Konten dari Pengguna

Perihal Absurditas Hidup dalam Novel Orang Asing Karya Albert Camus

Femas Anggit Wahyu Nugroho
Seorang Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muria Kudus. Oleh Tuhan ditetapkan tinggal di bumi sejak 2003 dan suka nasi goreng.
8 Oktober 2024 11:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Femas Anggit Wahyu Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Novel Orang Asing karya Albert Camus. Sumber gambar: milik pribadi penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Novel Orang Asing karya Albert Camus. Sumber gambar: milik pribadi penulis.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Albert Camus menjadi salah satu nama tersohor di dunia sastra yang kiprahnya tidak perlu dipertanyakan. Pria yang lahir di Aljazair pada 1913 ini mendapatkan nobel sastra pada 1957, pada usia 44 tahun. Hal itu menjadikannya penerima nobel sastra termuda kedua dalam sejarahnya kala itu setelah Rudyard Kipling, seorang penulis kelahiran India yang memperoleh nobel sastra pada 1907, pada usia 42 tahun.
ADVERTISEMENT
Selain sebagai penulis, Albert Camus juga dikenal sebagai seorang filsuf. Pemikiran-pemikirannya turut berkontribusi dalam perkembangan aliran filsafat absurdisme. Sebuah aliran filsafat yang berpandangan bahwa kehidupan manusia secara inheren tidak memiliki tujuan atau makna yang jelas. Absurdisme Camus banyak mewarnai karya-karyanya, baik esai-esainya maupun cerpen dan novelnya.
Salah satu karyanya yang syarat akan nuansa absurd adalah sebuah novel yang berjudul Orang Asing (dalam bahasa aslinya, Perancis: L'Étranger). Novel ini berkisah mengenai seorang pria bernama Mersault yang digambarkan begitu ganjil, pendiam, cuek dan dingin. Kepribadian dan pemikirannya bertolak belakang dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Perilakunya yang begitu berbeda dengan mayoritas membuatnya terasing sebab masyarakat menganggapnya sebagai orang yang aneh.
Garis Besar Cerita
ADVERTISEMENT
Pada paragraf pembuka cerita, nuansa yang ganjil langsung kentara. Tokoh utamanya, Mersault, mendapatkan kabar bahwa ibunya meninggal. Namun demikian, ia tak menunjukkan kesedihan sama sekali dan justru terkesan biasa-biasa saja.
Hari ini, Mama meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tidak tahu. Aku menerima telegram; “Ibu meninggal. Pemakaman besok. Turut berduka.” Itu tak berarti apa pun. Mungkin terjadi kemarin (hal. 5).
Begitulah paragraf pembuka cerita. Pembaca barangkali akan bertanya-tanya dan berharap mendapat kejelasan kemudian. Mengapa Mersault bersikap begitu? Apakah ia tidak menyayangi ibunya?
Akan tetapi, pada paragraf-paragraf selanjutnya novel ini tidak memberikan penjelasan apa pun. Bahkan nuansa keganjilan semakin kentara ketika Mersault sampai di panti jompo, tempat ibunya menghabiskan sisa hidupnya itu. Mersault mengatakan tidak ketika ditanya apakah ingin melihat ibunya yang sudah berada di peti mati untuk terakhir kalinya. Ia juga merokok dan minum kopi susu ketika menunggui peti mati ibunya. Setelah proses pemakaman, ia segera kembali ke apartemennya dan tidur selama dua belas jam.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya di hari Sabtu, ia pergi berenang, kencan dengan perempuan tanpa status yang jelas, dan nonton film komedi. Hari selanjutnya, hari Minggu, Mersault menjalaninya seperti biasanya: makan, merokok, menikmati suasana sore. Hingga hari minggu itu hampir jadi malam, Mersault merasa secara keseluruhan hidupnya tidak ada yang berubah, tetap sama, selalu sama. Hanya saja sekarang ibunya telah tiada.
.... Aku berpikir bahwa satu hari Minggu seperti biasanya hampir berakhir, bahwa Mama sekarang telah dikuburkan, bahwa aku akan kembali bekerja, dan secara keseluruhan, tidak ada yang berubah (hal 25).
Hari-hari Mersault selanjutnya berjalan seperti yang sudah-sudah. Konflik baru dimulai ketika Mersault pergi ke pantai bersama beberapa temannya. Terasa begitu ganjil, ia membunuh seorang Arab karena panasnya matahari. Sebelumnya memang orang Arab itu menghunus pisau. Mersault menembaknya sekali, beberapa saat kemudian empat kali tembakan lagi.
