Konten dari Pengguna

Generasi Emas yang Terancam: Mengatasi Krisis Literasi untuk Masa Depan Bangsa

Angie Nova
Undergraduate Communication Science Student at University of Brawijaya, Faculty of Social and Political Sciences
7 Oktober 2024 8:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angie Nova tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Generasi Emas yang Terancam: Mengatasi Krisis Literasi Untuk Masa Depan Cerah Bangsa (image: Angie Nova Callysta, dibuat di Canva)
zoom-in-whitePerbesar
Generasi Emas yang Terancam: Mengatasi Krisis Literasi Untuk Masa Depan Cerah Bangsa (image: Angie Nova Callysta, dibuat di Canva)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Generasi Emas" pada tahun 2045. Fase ini diimpikan sebagai periode di mana Indonesia akan mencapai puncak potensi demografisnya, dengan jumlah penduduk produktif yang besar dan diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Namun, impian ini terancam oleh masalah serius: krisis literasi yang melanda generasi muda saat ini.
ADVERTISEMENT
Literasi, dalam konteks ini, tidak hanya berarti kemampuan membaca dan menulis. Ia mencakup pemahaman kritis terhadap informasi, kemampuan berpikir analitis, dan kepekaan sosial yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global. Sayangnya, data menunjukkan bahwa tingkat literasi di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda, masih jauh dari memuaskan. Menurut laporan PISA 2018, Indonesia menduduki peringkat rendah dalam kemampuan literasi baca dibandingkan negara-negara lain di Asia. Hal ini menciptakan kekhawatiran akan kemampuan generasi mendatang dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Bila dikilas beberapa tahun sebelumnya, perkembangan generasi muda secara garis besar tidak dapat di katakan meningkat. Lalu apa hal yang membuat penurunan perwujudan generasi emas 2045?
Tantangan
Literasi membaca secara manual bukan lagi menjadi salah satu wadah para generasi muda untuk meningkatkan adidaya sumber daya manusia di tahun 2045, dengan sudah berkembangnya teknologi sudah banyak generasi muda tidak menyentuh kembali surat kabar, majalah, buku novel, komik, dan berbagai bentuk media baca yang terbuat dari kertas. Sejalan dengan perkembangan teknologi, generasi muda sudah menemukan segala informasi melalui internet, dari berita yang penting hingga yang tidak penting yang berujung pada meningkatnya tidakpahaman terhadap isu-isu penting, seperti politik, ekonomi, dan kesehatan. Banyaknya informasi yang di terima generasi muda membuat banyak dari mereka tidak dapat mengolah informasi tersebut segara penuh dan matang. Menerapkan membaca cepat dengan membaca garis besar dalam sebuah informasi membuat apa yang di terima tidak sesuai dengan yang seharusnya. Perilaku ini sering sekali di terapkan karena adanya sifat FOMO (Fear of missing out) yang membuat segalanya harus diterima dengan cepat tanpa tahu apakah itu sudah benar atau tidak.
ADVERTISEMENT
Di dunia yang semakin terhubung ini, generasi muda juga harus siap untuk bersaing secara global. Tanpa kemampuan literasi yang baik, mereka akan kesulitan beradaptasi dengan tuntutan pekerjaan yang semakin kompleks dan berbasis teknologi. Selain itu, ketidakmampuan untuk berpikir kritis dan analitis dapat membuat mereka terjebak dalam narasi-narasi yang tidak sehat, yang bisa memecah belah masyarakat.
Sebuah artikel di Kumparan menyoroti bahwa lebih dari 60% generasi muda menghabiskan waktu lebih dari 3 jam sehari di media sosial. Namun, kurang dari 30% dari mereka yang mengaku mengetahui cara memverifikasi informasi yang mereka terima. Data ini mencerminkan bahwa meskipun remaja aktif di dunia digital, banyak dari mereka tidak memiliki keterampilan literasi yang memadai untuk menilai keakuratan informasi yang beredar. Keterbatasan ini sangat mengkhawatirkan, terutama dalam konteks politik, sosial, dan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Kerugian yang Timbul
Kurangnya literasi digital di kalangan generasi muda berpotensi menyebabkan berbagai kerugian. Pertama, penyebaran berita palsu (hoaks) menjadi lebih umum. Generasi muda yang tidak terlatih dalam analisis kritis sering kali terjebak dalam narasi yang tidak akurat, yang dapat mempengaruhi pandangan mereka terhadap isu-isu penting, termasuk politik dan kesehatan masyarakat.
Kedua, generasi muda yang tidak memiliki kemampuan literasi digital akan kesulitan beradaptasi dengan dunia kerja yang semakin berbasis teknologi. Banyak pekerjaan saat ini membutuhkan keterampilan digital yang baik, dan ketidakmampuan dalam hal ini dapat mengakibatkan pengangguran dan stagnasi ekonomi. Ketiga, dalam konteks sosial, kurangnya literasi digital dapat memperburuk polarisasi dan konflik dalam masyarakat. Ketika remaja tidak mampu membedakan antara informasi yang valid dan yang tidak, mereka dapat terjebak dalam debat yang tidak konstruktif, yang dapat memperburuk perpecahan dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Solusi untuk Mencegah dan Meningkatkan Literasi Digital
Meningkatkan literasi digital di kalangan generasi muda memerlukan pendekatan multifaset yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Berikut adalah beberapa solusi yang bisa diimplementasikan:
1. Pendidikan Formal dan Informal
Sekolah-sekolah perlu mengintegrasikan literasi digital dalam kurikulum mereka. Program pelatihan harus dirancang untuk membekali siswa dengan keterampilan analisis kritis terhadap informasi. Selain itu, organisasi non-pemerintah dapat mengadakan workshop atau seminar untuk masyarakat umum tentang pentingnya literasi digital.
2. Penggunaan Media Sosial Secara Positif
Media sosial dapat dimanfaatkan sebagai alat edukasi. Kampanye yang mendidik masyarakat tentang cara mengenali hoaks dan pentingnya verifikasi informasi dapat dilakukan di platform-platform populer. Dengan melibatkan influencer atau tokoh masyarakat, kampanye ini dapat menjangkau audiens yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
3. Kerja Sama dengan Teknologi:
Perusahaan teknologi harus berperan aktif dalam meningkatkan literasi digital. Mereka dapat menyuplai alat dan sumber daya yang diperlukan untuk program literasi di sekolah-sekolah. Misalnya, menyediakan akses gratis ke platform pembelajaran online yang fokus pada literasi digital.
4. Membangun Komunitas Pembaca:
Mengembangkan komunitas di mana generasi muda bisa berdiskusi dan berbagi informasi juga sangat penting. Diskusi kelompok mengenai isu terkini dapat membantu remaja belajar cara menganalisis dan mengevaluasi informasi dengan lebih baik.
5. Kampanye Kesadaran Masyarakat:
Pemerintah dan lembaga pendidikan harus melaksanakan kampanye kesadaran yang menekankan pentingnya literasi digital. Materi kampanye dapat mencakup berbagai media, mulai dari poster, video, hingga seminar, untuk menjangkau audiens yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Generasi emas yang kita impikan untuk masa depan bangsa terancam oleh krisis literasi digital yang kian meruncing. Jika kita tidak mengambil tindakan segera untuk meningkatkan literasi digital di kalangan generasi muda, kita berisiko menghadapi generasi yang kurang mampu berkontribusi secara positif bagi masyarakat. Dengan berkolaborasi antara pemerintah, pendidikan, media, dan masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran literasi digital.
Kesadaran dan pengetahuan yang tinggi mengenai literasi digital akan membantu generasi muda untuk tidak hanya menjadi konsumen informasi yang cerdas, tetapi juga produsen informasi yang bertanggung jawab. Mari kita bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik, di mana setiap individu memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.
ADVERTISEMENT