Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Metromini Riwayatmu Kini
13 November 2017 13:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Anggita Aprilyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tampangnya sangar. Suaranya hambar. Perilakunya kasar. Saat dipotret, ia membentak: "Hapus fotonya, hapus!"
ADVERTISEMENT
Adegan singkat itu terjadi pada Rabu (8/11) siang, di metromini S604 jurusan Pasar Minggu-Tanah Abang. Kala itu kami sedang meliput tentang metromini, bus kecil khas Jakarta--dan memotret dia, si pemuda tanggung, yang sedang mengamen.
***
Usia metromini tak lama lagi. Sejak 2015, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara bertahap menghapus keberadaannya. Kala itu, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyebut metromini banyak persoalan. "Suratnya enggak jelas, manajemen enggak jelas, semua enggak jelas," kata dia.
Menjelang ajalnya, metromini masih marak. Jumlahnya kini berkisar 1.500 unit, wara-wiri di antara kendaraan beroda empat di Jakarta yang jumlahnya mencapai 3,5 juta.
Dengan metromini, kami menelusuri Jakarta. Dari Pasar Senen hingga Tanjung Priok, dari Pasar Minggu ke Tanah Abang, pagi hingga tengah malam.
ADVERTISEMENT
Soal keamanan menjadi catatan. Di daerah Cempaka Putih, pada Sabtu (11/11), tiga laki-laki menaiki metromini kami, lalu berteriak meracau. Intinya, mereka meminta uang. Kami dipalak.
Pemalakan itu kami adukan ke sopir, Rambe namanya. Dia melengos. "Sudah, nanti malah ribut," ujar pria berusia 55 tahun itu.
Naik metromini sungguh tidak enak. Kursinya keras, terbuat dari plastik. Suara mesinnya berisik, apalagi saat ia menyalip. Hawanya juga panas karena tak dilengkapi penyejuk ruangan. Kalau lewat jalan berlubang, guncangannya brutal.
Sopir metromini juga sering ugal-ugalan, termasuk Mul, sopir metromini 24 Senen-Tanjung Priok saat mengendarai bus berukuran kecil itu pada Sabtu malam (11/11). Waktu itu kondisi sudah gelap, jalanan tak terlihat jelas karena lampunya redup.
ADVERTISEMENT
Tapi Mul cuek. Dia berkali-kali menginjak gas sampai habis, sambil memencet klakson dan menghisap rokok.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Organisasi Angkutan Darat DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengatakan hampir seluruh metromini yang ada di Jakarta saat ini tak layak pakai. Usianya sudah kepala dua.
Metromini milik Mul usianya sudah 28 tahun. Padahal, pasal 51 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 tahun 2014 tentang Transportasi mengatur masa pakai bus sedang adalah 10 tahun.
Dari asapnya saja, usia metromini Mul sudah bisa ditebak. Warnanya hitam pekat. Saat dihirup, baunya menyengat dan bikin sesak. Padahal asap itu berbahaya, apalagi kalau terhirup lama-lama. "Di asapnya ada kandungan benzena dan timbal yang dapat menyebabkan kanker," kata Rezky Putri Indrawati, dokter spesialis paru-paru.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan lembaganya berencana mengajak pelaku industri metromini untuk bergabung ke Transjakarta. "Nanti akan menjadi minitrans," kata Andri.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, tak semua mau bergabung dengan Transjakarta. Pemerintah juga tak bisa serta merta bekerja sama lantaran kepemilikan metromini yang tak jelas. "Pengurusnya berantem melulu, kami jadi bingung," ujar Andri.
Agaknya, Pemda DKI harus cepat bergerak menyelesaikan permasalahan metromini. Iskandar Abubakar, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta, mengatakan metromini tidak bisa semena-mena dibubarkan tanpa solusi untuk para sopir.
Apalagi sekarang pendapatan para sopir itu terpangkas ojek berbasis aplikasi online yang murah dan cepat. "Kalau tidak ada kebijakan yang baik, ya susah lah," ujar Iskandar yang juga mantan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan itu.
Iskandar juga menyinggung angka kecelakaan metromini. Perilaku sopir yang ugal-ugalan dan banyaknya onderdil yang tak layak, membuat metromini bak banteng lari yang menyeruduk sana-sini. Tahun 2015 saja, angka kecelakaan metromini dan Kopaja mencapai 103 kasus. Berikut rinciannya:
Buruknya metromini, bagi Rambe, tetap sebuah berkah. Kondisi lalu lintas Jakarta memang tak seperti tahun 1992, kala ia mulai menjadi sopir, yang dalam sehari bisa membawa Rp 300 ribu.
ADVERTISEMENT
Kini hidupnya pas-pasan. Malam itu, Rambe tetap membawa uang ke kamar kontrakannya di Kemayoran. Jumlahnya Rp 70 ribu setelah dipotong pungutan liar Rp 17 ribu.
MUHAMMAD FATHIR AL ANFAL | NADILA ELDIA ROCHLIK | ELMALISA BANCIN | RR SELLI NISRINA FARADILA | GITARIO VISTA INASIS | AVICENNA RAKSA SANTANA