Kalau Aku Gendut, Emang Salah?

Anggita Aprilyani
Chef gagal yang sekarang jadi jurnalis.
Konten dari Pengguna
27 Mei 2018 9:19 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggita Aprilyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pria gemuk. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pria gemuk. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Mau sedikit cerita tentang keluh kesah sebagai orang gendut di zaman now nih. Oke sebagai anak yang udah gendut dari lahir, aku tuh enggak bisa apa-apa selain berusaha untuk menguruskan badan yang ternyata enggak berhasil.
ADVERTISEMENT
Kalau dibilang enggak usaha, itu salah. Diet karbo udah, diet keto udah, diet karena enggak punya duit (yang seharusnya jadi metode paling manjur ini, hehehe!) pun sudah. Lalu bisa apa aku tuh?
Banyak yang bilang, ini karena genetika dari keluarga papa. Yang emang kenyataannya keluarga papaku semuanya gendut.
Suka sedih kalau lagi jalan di mall tiba-tiba ada anak kecil bilang "Pah/Mah itu orang gendut banget," mirisnya terkadang bapak/ibunya suka ikut ketawa. Sedih aku tuh kalau digituin.
Tapi karena itu, ada hal yang terlintas di pikiranku "Kalau punya anak nanti, gimana caranya ngajarin anakku supaya enggak ngebully fisik orang yang lebih tua atau lebih muda dan supaya anakku bisa menghargai keadaan apapun."
ADVERTISEMENT
Karena kalau ada yang mengejek gitu, akunya cuek aja malah orang tuaku yang terpancing emosi. Aku tuh anaknya enggak suka ada kemarahan atau kemusuhan.
Sekarang, bagaimana soal hubungan percintaan? Mungkin kalian bisa menebaknya sendiri lewat ceritaku ini. Dulu, aku punya mantan pacar yang kabarnya memacariku hanya karena kasihan. Saat berpacaran, salah satu tempat yang berpotensi mempertemukan kami sesering mungkin adalah sekolah. Namun, di sekolah ia selalu enggan untuk bertemu denganku. Tiap bertemu di kantin, misalnya, ia buru-buru meninggalkan tempat dan masuk kelas.
Mungkin ia malu, seakan memacariku adalah aib bersama seluruh warga sekolah. Atau mungkin seperti teman-temanku bilang--ia tidak cukup berterima kasih.
"Seharusnya dia bersyukur dapetin lo!" kata temanku. Ya, mungkin ia ada benarnya. Sebab, satu hal yang cukup menghiburku adalah bagaimana lelaki itu memintaku kembali untuk jadi pacarnya lantaran ia tak lagi menemukan perempuan sesabar diriku.
ADVERTISEMENT
Mungkin ada yang berpikir orang gendut itu enggak bisa apa-apa, nyusahin, atau bahkan memalukan saat digandeng di tempat umum. Percayalah, enggak semua orang gendut kayak gitu.
Aku bisa kerja di hotel selama satu tahun di bagian Pastry dan kerja di sebuah pabrik roti yang punya jam kerja minimal 10 jam dan itu harus full berdiri tanpa istirahat. Dan kalau senderan atau duduk sedikit langsung dibilang "Emangnya kerjaan lo udah selesai?"
Di industri itu aku bisa dapetin Best Trainee dan kenaikan pangkat dengan cepat tanpa aku harus menguruskan badan.
Aku mampu berenang 500 meter bolak-balik tanpa berhenti dan pernah ikut lomba juara 4 dari 8 peserta. Nyatanya, yang semua aku capai, belum tentu orang-orang yang pernah mem-bully dapat mencapai hal itu.
ADVERTISEMENT
Untuk wanita gendut, percayalah kalian itu memiliki kelebihan (selain kelebihan berat badan) yang bisa kalian banggakan. Ingat, kita itu bukan kekurangan tapi kelebihan.
Yang seharusnya, setiap kelebihan harus disyukuri dan terus berusaha untuk membuktikan kalau kita bisa melakukan kegiatan apapun tanpa batasan.
Jadi, gendut itu kelebihan atau keterbatasan? Well, kamu yang tentukan.