Konten dari Pengguna

RUU Perampasan Aset dan Keadilan: Anak Koruptor Harus Menanggung Akibatnya?

Anggita Nur Aziza
Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Pancasila
29 April 2025 14:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggita Nur Aziza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(sumber : shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
(sumber : shutterstock)
ADVERTISEMENT
Indonesia menghadapi persoalan serius terkait maraknya kasus korupsi yang merugikan negara. Meningkatnya jumlah tindak pidana korupsi tidak hanya berdampak pada kerugian finansial negara, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan. Dalam kondisi ini, keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi sangat mendesak untuk segera disahkan, sebagai langkah konkret untuk memberantas korupsi secara lebih tegas.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam sebuah diskusi bersama enam jurnalis, Prabowo Subianto mengajukan pertanyaan yang memantik perdebatan, yaitu "Apakah adil, anak harus menderita juga karena dosa orang tua?". Pernyataan ini membuka ruang diskusi yang penting untuk kita cermati bersama.
Apabila anak, istri, atau anggota keluarga lain terbukti menikmati hasil korupsi, maka mereka tidak lagi dapat dianggap sebagai pihak yang tidak bersalah. Siapa pun yang ikut menikmati uang hasil kejahatan harus bersiap mempertanggungjawabkan keterlibatannya, tanpa memandang hubungan darah.
Karena itu, RUU Perampasan Aset harus bersikap tegas. Persoalannya bukan siapa anak siapa, melainkan siapa yang menggunakan hasil korupsi. Hukum harus fokus pada aliran dana, bukan sekadar hubungan kekeluargaan.
Indonesia sudah terlalu lama membiarkan koruptor berlindung di balik nama keluarga. Mereka bermain sentimen dengan narasi "anak-anak tidak tahu apa-apa," padahal dalam kenyataannya, harta hasil kejahatan itu membiayai kehidupan mewah mereka.
ADVERTISEMENT
Jika negara ingin benar-benar serius memberantas korupsi, rasa simpati buta terhadap keluarga koruptor harus diakhiri. Yang berhak mempertahankan hartanya adalah mereka yang bersih—bukan mereka yang menikmati hasil dari uang rakyat yang dirampok.
RUU ini penting untuk membalik logika yang selama ini keliru, koruptor dan keluarganya bukan korban. Korban sesungguhnya adalah rakyat yang kehilangan hak atas pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak.
Anak-anak yang menjadi korban sesungguhnya bukanlah anak koruptor, melainkan jutaan anak Indonesia yang kehilangan hak atas pendidikan dan masa depan. Inilah saatnya negara bertindak adil dan berpihak kepada yang benar.