PPKM Diperpanjang Pulih atau Bangkrut

Anggie Wiyana
Mahasiswa Jurusan Akuntansi UPNVJ
Konten dari Pengguna
25 September 2021 8:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggie Wiyana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pngtree.com/freepng/ppkm-diperpanjang-lettering-aka-extended-lockdown-in-indonesia_6616295.html
zoom-in-whitePerbesar
https://pngtree.com/freepng/ppkm-diperpanjang-lettering-aka-extended-lockdown-in-indonesia_6616295.html
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Virus corona diketahui pertama kali masuk ke Indonesia pada bulan Maret 2020. Pada saat itu penanganan yang dilakukan pemerintah atas virus corona masih belum serius, seperti sekarang, bahkan bisa dikatakan tidak tanggap dan terkesan lelet. Seperti yang diberitakan BBC, saat itu pemerintah pusat hanya menugasi pemerintah daerah untuk melakukan pemberian status darurat berdasarkan kondisi masing-masing wilayah. Karena tidak adanya kepastian dari pemerintah pusat atas apa yang harus dilakukan membuat setiap daerah akhirnya bergerak masing-masing. Ditambah lagi, anggaran pemerintah daerah pun tidak mampu jika harus menghadapi situasi wabah yang tiba-tiba, seperti ini. Karena Langkah yang kurang tepat tidak perlu memakan waktu lama sejak kasus pertama hingga dua minggu awal sudah terjadi 117 kasus positif yang semula hanya dua orang. Melihat penyebaran virus corona yang semakin tidak terkendali akhirnya cukup membuat pemerintah segera mengambil tindakan yang lebih efektif, yaitu social distancing atau pembatasan sosial.
ADVERTISEMENT
Mulanya, pemberlakuan social distancing berupa karantina wilayah hanya dalam skala kecil, misal pembatasan sosial setiap RT/RW, per kelurahan, dan kecamatan. Namun, nyatanya hal itu sama sekali tidak efektif. Angka kasus positif Covid-19 sudah melonjak tinggi. Akhirnya, saat itu Bapak Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta mengambil tindakan pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pembatasan sosial ini jauh lebih ketat, sekolah yang awalnya libur hanya dua minggu menjadi tidak memiliki kejelasan kapan dapat beraktivitas kembali, kantor-kantor tutup mengharuskan semua orang bekerja dari rumah, mal dan tempat hiburan lainnya juga tidak diperbolehkan beroperasi.
Segala perubahan ini yang mengharuskan setiap orang berdiam diri di rumah dan tidak boleh bepergian berdampak pada kondisi ekonomi Indonesia. Terbukti dengan terjadinya kontraksi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut data yang diberikan oleh BPS pertumbuhan ekonomi Indonesia secara kumulatif (c-to-c) mengalami kontraksi sebesar 2,07% dinilai dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019, kemudian jika dibandingkan triwulan IV-2020 dengan triwulan IV-2019 pertumbuhan produksi IMK (y-on-y) mengalami kontraski yang lebih tinggi lagi, yaitu sebesar 2,19%. Kontraski pertumbuhan produksi IMK (y-on-y) terparah terjadi pada sektor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan dengan nilai 15,04%. Tentu, terjadi kontraksi ini bukan hal yang mengejutkan karena melihat dari kebijakan PSBB yang diterapkan cukup ketat dimana mengharuskan banyak sektor tutup sementara, seperti pariwisata, hotel, ritel, restoran, dan transportasi udara menyebabkan terjadinya ketidakstabilan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Memasuki bulan Juni 2020 melihat adanya penurunan pada kurva kasus Covid-19 pemerintah mengganti kebijakan PSBB menjadi PSBB transisi atau disebut juga dengan new normal life. Dalam masa PSBB transisi ini, beberapa sektor sudah mulai diperbolehkan beroperasi kembali. Namun, dalam jangka waktu yang berdekatan tepatnya pada bulan September karena terjadinya peningkatan angka kasus Covid-19, pemerintah menerapkan kembali PSBB dan menutup beberapa sektor. Hanya ada 11 sektor esensial yang diperbolehkan beroperasi, seperti kesehatan, pelayanan dasar, bahan pangan, dan beberapa sektor lainnya. Diakibatkan PSBB yang tiada akhir ini, sampai juga Indonesia pada jurang resesi.
Setelah PSBB panjang pada pertengahan tahun 2020. Tampaknya awal tahun 2021 Indonesia dapat menghirup udara segar. Sejak dimulainya gerakan vaksinasi oleh pemerintah pada awal Januari angka kasus Covid-19 menunjukan adanya perlambatan, baik dari angka kasus positif maupun angka kasus kematian. Kehidupan berekonomi juga mulai pulih kembali. Kantor-kantor sudah dapat beroperasi, mal dan tempat hiburan diperbolehkan buka, dan restoran diizinkan untuk menerima pelanggan dengan kapasitas maksimal 25%. Adanya pelonggaran PSBB berdampak pada terciptanya tren pertumbuhan ekonomi yang positif. Berdasarkan kuartal II 2021 pada data BPS, Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07% dimana angka tersebut merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak 16 tahun terakhir dan juga ini membuktikan bahwa Indonesia resmi keluar dari belitan resesi.
ADVERTISEMENT
Tak butuh waktu lama untuk angin segar tersebut berubah menjadi badai di tengah ketenangan. Sikap masyarakat yang abai pada protokol kesehatan karena merasa penyebaran Covid-19 sudah melambat dan juga kurangnya kesadaran diri untuk vaksin menyebabkan terjadinya peningkatan kasus Covid-19 yang tidak terkendali. Memasuki bulan Juli tahun 2021 kurva kasus Covid-19 yang sempat melandai kini kembali melambung tinggi diikuti dengan melonjaknya angka kasus kematian akibat Covid-19. Tercatat pada awal Juli terdapat 27.913 kasus harian. Keadaan ini membuat pemerintah memutuskan untuk menarik “rem darurat”. Bulan Juli, tepatnya tanggal 3 Juli 2021 Presiden Joko Widodo mulai memberlakukan PPKM darurat Jawa-Bali. Sebenarnya, PPKM ataupun PSBB sifatnya sama, yaitu mewajibkan masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Bagai dua sisi mata koin yang berlainan, tentu hal ini menyebabkan respon pro-kontra di kalangan masyarakat ada yang setuju dengan pemberlakuan PPKM, ada juga yang tidak. Mereka yang setuju menganggap PPKM adalah hal yang tepat guna menghambat penyebaran Covid-19. Namun, bagi pengusaha dan pelaku umkm pemberlakuan PPKM yang tidak tahu kapan berakhirnya ini sama saja dengan ‘membunuh’ mereka. Terhitung PPKM sudah berlaku selama tiga bulan sejak pertama kali diberlakukan pada bulan Juli hingga kini September. Meskipun baru-baru ini, PPKM darurat yang semulanya berada di level empat sudah turun menjadi level tiga tetap saja pengusaha maupun pelaku umkm mengeluhkan kebijakan PPKM tersebut.
Sejak pemberlakuan PPKM, pastinya banyak masyarakat yang lebih memilih untuk saving uang mereka daripada membelanjakannya. Penurunan daya beli ini memberikan dampak langsung terhadap para pelaku usaha dan menurunnya omset pun tidak dapat terelakkan. Selain itu, para pelaku usaha juga harus tetap mengeluarkan uang mereka untuk segala biaya terkait usaha agar usaha mereka tetap berjalan, seperti biaya produski, membayar gaji karyawan, dan beban-beban lainnya yang harus dibayar. Hal ini membuat para pelaku usaha dipenuhi bayang ketakutan atas kemungkinan usaha mereka gulung tikar.
ADVERTISEMENT
Memang sulit rasanya jika kita di posisi mereka. Ketika para pelaku usaha baru saja memiliki secercah harapan bahwa bisnis mereka akan membaik di tahun ini justru seolah dihancurkan berkeping-keping oleh kebijakan PPKM. Sekarang, nasib mereka berada di ujung tanduk seraya bertanya-tanya kapan PPKM sungguh berakhir. Merasa tercekik dan ingin menjerit, tetapi memang akan ada yang benar-benar mendengarkan? sebuah hal wajar di keadaan seperti ini jika semuanya terlebih dahulu menyelamatkan diri sendiri daripada tenggelam bersama.
Di situasi pandemi bukan hanya masyarakat yang disusahkan, melainkan juga ada pemerintah yang kewalahan mengatur kebijakan sedemikian rupa. Di satu sisi keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas, di sisi lain ada perekonomian yang tidak kalah pentingnya harus tetap berdiri kokoh. Rasanya tidak tepat membuat kebijakan yang menempatkan kedua hal tersebut sebagai pilihan karena bagaimanapun keduanya saling terikat; tidak dapat dipisahkan. Manusia berhak untuk hidup dan untuk hidup perlu kondisi ekonomi yang stabil. Sementara itu, sesuai Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 setiap individu memiliki hak untuk hidup aman dan sejahtera lahir batin. Oleh karena itu, pemerintah harus menjamin bahwa hak tersebut dapat terealisasikan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, dalam situasi ini masyarakat juga harus turut andil. Tidak bisa kita menyerahkan segalanya kepada pemerintah. Kita harus bersama melalui badai ini. Tetaplah menjaga protokol kesehatan ke mana pun dan di mana pun Anda berada. Segerakan diri Anda untuk vaksinasi. Jangan takut wahai para pelaku usaha kukuhkan dalam hati bahwa ini hanya sementara. Tidak apa, terkadang kita harus mengambil satu langkah mundur untuk maju sepuluh langkah ke depan. Doakan semoga Indonesia lekas pulih kurangi menggerutunya perbanyak doa. Percayalah hari membahagiakan akan segera datang.
Di samping itu, berdasarkan data yang ditunjukkan oleh BPS pada triwulan I tahun 2021 dibandingkan dengan triwulan I tahun 2020 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 0.74%, sedangkan triwulan I terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 0,96%. Dengan ini dapat disimpulkan walaupun masih kontraksi, tetapi pertumbuhan ekonomi sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Sekarang yang menjadi pertanyaan, akankah Indonesia resesi kembali? melihat data BPS tersebut memang menunjukkan Indonesia mengalami kontraksi yang lebih kecil dibandingkan tahun 2020. Namun, bukan berarti bayang-bayang resesi musnah begitu saja. Just wait and see hingga BPS merilis bagaimana kondisi perekonomian Indonesia pada triwulan berikutnya