Konten dari Pengguna

Ojo Gumunan, Ojo Kagetan

Anggi Kusumadewi
Kepala Liputan Khusus kumparan. Enam belas tahun berkecimpung di dunia jurnalistik.
9 Januari 2018 7:19 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Kusumadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ojo Gumunan, Ojo Kagetan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
“Are they joking?” tanya seorang kawan kemarin--yang mendengar kabar rencana Ahok bercerai dengan Veronica Tan bak sambaran geledek.
ADVERTISEMENT
“Nope,” jawab saya, yang sejak sehari sebelumnya sudah membahas soal itu dengan sejumlah rekan.
“Lha kok iso? But why oh whyy…?? That divorce lawsuit letter didn't explain anything!” ujarnya tak puas dengan jawaban pendek saya.
“Wait in an hour, I’ll send you videos--full statement from the lawyer and the court,” jawab saya, yang tahu teman-teman saya di lapangan dan kantor sedang memproses artikel dan mengunggah video tentang itu.
Melihat reaksi kawan saya yang terkaget-kaget dan terheran-heran, saya lantas menyelipkan pesan, “Ojo gumunan, ojo kagetan toh.” Artinya: jangan mudah heran, jangan mudah terkejut.
Pesan itu pula yang dulu sering disampaikan abang senior saya: ojo gumunan, ojo kagetan.
Betapa tidak, sebab apapun bisa terjadi di dunia ini, dalam hidup ini. Bahkan yang terlihat tak mungkin sekalipun. Seperti kata pepatah, there is nothing certain but the uncertain.
ADVERTISEMENT
Orang hidup kadang seperti melangkah di titian rapuh--yang bisa jatuh sekali angin menyentuh.
Kita mengira A, ternyata realitasnya Z. Kita melangkah menuju X, ternyata berujung di S. Kita berencana F, ternyata jadinya V.
Dan siapa tahu dalamnya hati orang? Hanya Tuhan dan dirinya sendiri.
Kamu? Saya? Kita? Kan hanya mengetahui tampilan luar. Dan apa yang terlihat dari luar belum tentu cerminan keadaan yang sesungguhnya. Tapi tak perlu juga sampai merasa tertipu penglihatan, karena yang sebenar-benarnya adalah: di atas langit ada langit, di bawah tanah ada tanah.
Tanpa bermaksud menggurui (sungguh tidak, sebab siapa pula saya), nyatanya semua tak sesederhana kelihatannya.
Semisal, langit (atmosfer) memiliki sejumlah lapisan--troposfer, stratosfer, mesosfer, termosfer, ionosfer, eksosfer. Bumi pun punya banyak lapisan--kerak bumi, litosfer, mantel atas, selubung tengah, selubung bawah, inti luar cairan, inti dalam padat. Demikian pula kedalaman laut--ada litoral, neritik, basial, abisal.
ADVERTISEMENT
Intinya, manusia bukan Tuhan, bukan pusat semesta. Maka tak selalu dapat mengetahui inti dari segala-gala di dunia, termasuk kedalaman jiwa seseorang. Apalagi kalau sudah soal hati--ranah privat yang memang mutlak milik masing-masing orang.
Ojo gumunan. Kita kenal seseorang, tapi belum tentu tahu dia secara utuh. Ada sisi lain, entah 1 persen atau bahkan 71 persen, yang itu bagi kita semacam terra incognita (zona tak dikenal).
Apa yang ditampilkan dalam laku keseharian adalah sekian persen dari sosok yang utuh. Tidak 100 persen. Dan di mana-mana memang begitu. Masing-masing kita punya area sendiri yang tak terjamah orang lain--outsider.
Pada kepala kita, terdapat banyak laci. Laci “rumah”, “kantor”, “rekan kerja”, “sahabat”, “keluarga”, “kekasih”, “kerja”, “berlibur”. Laci-laci itu punya kunci berbeda. Mau membuka laci yang mana, tergantung lokasi dan situasi. Setting-an untuk area publik dan privat tentu juga berbeda.
ADVERTISEMENT
Tak semua urusanku jadi urusanmu, urusan kalian. Semacam itulah.
So please, ojo gumunan, ojo kagetan.
Ojo Gumunan, Ojo Kagetan (1)
zoom-in-whitePerbesar
Catatan: Gambar diambil dari Pixabay