ADVERTISEMENT
Kejadian di pantai itu membuat Mersault mendekam di penjara. Selama proses pengadilan, keterangan dari beberapa saksi menempatkan Mersault dalam situasi yang tidak menguntungkan. Hal-hal yang menurut Mersault tidak memiliki kaitan dengan peristiwa pembunuhan di pantai itu turut dibahas.
Bahwa ketika ibunya meninggal, Mersault tidak menunjukkan emosi apa pun. Ketika ia dimintai keterangan mengapa memasukkan ibunya ke panti jompo, Mersault menjelaskan bahwa ia tentu menyayangi ibunya tapi tidak punya cukup uang untuk merawat atau membayar perawat. Ibunya seperti tampak sudah bosan dengannya. Lagi pula, ketika di panti jompo ibunya malah lebih bahagia sebab memiliki banyak teman seusia.
Mersault juga pernah membantu temannya yang seorang mucikari untuk membuat surat, membuatnya dituduh membantu kasus asusila. Mersault juga merasa tidak terlalu menyesal telah melakukan pembunuhan di pantai itu. Kurangnya kepekaan Mersault terhadap ibunya, rentetan peristiwa dan kurangnya penyesalan membuat Mersault dianggap bersalah di mata hukum. Pengadilan memutuskan memberikan hukuman mati pada Mersault.
ADVERTISEMENT
Menghadapi Absurditas Hidup
Barangkali kita pernah memiliki keinginan akan suatu hal. Segala kita upayakan untuk mendapatkannya. Namun, apakah segala usaha tersebut selalu berbanding lurus dengan hasilnya?
Pada kenyataannya tidak. Sering kali hasil yang kita dapatkan sama sekali lain dengan yang kita impikan. Kita merasa dalam kesia-siaan. Lantas kita merenung, bertanya-tanya, mengapa demikian? Kita mencoba memahaminya. Namun akhirnya kita tidak mendapat penjelasan apa-apa tentangnya, dan seketika kita muak lalu merasa segalanya tidak dapat dipahami.
Itulah yang disebut absurditas. Pertentangan antara idealitas yang diimpikan manusia dengan kenyataan yang didapatkan. Pertentangan antara kecenderungan manusia untuk memahami dunia dengan keengganan dunia menjelaskan dirinya. Lantas bagaimana kita harus menyikapi semua ini? Dalam hal inilah, menjelang akhir kisah Mersault barangkali kita akan mendapat jawaban.
ADVERTISEMENT
Perasaan absurd juga dirasakan oleh tokoh Mersault. Waktu awal ditahan, ia masih memiliki cara pandang manusia bebas. Keinginan untuk berada di pantai dan merasakan debur ombak. Semua itu tidak bertahan lama ketika ia menyadari bahwa kini hanya tembok penjara yang dijumpainya. Beberapa hal dari hidupnya selama ini terasa telah direnggut darinya seketika. Namun, perlahan ia terbiasa dengan itu semua dan tetap menjalani hari-harinya sebagai narapidana, merasa semua itu tak berarti apa-apa, yang bahkan membuatnya lupa telah berapa lama ia berada di penjara.
.... Aku tidak mengerti kenapa hari-hari bisa terasa sangat panjang tapi sekaligus sangat singkat. Panjang untuk hidup, tentu saja, tapi saking panjangnya sehingga akhirnya berlebihan dan membuatnya kehilangan makna (hal. 82)
ADVERTISEMENT
Menghadapi absurditas hidup adalah dengan menerimanya tapi tidak menyerah terhadapnya. Ketika segalanya terasa tidak bermakna, memberikan makna sendiri tanpa berpretensi bahwa pemaknaan tersebut telah final barangkali adalah satu-satunya yang tersisa sebagai sebuah perlawanan. Setidaknya itu membuat hal-hal dalam hidup menjadi berarti.
Sebagaimana akhir dari kisah Mersault, di mana ia merasa dunia sama dengannya, seperti saudara, bahwa ia pun telah bahagia, dan masih bahagia. []
Identitas Buku
Judul : Orang Asing
Judul asli : L'Étranger
Penulis : Albert Camus
Penerjemah : Andreas Nova
Penerbit : Kakatua
Tahun terbit : Cetakan ketiga, Juli 2023
Jumlah halaman : xxix + 124
ISBN : 978-623-7543-33-6
ADVERTISEMENT