Konten dari Pengguna

Patah Hati dan Socmed Shutdown

Anggi Kusumadewi
Kepala Liputan Khusus kumparan. Enam belas tahun berkecimpung di dunia jurnalistik.
10 Maret 2018 22:56 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Kusumadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Patah Hati dan Socmed Shutdown
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
“Big announcement. It’s on FB. He’s engage. Hope you’re OK.”
ADVERTISEMENT
“Oh, finally. Thanks for letting me know. It’s okay, I’m happy for him.”
“Hugs.”
***
No, my friend is not okay. Tak berapa lama, dia berkirim pesan ke saya, salah satu sahabatnya yang tahu kisah hidupnya dan jatuh bangunnya selama ini.
“I never really care about him anymore. Tapi kayaknya aku butuh ‘puasa’ medsos lagi--dan pergi,” kata dia. Lalu menambahkan, “And time to change my profile picture on Facebook. Because that one was taken by him.”
Ah, betapa pahit. Dulu, waktu putus dengan si lelaki yang kini bertunangan itu, ia melakukan socmed shutdown alias menonaktifkan nyaris semua akun media sosialnya--Facebook dan Instagram terutama.
Bagaimana tidak, bila tiap membuka medsos, wajah si lelaki berseliweran di timeline. Itu tak dapat dihindari, karena lingkaran perkawanan mereka sama. Teman si lelaki, ya teman si perempuan patah hati juga.
ADVERTISEMENT
Jadi, melihat pose mesra si pria bersama kekasih baru--yang kini menjadi tunangannya dan sebentar lagi istrinya--membuat hati retaknya kian berdarah. Betul-betul merana, saya bukannya tak tahu seperti apa rasanya.
Tapi, melakukan deaktivasi akun saat-saat ini akan merugikannya, sebab ia butuh sesekali membuka medsos untuk, katakanlah, melihat perkembangan dunia dan para kolega di luar sana. Apalagi sahabat saya itu baru membentuk semacam PR consultant. Dia jelas butuh berjejaring di mana-mana, termasuk di jagat maya.
Maka kata saya: socmed shutdown bukan opsi bagus, unfollow saja bekas kekasihmu itu. Dia menggeleng. “Aku sudah pernah unfollow, dan--entah bagaimana--dia tahu, terus WhatsApp, ‘Kenapa nggak unfriend sekalian?’”
Saya jadi jengkel. “Well then, maybe this is the time to unfriend him for the sake of your mental health.”
ADVERTISEMENT
Mungkin si lelaki tetap ingin berteman dengan sahabat saya itu meski mereka tak lagi berkasih-kasihan. Dia tak sadar si mantan masih patah hati karena putus cinta darinya, dan goresan perih itu sialnya masih bertahan hingga bertahun kemudian.
Yeah, tak semua orang bisa move on dengan mudah, terutama jika dia dan sang bekas terkasih kerap bersinggungan di dunia kerja.
Patah Hati dan Socmed Shutdown (1)
zoom-in-whitePerbesar
Bukan cuma teman saya itu yang masuk kelompok para pemendam cinta tak berbalas. Pasti banyak yang begitu.
Mau bagaimana lagi, soal hati kan susah diatur. Yang bisa dilakukan adalah mencoba kuat dan waras supaya hidup bisa jalan terus. Menyibukkan diri dengan entah apa meski hati bak diiris sembilu.
Kadang, aksi menimbun diri dengan kesibukan untuk menjaga fokus hidup itu berbuah positif. Macam musisi yang menghasilkan lagu spektakuler usai putus cinta.
ADVERTISEMENT
Mana tahu sehabis didera siksa hati, sahabat saya itu mencurahkan perhatian pada pekerjaan dan dapat proyek besar, kan?
Tapi ya itu nanti. Sekarang ia masih berkabung karena akan ditinggal kawin. Dan sebagai sahabat, I strongly suggest her to not deactivate her account just because of man.
Get rid of him, but not the rest of the world.
Jadi wahai kawan tersayang, kita pergi saja, jalan-jalan menyeberang laut, menghilang ke gunung. Mencari tenang dan mengurai benang kusut di kepala.
Shall we?
Catatan: ilustrasi gambar diambil dari Pexels.