Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Menelusuri Kebudayaan Pandalungan di Kabupaten Jember
2 April 2022 19:09 WIB
Tulisan dari Anggita Rizki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada akhir abad ke-19 telah dibangun sebuah infrastruktur pada wilayah Kabupaten Jember, yang menjadi fokus utamanya adalah jalan darat serta jalur kereta api. Dari pembangunan infrastruktur itu mengakibatkan terjadinya gelombang migrasi para orang-orang suku Jawa, Madura, serta suku etnis lainnya ke daerah Jember. Telah menjadi hal yang umum apabila terjadi gelombang migrasi sejumlah kelompok etnis akan membawa serta mengembangkan kebudayaan aslinya yang dilakukan oleh para imigran untuk hiburan sebagai pelepas rindu dengan tempat tinggal asalnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga untuk menjalin sebuah interaksi dengan orang sesama suku merupakan cara terbaik untuk bisa menjalin solidaritas agar budaya serta jati diri kesukuan mereka di tanah rantau tetap bisa terbina baik. Hal inilah yang terjadi pada migran asal Madura dan Jawa. Imigran dari Madura kebanyakan akan menetap dan tinggal di wilayah Jember bagian Utara dengan hidup secara berkelompok yang telah didasarkan pada unsur genealogis yang disebut dengan pemukiman “taneyan lanjang” (Latief Wiyata, 1987). Karena hal itulah sampai saat ini masyarakat yang tinggal di Jember Utara menggunakan bahasa Madura sebagai bahasanya sehari-hari untuk berkomunikasi. Selain itu imigran asal Madura akan mengembangkan kesenian tradisional mereka seperti seni macapat, seni topeng Madura, tandhak, saronen, sandur, dll (Tim Peneliti Fak. Sastra Unej, 1987).
ADVERTISEMENT
Sementara imigran Madura banyak bermukim di daerah Jember Utara, sedangkan para imigran Jawa banyak yang tinggal dan bermukim di daerah Jember Selatan. Mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi dan juga mayoritas dari mereka tidak mengerti mengenai bahasa Madura. Para imigran dari Jawa ini membawa dan juga mengembangkan seni tradisional dari daerah asal mereka ke Jember seperti kesenian reog, jaranan, ketoprak, wayang kulit, dll. Reog ini banyak dijumpai di distrik Wuluhan karena daerah ini memiliki dua desa yang mayoritas penduduknya dihuni oleh orang-orang dari Ponorogo seperti halnya desa Kesilir dan desa Wuluhan. Seni jaranan sendiri telah dibawa oleh imigran asal Kediri, sedangkan wayang kulit dan ketoprak telah dibawa oleh imigran daerah vorstenlanden seperti daerah Bagelen dan Solo.
ADVERTISEMENT
Selain dari kedua unsur budaya tersebut, masih ada budaya yang dinamakan budaya Pandalungan. Budaya inilah yang merupakan hasil dari sentuhan kebudayaan antara budaya Madura dan Jawa yang mengalami proses akulturasi. Budaya ini banyak ditemui di Jember Tengah dan sekitarnya. Faktor yang menyebabkan munculnya budaya Pandhalungan ini karena adanya komposisi dari migran Jawa dan migran Madura secara seimbang. Penduduk di daerah Jember Tengah dan sekitarnya merupakan pemakai dwi bahasa yang berarti mereka merupakan pemakai bahasa Jawa yang dapat berbahasa Madura dan pemakai bahasa Madura yang dapat juga berbahasa Jawa. Begitu pula dengan kesenian yang berkembang di Jember Tengah adalah seni Pandalungan yang berciri budaya Jawa dan juga memiliki ciri dari budaya Madura. Salah satu dari budaya kesenian ini adalah topeng Madura yang ada di kelurahan Tegalgede kecamatan Sumbersari. Seni topeng Madura ini berkembang banyak di Jember Tengah telah lama semenjak dibawa oleh migran Madura.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya juga dengan wayang purwa. Dalang dari wayang ini yang memiliki fungsi untuk mengatur dialog permainan kecuali para punakawan yang diperkenankan bicara sendiri. Dalam perkembangannya wayang topeng Madura ini yang pada awalnya menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa pentasnya, kemudian berubah dengan adanya tari Remo di awal pementasannya dan juga menggunakan bahasa campuran antara bahasa Madura dan bahasa Jawa. Hal yang sama juga dijumpai pada seni macapat yang digemari oleh masyarakat Madura yang bermukim di Jember Tengah. Seni macapat sendiri memiliki dua unsur seni yakni sebagai seni baca atau tembang dan seni sastra. Didalam seni macapat ini selain terdapat penembang yang membacakan cerita memakai bahasa Jawa, ada juga paneges yakni juru makna yang bertugas untuk menjelaskan arti dari isi tembang kedalam bahasa Madura.
ADVERTISEMENT