000-an pun dibuat tanpa memindai sidik jari berhubung semua sidik jari saya tak terbaca oleh scanner dan petugas imigrasi menyerah sambil geleng-geleng kelapa.
ADVERTISEMENT
Maka, ketika hari ini bos saya membagikan informasi soal protokol keamanan baru di mal-mal di Jakarta yang akan dibuka pekan depan, yang membetot perhatian saya adalah segala teknologi touchless yang diterapkan oleh mal-mal itu—touchless parking, touchless lift button, touchless hand sanitizer, touchless hand soap. Salah satu mal itu menyebutnya sebagai “100 percent touchless service experience”.
Semua itu tentu saja untuk memupus ketakutan orang-orang, meyakinkan mereka untuk datang kembali, dan ujungnya: memberi kesempatan sektor ritel kembali bernapas.
Saya sendiri belum akan buru-buru meluncur ke mal—dan bukan sedang merekomendasikan khalayak untuk jalan-jalan ke mal dengan membagikan video di atas. Hanya saja, melihat segala layanan nirsentuh (touchless) itu membuat saya tersenyum-senyum karena teringat dengan film futuristis. Betapa teknologi begitu adaptif dengan berbagai situasi—sampai titik tertentu.
ADVERTISEMENT
Ketika sabun dan hand sanitizer dapat keluar dari wadahnya tanpa perlu dipencet, tentu saya boleh mengkhayal di masa depan bisa mengetik tanpa harus menyentuh keyboard laptop.
Dan saya akan senang sekali bila di kemudian hari, saat pandemi usai, ada touchless fingerprint—atau access card juga bolehlah. Sehingga saya tak perlu mengetuk-ngetuk pintu atau menelepon rekan atau menunggu kolega melintas ketika mau masuk ke ruangan kantor.
Sebetulnya, teknologi pemindai sidik jari nirsentuh memang ada. Ia, misalnya, dikembangkan oleh perusahaan Prancis, Idemia. Teknologi ini, seperti saya baca di web perusahaan keamanan siber Kaspersky , telah dipamerkan pada Mobile World Congress 2018 di Barcelona. Dengan teknologi ini, kita tak perlu menempelkan sidik jari ke mesin pemindai. Cukup angkat tangan ke atas scanner dan tahan sebentar, dan kamera-kamera di bawah permukaan scanner akan memotret tangan kita dari ragam sudut untuk menghasilkan model tiga dimensi.
ADVERTISEMENT
Teknologi-teknologi nirsentuh macam itu biasanya bisa mendeteksi arah gerak benda (dalam hal ini tangan) di dekatnya—atas-bawah atau kanan-kiri. Itu sebabnya sabun dan hand sanitizer dapat keluar dari wadahnya ketika alat sensor pada wadah tersebut mendeteksi gerakan di bawahnya. Begitu pula alat sensor pada tombol lift—tombol naik atau turun—dapat membaca gerakan tangan di depannya. Dan—seperti yang sudah sering kita lihat saat ini—air bisa keluar dari keran ketika kita meletakkan tangan di bawah keran tanpa menyentuhnya.
Setiap masa menyimpan “keajaiban” sendiri. Selalu ada kali pertama untuk segala sesuatu. Pertama kali listrik ditemukan, pertama kali telepon ditemukan, pertama kali mesin uap ditemukan, pertama kali internet ditemukan, pertama kali smartphone ditemukan—dan betapa kombinasinya dengan internet menghasilkan sistem canggih yang benar-benar mempermudah hidup manusia masa kini; membuat hampir segalanya bisa dibereskan dengan ponsel dalam genggaman—tanpa harus pergi ke mal :)
ADVERTISEMENT
Satu teknologi lagi sangat dibutuhkan saat ini: pembuatan vaksin supercepat.
Sebelum yang satu itu terwujud, mari saling menjaga diri dengan mematuhi protokol kesehatan. Semoga kita semua diberi kesehatan dan kekuatan sampai pandemi terlewati.