Konten dari Pengguna

Pokoknya Harus Masak dan Makan Enak Kalau Pandemi Usai

Anggita Aprilyani
Chef gagal yang sekarang jadi jurnalis.
7 Juni 2021 13:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggita Aprilyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi makan siang. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi makan siang. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Tunggu, masak yang dimaksud itu bukan masak ngadain selametan (tapi bisa juga sekalian sih kalau memang kamu mau). Masak yang dimaksud itu karena jiwa sisa kuliah ini bergejolak, setiap lihat makanan yang menurut saya sedikit mudah untuk ditiru. Kalau soal makan, ya sebenarnya tinggal makan aja sih. Cuma makin banyak yang dipertimbangkan semenjak pandemi ini ada.
ADVERTISEMENT

Lho, Kak kenapa harus tunggu pandemi selesai?

Selama pandemi yang sudah 1 tahun lebih semenjak bulan Maret 2020 itu muncul di Indonesia, keterbatasan saya untuk mencoba atau memasak makanan itu sedikit terhambat. Ya, mikirin ramai atau enggaknya, kebersihan yang ada, pokoknya tingkat ke-insecure-an itu meningkat secara tidak langsung.
Biasanya makanan yang saya suka itu lokasinya berada di pinggiran jalan (tentu pinggir jalan karena kalau tengah jalan nanti ketabrak). Mulai dari makan soto di depan RS Premier Jatinegara, makan ayam goreng di Melawai, mi ayam di Jalan Waru, Rawamangun; dan masih banyak lagi.
Sebenarnya bisa aja makan itu sekarang, tapi karena sedang pandemi—kita harus mikirin ramainya, kebersihannya, dan lain sebagainya. Lagi pula sebagian dari makanan yang saya suka rata-rata memilih untuk tutup, dikarenakan omzet mereka menurun.
ADVERTISEMENT
Saya juga sudah terbiasa di rumah, tingkat kemalasan untuk keluar rumah untuk hanya sekadar makan itu meningkat. Karena harus memiliki persiapan yang ekstra lebih dari biasanya.

Terus kalau masak enak juga kenapa harus nunggu pandemi selesai?

Dokumentasi foto: pixabay.com/Free-Photos.
Oke, karena bahan-bahan yang biasanya saya gunakan itu—langsung dibeli ke pasar. Kalau lewat online tentu lebih mahal, kalau beli di tukang sayur enggak lengkap. Misalnya mau masak semur, daging di toko online itu kira-kira harganya sekitar Rp 110 ribu dan ongkir ke rumah saya yang berada di planet lain (Bekasi) harus diperhitungkan.
Sebelum pandemi “menyerang” kita semua, saya biasanya suka “jalan-jalan” ke pasar ikan yang ada di daerah Muara Baru. Tentu suasana di sana itu ramai, berdempetan, dan tentunya dengan leluasa memilih ikan dan kawan-kawannya.
ADVERTISEMENT
Dan sekarang dengan keadaan seperti ini sangat tidak memungkinkan untuk ke sana, pasalnya saat malam tahun baru, pada 31 Desember 2020—saya ngobrol dengan teman yang baru saja ingin membeli seafood untuk bakar-bakaran di malam tahun baru. Namun, dia enggak jadi masuk karena menurutnya, keadaan sama saja dengan sebelum pandemi. Jadi akhirnya dia memutuskan untuk membatalkan niatnya.
Jadi intinya, semua kegiatan yang dilakukan itu sangat terbatas. Karena kita harus memikirkan bagaimana kebersihannya, lingkungan, dan keramaiannya. Untuk kalian yang tinggal bersama orang tua atau anak kecil, sebaiknya keinginan kalian ditahan dulu.
Apa sudah ada rencana yang kalian lakukan setelah pandemi?
Semoga pandemi ini cepat selesai dan kita bisa melakukan apa yang kita sukai tanpa hambatan. Jaga kesehatan terus ya kalian.
ADVERTISEMENT