Konten dari Pengguna

Internet: Pisau Bermata Dua dalam Dunia Digital

Anggy Distria Manik
Mahasiswa Komputasi Statistik Politeknik Statistika STIS
9 Januari 2025 10:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggy Distria Manik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Photo by cottonbro studio from Pexels: https://www.pexels.com/photo/photo-of-people-engaged-on-their-phones-8088495/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Photo by cottonbro studio from Pexels: https://www.pexels.com/photo/photo-of-people-engaged-on-their-phones-8088495/
ADVERTISEMENT

Internet : Gaya Hidup Baru yang Sempurna?

Pada era globalisasi ini, internet telah menjadi bagian penting dari gaya hidup manusia. Bahkan, beberapa orang berpendapat bahwa internet menjadi kebutuhan primer manusia pada saat ini. Pendapat tersebut tentu bukan tanpa alasan sebab internet terbukti memberikan manfaat dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Tidak terkecuali dengan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan remaja yang kini begitu dekat dengan internet. Hal ini didukung oleh data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2023 yang mencatat bahwa 69.21% penduduk usia 5 tahun ke atas pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir. Angka tersebut naik 2.73% dibandingkan dengan tahun 2022. Kenaikan ini juga sejalan dengan meningkatnya penggunaan perangkat digital seperti smartphone di kalangan masyarakat. Selain itu, pandemi Covid-19 juga turut mempercepat masyarakat Indonesia dalam mengadopsi internet untuk kebutuhan belajar daring, bekerja jarak jauh, dan transaksi digital.
ADVERTISEMENT
Namun, di samping begitu banyaknya manfaat yang diberikan, derasnya konsumsi informasi berbasis internet di masyarakat ternyata memiliki dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan adalah kemerosotan moral masyarakat itu sendiri.

Kemerosotan Moral yang Meresahkan : Pornografi, Judi Online hingga Penghilangan Nyawa

Sumber : Photo by Mikhail Nilov from Pexels: https://www.pexels.com/photo/a-boy-wearing-long-sleeves-sweater-pulling-his-hair-7929277/
Di balik melimpahnya informasi yang disuguhkan melalui internet, terdapat berbagai masalah sosial pada masyarakat yang muncul ke permukaan. Dua di antaranya ialah kecanduan pornografi dan judi online. Salah satu kasus pornografi yang menarik perhatian belakangan ini adalah aksi pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMP berumur 13 tahun pada bulan September tahun 2024 lalu yang dilakukan oleh empat anak laki-laki berusia di bawah 16 tahun asal Palembang, Sumatera Selatan. Dilaporkan oleh Kumparan.com, menurut Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihhartono, pembunuhan dan pemerkosaan ini dipicu oleh video porno yang ditonton tersangka melalui gadgetnya. Kasus ini memperlihatkan bahwa dampak pornografi memang mungkin tampak remeh karena bermula dari teks, gambar maupun video pada layar, namun pada akhirnya kerusakan mental dan akal yang diakibatkan terbukti mampu menghilangkan nyawa manusia yang tidak bersalah.
ADVERTISEMENT
Fakta bahwa pornografi sendiri bukanlah polemik yang baru di Indonesia, sebab menurut hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), diperkirakan 8 dari 1000 anak laki-laki dan 10 dari 1000 anak perempuan rentang usia 13 hingga 17 tahun pernah dipaksa terlibat dalam pornografi. Selain itu, diperkirakan pula 1 dari 100 anak laki-laki dan 2 sampai 3 dari 100 anak perempuan pernah diminta mengirimkan foto/video kegiatan seksual dengan keterlibatan anak tersebut di dalamnya. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran sebab pornografi tampaknya telah mampu menjangkiti anak muda, generasi pemimpin masa depan Indonesia. Sayangnya, pornografi tersebut tidak hanya menjadi tontonan semata namun dapat bertransformasi menjadi kekerasan seksual yang diterima anak atau bahkan dilakukan oleh anak itu sendiri di masa depan .
ADVERTISEMENT
Informasi menarik lainnya diperoleh dari hasil SNPHAR 2024 yang memperkirakan bahwa anak perempuan rentang umur 13 hingga 17 tahun yang menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia lebih tinggi proporsinya di wilayah pedesaan daripada perkotaan dengan angka sebesar 9,56% di pedesaan dan 8.3% di perkotaan. Sebaliknya, proporsi korban kekerasan seksual pada anak laki-laki lebih tinggi di perkotaan dibandingkan pedesaan dengan angka 9,19% di perkotaan dan 7,11% di pedesaan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pornografi dan kekerasan seksual serta seluruh kerugian yang mengikuti bersamanya sesungguhnya tidaklah memandang jenis kelamin maupun status wilayah korban.
Sumber : https://www.freepik.com/free-photo/lotto-slot-machine-jackpot-win-concept_16438292.htm#fromView=search&page=1&position=21&uuid=758670fa-8cf6-4f67-8a7a-c9814b2db059
Selain pornografi, judi online juga memiliki problematikanya tersendiri. Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam), Budi Gunawan, judi online telah menjadi penipuan bagi masyarakat dikarenakan memberikan harapan kemenangan dan memastikan kekalahan bagi pemainnya. Menurut Laporan Pertengahan Tahun 2024 oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Penipuan berbalut permainan dengan tampilan yang atraktif ini diakumulasikan telah melakukan perputaran dana hingga mencapai Rp 13.2 triliun selama periode Januari s.d. Juni 2024. Dalam hasil analisis PPATK tersebut tertera 3695 nama sebagai pelaku judi online yang terdiri atas berbagai macam profil seperti masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, PNS, anggota legislatif, serta didominasi oleh wiraswasta, ibu rumah tangga, dan pelajar/mahasiswa. Dari informasi tersebut terlihat bahwa judi online tidak hanya merugikan perekonomian negara secara garis besar namun juga berhasil masuk dan merusak kehidupan berbagai lapisan masyarakat. Mirisnya, bagi pelaku judi online yang tidak mampu membayar hutang akibat kalah judi, tidak jarang memilih pinjaman online sebagai jalan keluar alternatif. Sayang sekali jalan keluar ini malah menimbulkan hutang dan masalah baru yang sering kali berujung pada penghilangan nyawa. Seperti yang diberitakan oleh Kumparan News, bahwa pada 15 Desember 2024, satu keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak berusia 3 tahun ditemukan tidak bernyawa di kediamannya, di Kampung Poncol, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan akibat terlibat judi online dan terlilit pinjaman online.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, pornografi, judi online, dan pinjaman online hanyalah bagian kecil dari efek penggunaan internet dan teknologi digital yang tidak semestinya. Lantas apakah sebenarnya penyebab utama masalah sosial ini bisa muncul dan merusak masyarakat Indonesia?

