Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Festival Pasola Di Sumba : Sebagai Simbol Kesuburan Dan Warisan Budaya
23 Maret 2025 13:48 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Aninda Febryarna Nurvia Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Festival Pasola adalah salah satu tradisi adat yang berasal dari Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pasola bukan sekadar permainan perang berkuda, tetapi juga memiliki makna simbolis yang mendalam terkait dengan kesuburan tanah dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks hukum adat, Pasola mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang masih dilestarikan dan dihormati oleh masyarakat setempat. Artikel ini akan mengkaji Festival Pasola sebagai studi kasus dan menghubungkannya dengan teori dalam hukum adat.
ADVERTISEMENT
Pasola berasal dari kata "sola" atau "hola" yang berarti tombak kayu. Festival ini diadakan setiap tahun pada bulan Februari dan Maret di beberapa wilayah di Sumba, seperti Wanokaka, Lamboya, dan Kodi. Tradisi ini merupakan bagian dari rangkaian upacara Pesta Nyale, yaitu ritual menangkap cacing laut (nyale) yang dipercaya sebagai pertanda kesuburan dan panen yang melimpah. Setelah prosesi Pesta Nyale, masyarakat melaksanakan Pasola sebagai simbol perwujudan keseimbangan antara manusia, alam, dan leluhur.
Dalam pelaksanaannya, dua kelompok berkuda dari suku yang berbeda saling melempar tombak kayu tumpul ke arah lawannya. Meski sering kali mengakibatkan luka bahkan kematian, masyarakat Sumba percaya Percikan darah yang terjadi dalam ritual ini dianggap memiliki makna simbolis sebagai tanda kesuburan dan keberhasilan panen. Sementara itu, kematian yang terjadi selama Pasola diyakini sebagai pertanda adanya pelanggaran norma adat yang dilakukan di tempat masyarakat berlangsungnya ritual tersebut.
ADVERTISEMENT
Pasola dalam Perspektif Hukum Adat
1. Hukum Adat sebagai Living Law
Teori ini dikemukakan oleh para ahli seperti Van Vollenhoven dan B. Ter Haar, hukum adat merupakan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat dan mengatur kehidupan mereka berdasarkan nilai-nilai lokal. hukum adat berfungsi sebagai pedoman interaksi
yang mengatur sosial, menyelesaikan konflik, dan menjaga keharmonisan dalam masyarakat. Oleh karena itu, hukum adat dapat dianggap “hidup” karena ia terus berfungsi dan relevan dalam konteks kehidupan masyarakat. Pasola mencerminkan aspek living law karena meskipun tampak sebagai tradisi kekerasan, masyarakat setempat memahami dan menerima ritual ini sebagai bagian dari aturan adat yang harus dihormati. Ritual ini bukan sekedar pertunjukan fisik, tetapi juga mengandung makna simbolis dan sosial yang mendalam, seperti penguatan hubungan antar anggota masyarakat, pengakuan terhadap kekuatan alam, dan pelestarian tradisi.
ADVERTISEMENT
2. Konsep Restorative Justice dalam Hukum Adat
Hukum adat sering kali lebih mengedepankan penyelesaian konflik berbasis musyawarah dan pemulihan keseimbangan sosial. Meskipun terjadi insiden yang menyebabkan luka atau kematian, penyelesaiannya dilakukan dalam ranah adat dengan melibatkan tetua adat Berbeda dengan pendekatan retributif yang lebih umum dalam sistem hukum positif, yang cenderung fokus pada hukuman bagi pelanggar, keadilan restoratif berupaya untuk memperbaiki kerugian yang terjadi dan memulihkan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat. Proses ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang adil dan memuaskan bagi semua pihak, serta mengembalikan keharmonisan dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa hukum adat memiliki mekanisme penyelesaian yang berbeda dengan sistem hukum positif di Indonesia.
3. Pasola di dalam penerimaan Hukum Adat
ADVERTISEMENT
Pasola, meskipun mengandung unsur kekerasan, Dalam hukum adat, Pasola dianggap sah karena dilaksanakan sesuai dengan aturan dan norma yang telah disepakati oleh masyarakat. Masyarakat Sumba memiliki mekanisme dan tata cara yang jelas dalam pelaksanaan Pasola, termasuk aturan tentang bagaimana pertarungan dilakukan, batasan- batasan yang harus dipatuhi, dan cara menyelesaikan konflik yang mungkin timbul. Oleh karena itu, meskipun ada risiko cedera atau kematian, ritual ini dianggap sebagai bagian dari tradisi yang harus dihormati
Pasola Dalam Perspektif Hukum Pidana Positif Indonesia
Disisi lain hukum positif menilai peristiwa yang menyebabkan cedera atau kematian bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum pidana. perbuatan/tindakan dalam upacara adat Pasola lewat Pasal 351 ayat (1) KUHP mengenai penganiayaan, Pasal 352 ayat (1) mengenai penganiayaan ringan, dan melanggar Pasal 351 ayat (2) mengenai penganiayaan berat. Namun, hal ini tidak secara otomatis menjadikan peserta Pasola bertanggung jawab secara pidana karena belum memenuhi unsur kesalahan, terutama unsur melawan hukum secara subyektif. Meskipun perbuatan tersebut dapat menyebabkan luka pada orang lain, aspek niat atau sikap batin pelaku perlu dikaji lebih lanjut. Dalam konteks Pasola, tidak terdapat niat jahat, melainkan justru adanya maksud baik yang didasarkan pada kepercayaan adat. Para peserta juga tidak menyimpan dendam satu sama lain, karena mereka meyakini bahwa darah yang tertumpah ke tanah akan membawa kesuburan dan keberkahan bagi hasil panen.
ADVERTISEMENT
Festival Pasola merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Sumba. Dalam hukum adat, tradisi ini mencerminkan prinsip-prinsip kearifan lokal yang masih bertahan meskipun zaman terus berubah. Pasola juga menjadi contoh nyata bagaimana hukum adat sebagai hukum yang hidup tetap memiliki tempat dalam masyarakat modern. Namun, tantangan seperti modernisasi, keamanan, dan hak asasi manusia perlu terus dikaji agar tradisi ini dapat terus dilestarikan tanpa mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan pendekatan yang seimbang antara pelestarian budaya dan perlindungan hukum, Pasola dapat tetap menjadi kebanggaan masyarakat Sumba sekaligus warisan budaya Indonesia yang unik.
Festival Pasola adalah tradisi adat yang memiliki makna simbolis bagi masyarakat Sumba, terutama dalam hal kesuburan tanah dan kesejahteraan sosial. Dalam hukum adat, Pasola mencerminkan living law yang masih dijalankan dan dihormati. Bilamana terjadi Konflik antara hukum adat dan hukum positif dapat diminimalisir dengan penerapan hukum pidana adat yang mempertimbangkan keseimbangan sosial dan budaya. Dengan pendekatan yang tepat, Pasola dapat terus lestari sebagai warisan budaya tanpa mengabaikan aspek keselamatan dan hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT