Tenggat Transfer Arsenal, Olivier Giroud, dan Rasa Cintanya yang Besar

anggit bahar
bangkupenonton's
Konten dari Pengguna
1 Februari 2018 13:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari anggit bahar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Transfer musim dingin bagi komeptisi sepak bola di Eropa berakhir sudah. Drama yang terjadi sebulan terakhir ditutup dengan apik ketika tenggat transfer. Andai saja ada sebuah trofi yang diperuntukkan bagi klub terbaik dalam sebuah jendela transfer, tentu saja dalam transfer musim dingin ini trofi tersebut akan jatuh kepada Arsenal.
ADVERTISEMENT
Sejujurnya, sejak transaksi konyol Luis Suarez pada angka 40+1 juta paun tahun 2013 silam, saya sebagai salah satu fans Arsenal tak lagi terlalu bergairah dengan berita transfer apapun yang menyangkut klub kesayangan saya. Terlebih ketika seorang sarjana ekonomi merangkap pelatih yang terlibat dalam transfer tersebut dengan pongahnya hanya menaikkan tawaran ke pemain yang sudah jelas ingin hengkang dari klub lamanya dengan angka 1 juta paun saja dari yang dipatok Livepool. Saya ulangi, SATU JUTA PAUN saja. Terang saja Liverpool sebagai sang pemilik pemain merasa tawaran Arsenal itu tak lebih seperti sebuah bit yang dilontarkan seorang pelawak tunggal di atas panggung.
Empat tahun berselang, ada yang berubah dari manajemen Arsenal. Mereka rela memecahkan rekor transfer bagi klub mereka di angka 52 juta paun untuk seorang Alexander Lacazette. Hal ini tak lepas dari tuntutan fans yang menginginkan seorang striker yang lebih oportunis dan tajam di depan gawang lawan. Tak hanya mengandalkan seorang Olivier Giroud, penyerang jangkung andalan mereka lima tahun ke belakang.
ADVERTISEMENT
Lagi–lagi ada yang berbeda dari manajemen Arsenal musim ini, mereka berani menebus seorang pemain dengan harga 55 juta paun! Sesuatu yang bukan Arsenal sekali memang jika menilik cerita Suarez silam. Bahkan, menurut “Lord” David Ornstein, jurnalis BBC Sport kesayangan fans Arsenal (jika Anda tak percaya, bisa Anda lihat balasan di cuitannya pada akun @bbcsport_david), Mesut Ozil telah menandatangani perpanjangan kontrak bersama Arsenal dengan gaji fantastis, 350 ribu paun per pekan. Gaji tertinggi dalam sepanjang sejarah Arsenal. Angka yang sama yang diajukan Alexis Sanchez untuk Arsenal sebelum akhirnya ia lebih memilih hijrah ke Manchester United.
Pertanyaan yang cukup menggelitik, kenapa untuk Alexis manajemen enggan menyetujui tawarannya, sedangkan untuk Ozil manajemen Arsenal dengan senang hati mengiyakan? Mungkin manajemen Arsenal sudah tahu mana pemain yang memang berkomitmen bagi tim.
ADVERTISEMENT
Sedikit menilik cerita ke belakang, kala Aubameyang dan Mkhitaryan berseragam Dortmund, statistik yang dicatatkan keduanya.sungguh membuat hati fans Arsenal semakin tak sabar melihat penampilan mereka di atas lapangan. Pada musim 2015/2016 Aubameyang-Mkhitaryan di Dortmund, yang merupakan musim terakhir mereka bersama, Aubameyang mencatatkan 40 gol dan 7 assist. Mkhitaryan tak mau kalah, ia mencetak 19 gol dan 24 assist untuk Dortmund di semua kompetisi. Sungguh menarik jika melihat catatan angka ini.
Aubameyang memang dibantu lini tengah Dortmund yang mumpuni kala itu. Selain Mkhitaryan, ada nama Ilkay Gundogan, Shinji Kagawa, hingga Julian Weigl yang bahu membahu untuk menjadi kreator terciptanya 82 gol untuk Dortmund, sekaligus mencatatkan nama mereka sebagai tim dengan catatan gol terbanyak di Bundesliga untuk musim 2015/2016. Namun, bukan kah lini tengah Arsenal juga bukan datang dengan kualitas kacangan? Selain pelayan lawas dalam diri Mkhitaryan, ada nama MESUT OZIL (saya merasa perlu untuk menekankan nama ini, semoga Anda tahu hubungannya kenapa), Aaron Ramsey, Jack Wilshere, hingga Granit Xhaka yang siap menjadi pelayan baru bagi Aubameyang. Belum lagi jika diduetkan dengan striker haus gol macam Lacazette. Pergantian rekan tim yang cukup setimpal bukan?
ADVERTISEMENT
Cerita–cerita manis di atas sayangnya harus memunculkan Olivier Giroud sebagai pemain yang terpinggirkan. Jika kedatangan Lacazette saja sudah membuat dirinya menjadi penghangat bangku cadangan, apalagi dengan datangnya Aubameyang. Ia butuh menit bermain agar dilirik Deschamps untuk dibawa ke Piala Dunia. Setelahnya kita sama–sama tahu, akhirnya Giroud hengkang ke Chelsea untuk 1,5 tahun ke depan.
Bertahun–tahun fans Arsenal terus merengek untuk mendapatkan striker yang lebih baik dari Giroud, bertahun–tahun pula fans Arsenal semakin menyayangi Giroud. Sikapnya terhadap klub yang tidak pernah meminta aneh–aneh kepada klub, serta rasa cinta ke klub yang sering ia tunjukan selepas mencetak gol menjadi penyebabnya. Belum lagi ketika transfer musim panas lalu, Giroud “rela” menjadi pelapis Lacazette, padahal ia mendapatkan tawaran untuk bermain di Everton. Hal inilah yang membuat banyak fans Arsenal belum sepenuhnya mengikhalskan Giroud angkat kaki. Apalagi klub yang dibelanya sekarang adalah Chelsea, tetangga sekaligus rival mereka, cobaan apa lagi bagi fans Arsenal ini? Wong Alexis yang pergi ke United saja masih membekas di ingatan, lha kok ini ada pemain lain lagi yang akan memperkuat klub rival.
ADVERTISEMENT
Cukup dilematis memang. Ketika kita telah bertahun–tahun meminta mobil baru ke orang tua kita, begitu orang tua akan membelikan mobil impian kita, kita sudah telanjur sayang dengan mobil yang lama. Meskipun mobil baru ini memiliki spesifikasi yang lebih bagus dari mobil lama, tak akan mudah melepaskan ingatan dan memori kita terhadap mobil kesayangan kita yang telah bertahun–tahun menemani kita.
Pada akhirnya, hidup memang tentang pilihan. Begitu pula bagi Arsenal, mereka lebih memilih Aubameyang daripada Giroud. Sekarang yang perlu fans Arsenal lakukan hanyalah berharap Aubameyang setidaknya menampilkan performa yang sama atau lebih baik daripada ketika di Dortmund, sambil mendoakan yang terbaik untuk Giroud demi kebaikan karir pribadinya, bukan demi kebaikan klub barunya tentu saja.
ADVERTISEMENT
Bukankah prinsip cinta dan sayang kurang lebih sama seperti itu?