Konten Terlalu Bebas dan Minimnya Andil Pemerintah

Sumber : Photo by Ron Lach from Pexels: https://www.pexels.com/photo/boy-and-girl-sitting-back-to-back-holding-smartphone-9794727/
"Api tidak akan muncul tanpa asap", begitu pula dengan permasalahan yang terjadi di era digital saat ini. Beragam isu yang mengemuka di masyarakat memiliki pemicu dari berbagai aspek, mulai dari kualitas konten yang disajikan, ketidaksiapan masyarakat, hingga minimnya peran pemerintah dalam pengawasan dan regulasi. Problematika ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada tatanan sosial yang lebih luas.
Salah satu pemicu utama masalah di era digital adalah beredarnya konten yang terlalu bebas tanpa pengawasan yang memadai. Hal ini membuat masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja, mudah terpapar pornografi serta konten tidak mendidik lainnya. Sebagai contoh, pada bulan Juni 2024, platform X sempat menjadi sorotan publik setelah dikecam oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang baru. Platform tersebut diketahui mengizinkan konten pornografi beredar bebas, sebagaimana dilaporkan oleh prfmnews.id. Insiden ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap platform digital yang beroperasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, berdasarkan data dari Kominfo Digital (Komdigi), hanya sekitar 6,84% penduduk Indonesia yang memiliki literasi digital yang baik. Angka ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat masih belum memiliki kemampuan untuk menyaring informasi dengan bijak di dunia maya. Literasi digital mencakup kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan memanfaatkan teknologi digital secara bertanggung jawab. Ketika masyarakat tidak memiliki literasi digital yang memadai, mereka menjadi lebih rentan terhadap hoaks, penipuan online, dan dampak negatif lainnya.
Selain itu, minimnya andil pemerintah dalam menangani permasalahan konten digital menjadi isu yang tidak kalah penting. Tidak adanya regulasi yang tegas untuk membatasi penyebaran konten berbahaya, ditambah dengan kebijakan yang cenderung reaktif, hanya memperkeruh situasi. Regulasi yang ada sering kali terlambat merespons masalah yang sudah berkembang luas di masyarakat. Sebagai contoh, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan pengawasan platform digital. Alih-alih bersifat reaktif dengan hanya menindak pelanggaran setelah masalah terjadi, pemerintah dapat mengimplementasikan pendekatan proaktif melalui regulasi yang ketat dan kolaborasi dengan penyedia platform.
ADVERTISEMENT

Pentingnya Literasi Digital dan Pengawasan Pemerintah

Sumber : Photo by Tima Miroshnichenko from Pexels: https://www.pexels.com/photo/files-and-portable-gadgets-on-table-top-5685840/
Internet memang memiliki segudang manfaat bagi manusia, namun internet juga dapat berdampak buruk bagi para penggunanya. Konten bebas tanpa pengawasan yang tepat, ketidaksiapan masyarakat, literasi digital yang masih rendah, serta minimnya peran pemerintah dalam menangani permasalahan konten digital berperan dalam menyebabkan dampak buruk internet yang kini menyebar di masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis dalam mengatasi permasalahan yang ada, seperti meningkatkan literasi digital masyarakat serta mendorong pemerintah membuat kebijakan yang lebih proaktif dan berpihak pada kepentingan publik. Selain itu peran aktif keluarga melindungi anak di dunia digital juga berperan sangat penting. Selanjutnya masyarakat diharapkan untuk lebih kritis dan bijak dalam menggunakan internet dan teknologi lainnya.