Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.104.0
Konten dari Pengguna
Bagaimana Membangun Rasa Percaya Diri pada Anak SD?
14 Mei 2025 13:54 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Anggun Kasasi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) sedang berada di tahap paling aktif dalam bertanya, mencoba, sekaligus merasa ragu tentang dirinya. Mereka mulai mengenali siapa dirinya, senang mengeksplorasi hal baru, tapi juga sering kali khawatir dianggap salah atau kurang pintar. Di titik inilah, rasa percaya diri memegang peran yang sangat besar.

Sebagian orang mungkin menganggap percaya diri sebagai sifat bawaan. Padahal, kenyataannya, percaya diri itu dibentuk dari rumah, dari sekolah, dan dari pengalaman sehari-hari. Anak yang sejak kecil terbiasa didukung, didengar, dan dihargai, akan lebih mudah tumbuh menjadi pribadi yang berani mencoba dan tidak takut gagal.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, anak yang sering dibandingkan, ditegur berlebihan, atau tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri, lama-lama akan meragukan kemampuannya. Ia akan tumbuh menjadi anak yang mudah berkata “aku nggak bisa” sebelum mencoba, atau bahkan menolak tantangan karena takut gagal.
Peran orang tua dan guru sangat besar di sini. Anak tidak butuh pujian besar, cukup kata-kata kecil yang tulus. Ketika seorang ibu berkata, “Kamu hebat sudah berani maju ke depan tadi, meski gugup,” Pujian kecil seperti itu sudah cukup membuat anak merasa dihargai. Ketika guru memberi mereka ruang untuk bertanya tanpa takut diejek, anak akan tumbuh dengan rasa nyaman untuk mengekspresikan pikirannya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, masih banyak kebiasaan yang tanpa sadar melemahkan rasa percaya diri anak. Seperti membandingkan nilai anak dengan teman sekelasnya, memberi label seperti “kamu pemalu sih, makanya kalah,” atau bahkan terlalu cepat menuntut hasil sempurna. Padahal, proses belajar itu penuh trial and error. Kesalahan justru bisa menjadi titik tolak rasa percaya diri, kalau anak tahu bahwa gagal itu tidak apa-apa.
Anak juga butuh ruang untuk dilibatkan. Memilih baju sendiri, memutuskan mau makan apa, bahkan ikut berdiskusi soal liburan keluarga. Hal-hal sederhana seperti itu memberi sinyal bahwa pendapatnya penting dan keputusannya punya arti. Dari sanalah tumbuh rasa bahwa “aku bisa”, yang menjadi bahan bakar percaya diri mereka di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Yang tidak kalah penting adalah contoh. Anak-anak meniru lebih cepat dari yang kita sadari. Ketika orang tua atau guru menunjukkan sikap terbuka, tidak malu bertanya, tidak takut salah, anak pun belajar bahwa menjadi percaya diri itu bukan soal tahu segalanya, tapi soal berani mencoba.
Membangun rasa percaya diri pada anak SD memang bukan pekerjaan semalam. Tapi dengan kehangatan, ketulusan, dan kebiasaan sehari-hari yang konsisten, perlahan anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tahu bahwa ia cukup, ia mampu, dan ia layak didengar. Dan itu, jauh lebih penting daripada sekadar angka di rapor.