'Disembur' Copet di Angkot

Anggita Aprilyani
Chef gagal yang sekarang jadi jurnalis.
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2021 9:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggita Aprilyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejumlah Angkot menunggu penumpang di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Kamis (5/8/2021).  Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah Angkot menunggu penumpang di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Kamis (5/8/2021). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
"Bang, lewat jalan baru apa pemasaran?" Tanya saya ketika mau pulang dari sekolahan saat kelas 1 SMP.
ADVERTISEMENT
Ya, karena saya tinggal di Bekasi yang kata orang-orang sekarang, kalau ke Bekasi harus pakai visa, sedangkan sekolah saya itu berada di daerah Jakarta Timur, dekat dengan Pasar Perumnas.
Jadi mau tidak mau ya saya harus naik koasi (kata ini pasti Bekasi people tau) atau bahasa kerennya itu angkot. Hanya dengan ongkos Rp 1.500 saya sudah bisa sampai ke depan perumahan.
Ilustrasi Pramuka. Dokumentasi foto: pixabay dari jufriderwotubun.
Saat itu saya bersama 3 teman saya: Tasya, Daning, dan Miranti. Kami bertiga memang sering pulang bareng karena rumahnya searah. Panas terik, udara pengap, dan sinar matahari mengiringi kepulangan kami dari sekolah dengan menggunakan baju pramuka yang tentunya dipakai setiap hari Sabtu.
Jalanlah kami dari sekolah menuju Terminal Perumnas. Setelah mendapatkan koasi yang menurut saya kece dengan speaker jedag jedug dan lampu kelap-kelip, kami pun duduk sesuai dengan posisi kesukaan.
ADVERTISEMENT
Saya di pojok sebelah kiri, Tasya sebelah saya, Miranti dan Daning duduk pojok dekat dengan pak sopir. Udah lama ngetem, akhirnya koasi ini berangkat. Waktu itu di dalam koasi hanya kami berempat.
Sony Ericsson K900i. Dokumentasi gambar: wikimedia.
Oh iya kebetulan hari itu saya bawa ponsel dengan merk Sony Ericsson K900i dan pakai case biru dengan boneka beruang lucu di atasnya. Karena tidak memungkinkan untuk ditaruh di kantong rok span, jadi saya taruh ponsel tersebut di kantong depan tas saya.
Enggak lama kemudian, sekitar 7 orang laki-laki rapi menggunakan kemeja dan celana panjang, pakai tas, dan bawa map. Ya layaknya seperti orang mau melamar pekerjaan.
Mereka masuk dan memenuhi koasi tersebut. Karena saya anaknya positif banget ya dulu, akhirnya di depan saya ini ada bapak-bapak yang kepalanya botak, samping saya tetap Tasya.
ADVERTISEMENT
Sekitar 10 menit setelah mereka masuk, tiba-tiba orang samping Tasya ini tiba-tiba kram.
"Aduh kaki saya," katanya sambil meluruskan kaki dan memegangnya.
Ya secara enggak langsung saya dan Tasya ini ikut nengok ke beliau. Nah! Saya ngerasa kok tasnya ada yang ngebuka ya, ternyata bapak botak depan saya ini lagi masukin tangannya ke tas saya!
"Bapak copet ya?" Tanya saya saat memergoki orang itu. Si bapak ini malah marah!
Ilustrasi meludah. Dokumentasi foto: pixabay dari NickLooy.
"Enak aja, kurang ajar kamu!" *cuihhh*
Coba tebak saya diapain? iya gaes saya diludahin.
Enggak lama dari situ, saya memutuskan untuk turun dari koasi tersebut dengan mencium bau-bau enggak enak yang ada di muka saya.
Sedangkan kawan saya bertiga itu terlihat iba sekaligus pengin ketawa. Tapi setelah kejadian itu saya lebih hati-hati dan memutuskan untuk enggak bawa ponsel lagi.
ADVERTISEMENT
Kalau dipikir-pikir, kenapa saya nanya "Bapak copet ya?" Kan udah jelas tangannya masuk ke tas.