Konten dari Pengguna

Kepemimpinan Paska Penyederhanaan Birokrasi

Anggraeni
Analis Kepegawaian. ASN Kementerian Perindustrian. Mahasiswa Pasca Sarjana, Magister Ilmu Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
11 April 2022 13:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggraeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi (Foto: pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi (Foto: pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Jarum jam telah menunjukkan pukul 15.30 WIB saat saya bersiap-siap untuk pulang. Bulan puasa seperti ini memang menjadi berkah bagi pekerja seperti saya akibat adanya penyesuaian jadwal kerja selama bulan Ramadhan. Sayup-sayup saya mendengar percakapan di ruang sebelah.
ADVERTISEMENT
“Duh, gak jadi balik nih, ada disposisi mendadak. Jangan pulang dulu ya gaes, bantuin saya. Harus selesai hari ini”, ujar pegawai yang menjadi subkoordinator di ruangan tersebut.
“Siap bu”, jawab salah satu pegawai yang masih berstatus CPNS.
“Wah, tahu gitu tadi saya pulang teng-go nih, haha..”, sesal pegawai yang lain.
Penyederhanaan Birokrasi
Tahun 2020 merupakan masa di mana terjadi perubahan besar dalam sistem birokrasi yang ada di Indonesia. Semula sistem berjenjang/ hierarki berubah menjadi sistem kerja kolaboratif dan dinamis. Penyederhanaan birokrasi ini merupakan bagian dari program prioritas kerja Presiden di bidang Reformasi Birokrasi. Tujuannya untuk mewujudkan pengelolaan pemerintah yang bersih, efektif, dan tepercaya. Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Adanya perubahan ini tidak hanya menghapus struktur birokrasi dan mengalihkan Pejabat Administrasi menjadi Pejabat Fungsional semata, namun juga dilakukan melalui perubahan sistem kerja, yang semula berjenjang dan silo berubah menjadi sistem kerja yang kolaboratif dan dinamis. Bentuk dari transformasi sistem kerja tersebut menekankan pada kerja tim yang berorientasi pada hasil dengan didukung oleh tata kelola pemerintahan digital. Dukungan tata kelola pemerintahan tersebut ditujukan untuk mempercepat pengambilan keputusan yang pada akhirnya akan bermuara pada pencapaian kinerja bersama.
Tahapan Penyederhanaan Birokrasi
Berdasarkan nomenklatur terbaru, Permenpan RB Nomor 7 Tahun 2022, ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam rangka implementasi penyederhanaan birokrasi, yaitu penyederhanaan struktur organisasi, penyetaraan jabatan dan penyesuaian sistem kerja. Dalam mendukung optimalisasi penerapan sistem baru ini dibutuhkan kolaborasi antar dan intra unit organisasi sehingga akan mendorong terwujudnya kualitas output yang akuntabel. Dalam memenuhi kebutuhan atas kolaborasi tersebut, Pejabat Fungsional dan pelaksana dapat ditugaskan baik itu di dalam unit organisasi maupun antar unit organisasi.
ADVERTISEMENT
Sistem kerja setelah penyederhanaan birokrasi selain berorientasi pada hasil juga harus tetap memperhatikan proses. Proses-proses yang dinilai menghambat pencapaian hasil diperlukan rekayasa ulang. Setiap pegawai di dalam sistem kerja tersebut diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan cekatan dalam menanggapi permasalahan baik dari internal maupun eksternal organisasi.
Kepemimpinan setelah Penyederhanaan Birokrasi
Ilustrasi (Foto: pixabay.com)
Menurut studi, komunikasi langsung secara tatap muka lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan surat elektronik/ email. Komunikasi tatap muka mengajarkan kita untuk berbicara santun terhadap orang yang usianya di atas kita, membantu mengembangkan kecerdasan emosional serta pembentukan sikap dan karakter. Oleh karena itu, komunikasi tatap muka tetap diperlukan agar kita bisa menjadi pribadi yang bisa menghargai perbedaan pendapat.
Adanya penyederhanaan birokrasi tak hanya mengubah tatanan organisasi yang telah ada, namun juga berdampak pada budaya etika berorganisasi yang telah terbangun sejak lama. Semenjak pengurangan eselonisasi, budaya hormat terhadap pegawai senior ataupun pimpinan tampak memudar apalagi ditambah dengan meningkatnya penggunaan teknologi sebagai pengganti komunikasi secara tatap muka. Anggapan ini tidaklah salah karena berkat teknologi pekerjaan terasa menjadi lebih efektif dan efisien. Namun sebagai makhluk sosial, komunikasi secara tatap muka tetap lebih disukai dibandingkan komunikasi melalui perantara teknologi.
ADVERTISEMENT
Walaupun saat ini penyebutan istilah pimpinan telah digantikan dengan penggunaan istilah baru seperti koordinator dan sub koordinator, akan tetapi melekatnya penggunaan istilah lama dalam memori kita menjadikan istilah baru dalam penyebutan pimpinan tersebut seperti tidak bermakna. Apalagi dengan adanya penyetaraan jabatan, jabatan fungsional tertentu yang sejatinya merupakan jabatan utama, sedangkan penugasan koordinator ataupun sub koordinator hanyalah tugas tambahan, kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya.
Menjadi pemimpin di era paska penyederhanaan birokrasi bukanlah hal yang mudah. Tuntutan untuk mengumpulkan poin seringkali terabaikan dengan rutinitas sebagai pemangku dalam lingkup organisasi. Pemimpin hasil penyetaraan juga dianggap memiliki posisi tawar yang lemah dibandingkan dengan sebelumnya. Seringkali pegawai kemudian terlalu berani dalam mengemukan pendapatnya tanpa melihat status dalam organisasi dan mengabaikan etika dalam berkomunikasi.
ADVERTISEMENT
Pandemi yang telah berlangsung selama dua tahun juga turut andil dalam pergeseran nilai ini. Pegawai yang semula terbiasa menghadap pimpinan secara langsung kini menjadi tercukupkan hanya dengan melalui pesan singkat. Pergeseran nilai etika ini tentu saja harus segera dicari jalan keluarnya karena berpotensi menimbulkan perselisihan bahkan perpecahan dalam organisasi.
Untuk menjembatani hal tersebut diperlukan adanya kegiatan yang dilakukan oleh stakeholder dalam rangka pemahaman etika dalam berorganisasi. Kegiatan ini sekiranya menjadi agenda wajib yang diikuti oleh seluruh pegawai. Dengan pemahaman etika berorganisasi diharapkan semua pegawai dapat menjalankan perannya sesuai dengan porsi masing-masing. Organisasi juga dapat berjalan dengan baik tanpa ada perselisihan akibat adanya perbedaan cara pandang.