Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa The Thing (1982) Tetap Menjadi Film Horor Sci-Fi Terbaik Sepanjang Masa
16 Oktober 2024 20:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Angra Priya Kennard Yahya Bustani Mamud tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Film "The Thing" (1982) karya John Carpenter memang bukan film horor terbaik sepanjang masa, tetapi tak diragukan lagi menjadi salah satu yang paling menyeramkan dan menjijikkan pada eranya, bahkan hingga saat ini. Dirilis pada tahun 1982, film ini membawa visi brilian Carpenter tentang cara menakut-nakuti penonton dengan efek yang realistis, mengukuhkan namanya sebagai maestro horor Hollywood. Sebelumnya, empat tahun sebelum "The Thing", Carpenter juga menggarap film ikonik "Halloween", yang menjadi titik awal kesuksesannya di dunia film horor. Kesuksesan ini mendorongnya untuk mengarahkan film horor sci-fi, "The Thing", yang sebenarnya merupakan remake dari film tahun 1951, "The Thing from Another World", diadaptasi dari novel karya John W. Campbell Jr., berjudul "Who Goes There". Namun, versi Carpenter dianggap lebih setia pada cerita asli novel tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu adegan paling ikonik dan mengerikan dari "The Thing" adalah ketika anjing bernama Jep, yang berperan dalam film, mengalami transformasi mengerikan. Tubuh anjing tersebut tiba-tiba terbelah, mengeluarkan kaki laba-laba dan cacing alien, menciptakan momen horor tanpa bantuan CGI, sebuah pencapaian yang memerlukan dedikasi luar biasa dalam hal efek praktis. Di balik penciptaan adegan-adegan horor tersebut, sosok yang patut diacungi jempol adalah spesialis efek khusus Robin R. Bottin. Dengan kecerdasannya, Bottin berhasil menghadirkan efek visual yang mendalam dan menyeramkan, seperti transformasi serigala dalam film "The Howling".
Meskipun film ini sudah berusia 42 tahun, belum ada yang mampu menandingi tingkat horor yang ditawarkan oleh "The Thing" versi 1982. Bahkan, prekuel "The Thing" yang dirilis pada tahun 2011 dengan efek CGI sepenuhnya tak bisa menyamai nuansa natural dan ketegangan yang diciptakan oleh efek praktis di film asli. Film ini tidak hanya menonjol dalam hal horor visual, tetapi juga memiliki kedalaman yang mengajak penonton untuk merenungkan isu sosial, seperti paranoia dan ketidakpercayaan.
ADVERTISEMENT
Musik latar yang halus namun menegangkan, dengan ritme elektronik yang berulang, turut memperkuat suasana kecemasan sepanjang film. Sama seperti alur cerita yang tak menawarkan kenyamanan, soundtracknya pun tidak memberi ruang untuk bersantai, terus menerus menambah ketegangan yang dialami karakter-karakter di dalam film.
Menariknya, "The Thing" juga memiliki kesamaan dengan game populer "Among Us", di mana keduanya mengusung tema paranoia dan ketidakpercayaan dalam kelompok terisolasi. Dalam film, para ilmuwan di Antartika berjuang untuk mengidentifikasi alien yang dapat menyamar sebagai siapa pun di antara mereka, sementara di "Among Us", pemain mencoba mencari tahu siapa penipu di antara kru. Kedua cerita ini berhasil menciptakan ketegangan yang intens melalui ketidakpercayaan antar anggota kelompok, dengan latar lingkungan tertutup yang meningkatkan perasaan claustrophobia.
ADVERTISEMENT
Proses syuting film ini juga tak kalah menantang. Para kru dan pemain harus bertahan di suhu dingin hingga 4 derajat, yang menciptakan suasana syuting yang benar-benar sesuai dengan latar cerita. Salah satu kekuatan utama dari "The Thing" adalah narasi yang membuat penonton terus berspekulasi tentang siapa di antara kedua belas peneliti yang sebenarnya adalah alien. Film ini juga dipenuhi dengan "red herring" atau pengalih perhatian yang secara cerdas mengarahkan penonton ke kesimpulan yang salah.
Tak heran jika "The Thing" menjadi film horor klasik yang terus dikenang hingga kini. Ide tentang monster yang menyamar sebagai anggota kelompok menambah daya tarik cerita, dan bahkan hingga akhir film, penonton masih dibiarkan dengan sedikit kecurigaan: apakah makhluk itu benar-benar sudah tidak ada? Adegan penutupnya yang fenomenal, di mana kedua karakter utama saling memandang dengan curiga dan akhirnya tertawa karena kesadaran bahwa tidak ada lagi yang bisa dilakukan, meninggalkan kesan mendalam. Kelelahan dan ketidakpercayaan yang mereka rasakan menjadi sia-sia di tengah kondisi yang memaksa mereka menerima takdir.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, The Thing adalah perpaduan sempurna antara horor psikologis dan efek praktikal yang menakjubkan. Meskipun awalnya diabaikan oleh kritikus dan penonton, film ini berhasil membuktikan dirinya sebagai karya horor yang abadi. Dengan tema yang relevan, suasana mencekam, dan visual yang memikat, The Thing pantas ditonton oleh siapa pun yang mencari pengalaman horor sejati. Apakah kamu siap untuk menghadapi teror di Antartika?